Selasa, 18 Maret 2008

Aib Keluarga

Di salah satu sudut kota Bandung, berdiri cukup megah sebuah rumah yang sangat besar. Di dalamnya tinggal beberapa orang yang saling terikat hubungan keluarga. Mereka adalah kakek dan nenek, kita panggil saja mereka demikian, lalu keluarga Irwan, anak tertua, dan keluarga Detty, anak ketiga, serta keluarga Nani, anak bungsu. Kakek dan nenek sebetulnya mempunyai 6 orang anak. Hanya saja karena tiga anak yang lain kebetulan mempunyai rejeki yang agak mendingan dari tiga anak yang ikut tinggal sekarang, mereka bertiga bisa mempunyai rumah sendiri yang lokasinya berjauhan di daerah lain.
Irwan, 45 tahun, seorang karyawan swasta. Mempunyai istri Ida, 40 tahun. Mereka dikaruniai 2 orang anak, Ricky, 19 tahun, dan Hesti, 15 tahun. Detty, 38 tahun, mempunyai suami Marwan, 40 tahun, pegawai swasta. Dikaruniai satu anak, Rika, 17 tahun. Nani, 34 tahun, pegawai swasta, mempunyai suami, Ismu, 36 tahun. Dikarunia satu anak, Budi, 11 tahun. Kehidupan mereka berjalan normal. Hubungan mereka sebagai satu keluarga besar bisa dibilang baik. Memang sesekali terjadi konflik diantara mereka, tapi dengan segera masalah di antara mereka bisa diselesaikan dengan baik.
Nenek dan kakekpun tidak kelihatan pilih kasih kepada mereka semua. Mereka bisa bersikap adil, baik dalam hal kasih sayang maupun dalam bentuk materi. Ricky sebagai sepupu paling besar diantara mereka bisa bertindak dan berlaku tegas dalam melindungi adik-adiknya. Bahkan semua saudara sepupunya selalu bicara dan minta pendapat kepada dia bila ada masalah. Walaupun sikap Ricky kadang sangat cuek terhadap lingkungan. Ricky sangat menjaga semua adik sepupu perempuannya.
"Ki.. Aku mau minta pendapat kamu tentang cowok..." kata Rika. "Mau nanya apaan?" kata Ricky. "Kamu kenal si Juneadi, tidak?" tanya Rika. "Tentu saja kenal. Anak-anak sini aku kenal semua. Emang ada apa?" tanya Ricky. "Mm.. Dia kemarin bilang bahwa dia suka aku. Dia mau aku jadi pacar dia.. Gimana, Ki?" tanya Rika sambil menatap mata Ricky. "Kamu suka dia, tidak?" tanya Ricky lagi. "Dari fisik sih aku suka, tapi aku takut salah pilih..." kata Rika."Gini.. Bukannya aku melarang kamu untuk jalan dengan dia..." kata Ricky sambil menghisap rokoknya. "Hanya saja yang aku tahu, Junaedi itu salah satu preman komplek sebelah. Yang lebih parah lagi, yang aku dengar katanya dia jadi pengedar juga..." lanjut Ricky. "Aku sih terserah kamu saja.. Yang penting kamu pikir baik-baik resiko dan akibatnya nanti..." kata Ricky lagi.
Rika terdiam seperti berpikir.. Lalu Rika tersenyum kemudian dengan tiba-tiba mencium pipi Ricky. "Terima kasih banyak.. Aku beruntung punya kakak kamu. Bisa kasih pandangan tanpa melarang sesuatu..." kata Rika sambil tersenyum manja. "Karena aku sayang kamu..." kata Ricky sambil mencubit pipi Rika. "Tahu tidak, mama pernah bilang bahwa kalau bisa aku cari pacar yang kayak kamu..." kata Rika. Ricky mengerenyitkan dahinya. "Emang tante Detty bilang apa tentang aku?" tanya Ricky penasaran. "Mama bilang kalau kamu itu cakep, pintar, perhatian pada saudara, dan sangat melindungi adik semua.. Jangan geer kamu..." kata Rika sambil tersenyum.Rickypun tersenyum.. Itulah salah satu bukti betapa sayangnya Ricky pada semua adiknya. Dan masih banyak lagi perhatian dan perlindungan Ricky terhadap keluarga. Keluarga besar itu sangat memuji dan membanggakan Ricky. Suatu hari keluarga besar itu sedang berkumpul membicarakan suatu masalah penting.
"Masalah ini harus segera diselesaikan..!" kata kakek. "Tapi siapa yang harus pergi? Kita semua sibuk dengan kerjaan..." kata Irwan. "Apa harus Bapak yang pergi sendiri? Kalian kan hanya tinggal datang ke instansi tersebut untuk menyerahkan dokumen ini!" kata kakek sambil membanting map berisi dokumen ke atas meja. "Biar saya saja yang pergi.. Bapak sudah terlalu tua untuk pergi jauh..." kata Nani. "Kamu kan kerja, Nan..." kata Irwan. "Kalau begitu biar saya yang pergi. Bapak buatkan saja surat kuasa untuk saya..." kata Detty menengahi.
Kakek terdiam sambil memandangi putri ketiganya itu. "Ya baiklah kalau begitu. Kamu yang pergi besok.. Akan Bapak buatkan surat kuasanya segera..." kata kakek. "Tapi saya minta ada yang mengantar saya ke Garut besok. Saya tidak mau naik angkutan karena sangat makan waktu..." kata Detty. "Ya sudah, besok Ricky harus mengantar tantemu ke Garut ya, Rik?!" kata Irwan sambil menatap anaknya yang paling besar itu. "Iya, Pa..." kata Ricky pendek. "Kamu pakai saja motor Papa," kata Irwan. "Iya, Pa.. Jangan lupa STNK-nya ya, Pa," kata Ricky.
Esok paginya, Ricky dan Detty sudah siap-siap berangkat ke Garut untuk menyelesaikan masalah keluarga mereka tersebut. Singkat cerita, mereka sudah sampai di kota Garut. Dengan segera Detty menguruskan masalah yang dihadapi dengan suatu instansi. Menjelang tengah hari, Detty terlihat keluar dari kantor instansi yang dimaksud dengan muka cerah. "Ayo kita pulang, Ki..." ajak Detty kepada Ricky yang menunggu di looby kantor.
Lalu dengan menggandeng tangan keponakannya itu, Detty dengan gembira melangkah menuju tempat parkir. "Eh, kita kita makan siang dulu, Rik.. Tante lapar nih," kata Detty. "Sama.. Ricky juga lapar nih. Makan dimana, tante?" kata Ricky. "Dimana enaknya, ya..??" kata Detty sambil menatap Ricky. "Ah, begini saja... sekalian capek, sekalian satu arah jalan pulang ke Bandung, kita ke Cipanas saja, Ki..." kata Detty. "Memangnya tante mau mandi air panas?" kata Ricky sambil menghidupkan motornya. "Tidak... tapi kan tempat makan disana lumayan bagus.. Bisa sambil istirahat," kata Detty sambil naik ke atas motor.
Merekapun segera pergi meninggalkan tempat itu menuju Cipanas Garut. Sesampai di Cipanas, mereka segera memesan makanan. "Mm.. Lumayan enak, ya..." kata Detty sambil terus mengunyah makanannya. "Iya tante..." kata Ricky. "Juga saya suka tempat makan ini karena di depan kita ada kolam renangnya..." kata Ricky. "Yee.. Nakal juga ya mata kamu liatin paha perempuan..." kata Detty sambil tersenyum. Ricky tertawa lebar. "Ya lumayanlah.. Iseng-iseng berhadiah..." kata Ricky. Kini Detty yang tertawa lebar. "Memangnya kamu lihat wanita yang berenang, suka lihat apa?" tanya Detty.
Ricky tersenyum, tak menjawab pertanyaan Detty. "Jawab dong..." kata Detty sambil kakinya menendang pelan kaki Ricky. "Ya lihat yang serba terbuka dong, tante..." kata Ricky cuek. "Dasar nakal!" kata Detty sambil kembali menendang pelan kaki Ricky. Ricky tersenyum.. "Wanita dengan body seperti apa yang kamu suka, Ki?" tanya Detty.
Ricky tak menjawab, hanya menatap mata Detty sambil tetap mengunyah makanannya. "Tidak usah malu dengan tante deh, Ki.. Bicara bebas saja dengan tante," kate Detty. "Saya suka wanita dengan tubuh bagus seperti wanita itu tuh..." kata Ricky sambil menunjuk seorang wanita muda yang sedang berenang. Tubuhnya memang bagus dan mulus. "Bagus amat selera kamu," kata Detty sambil tersenyum. "Kalau dengan wanita yang sudah berumur, bagaimana?" kata Detty sambil menatap Ricky. "Mm.. Saya tidak tahu," kata Ricky sambil tetap mengunyah makanannya. "Saya belum pernah melihat tubuh wanita yang sudah berumur..." kata Ricky lagi cuek. Detty diam. "Kalau menurut kamu, tante masih menarik tidak?" kata Detty serius.
Ricky diam sambil menatap Detty. "Ayolah jawab jujur, Ki.. Biar tante tahu kekurangan tante apa..." kata Detty lagi. Ricky tetap diam sambil menatap mata Detty. "Tante sangat cantik.. Tubuh tante dari luar lumayan bagus..." kata Ricky serius. Detty terdiam. "Maksud kamu dengan lumayan bagus apa?" tanya Detty lagi. "Saya suka cara berpakaian tante. Modis. Itu sangat menarik," kata Ricky. Detty tersenyum. "Kalau body tante?" tanya Detty lagi. "Saya tidak tahu karena belum pernah lihat tubuh tante..." kata Ricky cuek.
Detty terdiam sambil lama menatap keponakannya itu.. "Kalau kamu sidah lihat body tante, kamu mau kan memberikan penilaian kamu dengan jujur?" tanya Detty. "Ah, tante jangan bercanda.. Tidak mungkinlah..." kata Ricky sambil menghabiskan sisa makanannya di piring lalu minum. Detty tersenyum. "Kita berendam air panas, yuk.. Sekalian mengistirahatkan badan..?" kata Detty mengagetkan perasaan Ricky. "Ha! Tidak salah dengar nih? Masa sih kita berendam bersama? Malu dong..." kata Ricky sambil menatap Detty. "Tidak usah malu dong, Ki.. Kita kan masih saudara. Lagian biar kamu bisa lihat body tante..." kata Detty ringan. "Kamu nanti harus beritahu tante pendapat kamu tentang body tante..." kata Detty. "Memangnya kita mau ngapain di dalam sana? Kan cuma berendam saja.. Yuk, ah..." kata Detty sambil bangkit lalu menarik tangan Ricky. Ricky serba salah. Tapi akhirnya Ricky menuruti kemauan Detty.
Sesampai di dalam ruangan berendam air panas, Detty tanpa ragu segera melepas seluruh pakaiannya sampai telanjang. Sementara Ricky hampir tak berkedip menatap tubuh telanjang Detty yang masih bagus walau sudah agak berumur. "Ayo, Ki.. Buka pakaian kamu! Kita berendam bersama..." kata Detty. Rickypun dengan malu-malu segera melepas pakaiannya.. Apalagi ketika tinggal celana dalam yang harus dibukanya. Ricky tampak malu. "Yee.. Cepatlah buka dan masuk sini! Apakah harus tante yang bukain celana dalam kamu?" kata Detty sambil tersenyum. "Sebentar dong..." kata Ricky sambil melepas celana dalamnya.
Ricky menutupi kontolnya yang masih sedikit ditumbuhi bulu dengan tangan, lalu masuk ke tempat berendam. "Tidak usah malu begitu, Ki.. Biasa sajalah..." kata Detty sambil tersenyum."Iya tante..." kata Ricky sambil melepas tangannya yang menutupi kontol, lalu dia bersandar ke tepi kolam. "Nah bagaimana body tante menurut kamu?" tanya Detty. "Tubuh tante bagus..." kata Ricky pendek. "Bagus kenapa?" tanya Detty lagi. "Tubuh tante putih mulus.. Buah dada cukup besar.. Ramping..." kata Ricky sambil matanya turun melihat memek Detty yang ditumbuhi bulu yang tidak terlalu banyak.
Detty diam saja sambil menatap Ricky. Dibiarkannya mata keponakannya menjelajahi seluruh tubuh telanjangnya. "Lalu apa lagi?" tanya Detty. Ricky tak menjawab. "Saya menyukai tubuh tante.. Sexy.." kata Ricky. Detty tersenyum lebar. "Kamu pernah memegang tubuh wanita?" tanya Detty. "Belum.. Belum pernah..." kata Ricky sambil menatap Detty. Detty kembali tersenyum sambil menghampiri Ricky. Hati Ricky jadi berdebar keras.. Tangan Detty lalu meraih tangan Ricky. Dibimbingnya tangan Ricky untuk menjamah buah dadanya. "Ayo peganglah..." kata Detty.
Ricky dengan agak ragu memegang buah dada Detty. Dielusnya gundukan daging putih di dada Detty, lama-lama diremasnya buah dada Detty dengan pelan. Telunjuk Ricky mulai memainkan puting susu Detty. Detty tersenyum sambil merasakan desiran nikmat yang terasa di buah dadanya. Tak kuat menahan rasa yang ada, Detty lalu mencium bibir Ricky dengan hangat. Tangan Detty segera turun ke badan Ricky dan langsung memegang dan meremas kontol Ricky. Ricky seperti merasakan ada aliran setrum pada tubuhnya..
Tubuhnya bergetar sambil merasakan nikmatnya di remas kontol. Tanpa ragu lagi dibalasnya ciuman Detty dengan hangat pula. Tangan Ricky yang satu lagi mulai berani menyusuri tubuh Detty. Ketika mencapai pantat Detty, tangannya segera meremas pantat Detty yang bulat padat.. Kemudian segera tangannya berpindah ke depan.. Memek Detty diusap dan dielus. Jarinya segera menyusuri belahan memek Detty.. "Mmhh..." desah Detty sambil terus memagut bibir Ricky. Tak lama.. "Naik ke atas, Ki..." kata Detty. "Duduk di pinggir kolam sini..." kata Detty lagi.
Ricky menurut. Segera dia naik ke pinggiran kolan, lalu duduk di pinggirannya. Detty langsung memegang kontol Ricky, lalu dikocoknya perlahan. Mata Ricky terpejam menahan nikmat. Tak lama mulut Detty segera melahap dan mengulum kontol Ricky sambil terus dikocok. "Ohh.. Tantee.. Mmhh," desah Ricky sambil memegang kepala Detty. Pinggul Rickky bergerak mengikuti hisapan dan jilatan Detty pada kontolnya. Setelah hampir beberapa belas menit Ricky diberi kenikmatan oleh mulut Detty.
Detty lalu berkata," Gantian, Ki.. Jilatin tante, ya.." Ricky mengangguk dengan nafsu yang semakin besar. Detty segera keluar dari kolam lalu duduk di pinggi kolam. Kakinya dibuka lebar. Ricky lalu turun ke kolam, kemudian tak lama lidahnya sudah bermain di belahan memek Detty. "Ohh.. Oohh.. Aahh..." desah Detty menahan nikmat. Pinggulnya sedikit bergoyang."Teruss, Kii..." desahnya lagi sambil matanya terpejam. "Jilati ininya, Ki..." katqa Detty sambil jarinya mengusap kelentitnya. Lidah Ricky segera menjilati bagian itu. "Ohh..." desah Detty agak keras.
Setelah beberapa menit.. "Ki, naik sini..." kata Detty sambil menelentangkan tubuhnya di lantai. Kakinya mengangkang lebar. Ricky lalu keluar dari kolam., Kontolnya sudah sangat tegak dan keras. "Cepat masukin sini, Ki.. Setubuhi tante..." kata Detty. Ricky tanpa banyak cerita langsung mengangkangi tubuh Detty. Diarahkan kontolnya ke belahan memek Detty. Tangan Detty segera memegang dan menuntun kontol Ricky ke arah lubang memeknya. "Tekan dan masukkan pelan-pelan, Ki..." bisik Detty.
Rickypun segera melakukan apa yang diminta Detty. Tak lama, bless.. Ricky merasakan suatu sensasi kenikmatan yang sangat luar biasa ketika kontolnya masuk ke memek Detty."Ohh..." desah Ricky. Lalu dipompanya kontol keluar dan ke dalam memek Detty. "Ohh.. Ohh..." keduanya mendesah bersamaan. "Enak, Ki..?" bisik Detty. "Enak sekali tante..." bisik Ricky sambil mengecup bibir Detty.
Setelah beberapa lama.. "Lutut saya sakit, tante..." kata Ricky sambil menghentikan gerakannya, sementara kontolnya masih menancap di dalam memek Detty. "Kena lantai, ya?" kata Detty. Ricky mengangguk. "Kita sambil berdiri saya, Ki..." kata Detty. Ricky segera mencabut kontolnya lalu berdiri. Detty juga segera bangkit lalu bersender ke dinding ruangan. "Masukan kontol kamu, Ki..." kata Detty sambil mengangkat salah satu kakinya agar kontol Ricky mudah masuk.
Rickypun segera memasukkan kontolnya. Setelah kontol Ricky masuk memeknya, Detty menurunkan kakinya lalau berdiri dengan agak berjinjit mengimbangi tinggi tubuh Ricky. Ricky langsung mengeluarmasukkan kontolnya ke memek Detty. "Ohh.. Enak sekali, Kii..." desah Detty. Detty menggerakan pinggulnya mengimbangi gerakan kontol Ricky. Dengan saling berpelukan mereka terus bersetubuh, sampai akhirnya tubuh Ricky mengejang, gerakannya makin cepat.. Setelah itu kontol Ricky didesakan ke memek Detty semakin dalam. Lalu.. Crott! Croott! Croott! Air mani Ricky tumpah di dalam memek Detty. Tubuh Ricky bergetar keras menahan nikmat. "Ohh.. Tantee.. Nikmaatt..." desah Ricky sambil memeluk Detty erat, sementara kontolnya masih menancap di memek Detty.
Setelah kembali berendam untuk membersihkan diri, lalu berpakaian, mereka segera pulang ke Bandung. Di sepanjang jalan pulang, Detty dengan erat memeluk tubuh Ricky sambil sesekali tangannya memegang dan meremas kontol Ricky. "Kamu hebat, Ki..." kata Detty. "Kapan kita bisa begituan lagi, tante?" tanya Ricky. "Kapan saja..." kata Detty sambil tersenyum lalu memeluk tubuh Ricky erat di atas motor.
Begitulah, entah sudah berapa puluh kali Detty telah bersetubuh dengan Ricky. Baik di rumah, di motel, dimanapun tiap ada kesempatan. Sampai suatu saat.. Sebetulnya pihak keluarga sudah sering mendengar kabar dari orang kalau Detty sangat akrab dengan Ricky, bahkan terlalu akrab. Bahkan ada yang bilang banyak yang melihat mereka keluar dari motel. Tapi keluarga tetap diam karena tidak ada bukti. Pernah mereka berdua ditanya oleh keluarga mengenai berita yang keluarga dengar dari orang, tapi mereka berdua dengan keras membantah..Dalam suatu kesempatan, di suatu motel di pusat kota Bandung, Detty dan Ricky sedang asyik memacu birahi.. Saling cium, saling jilat, saling raba, saling remas, saling hisap.. Kontol Ricky keluar masuk memek Detty memberikan sensasi kenikmatan buat keduanya. Desahan dan jeritan kecil tanda kenikamatan kerap keluar dari mulut kedua orang yang masih terikat saudara itu.
Tiba-tiba ditengah kenikmatan yang sedang mereka rasakan terdengar suara pintu motel diketuk. Lama-lama terdengar makin keras.. Lalu mereka berdua berpakaian. Ketika pintu dibuka.. Irwan, Marwan, dan Ismu berdiri di depan pintu dengan wajah sangat buas. Tanpa banyak bicara Ricky langsung dipukuli oleh Irwan sampai babak belur tanpa ampun. Demikian juga dengan Detty, Marwan menyiksanya dengan penuh amarah. Teriakan minta ampun keduanya sudah tidak dihiraukan lagi.. Sampai akhirnya.. Marwan menceraikan Detty. Sedangkan Ricky sejak kejadian itu meninggalkan rumah sampai sekarang..

Senin, 17 Maret 2008

Pijat Payudara

Cerita ini terjadi waktu saya berumur 15 ketika itu, waktu saya liburan di rumah teman Om saya di kota Jakarta, sebut saja nama teman Om saya Dody. Om Dody mempunyai istri namanya Tante Rina. Umur Om Dody kira-kita 40 tahun sedangkan Tante Rina berumur 31 dan mereka mempunyai anak berumur 5 tahun bernama Dino. Om Dody adalah teman baik dan rekan bisnis Om saya. Tante Rina Seorang wanita yang cantik dan mempunyai tubuh yang indah terutama bagian payudara yang indah dan besar. Keindahan payudaranya tersebut dikarenakan Tante Rina rajin meminum jamu dan memijat payudaranya. Selama menginap di sana perhatian saya selalu pada payudaranya Tante Rina. Tak terasa sudah hampir seminggu saya menginap di sana, suatu siang (saat Om Dody pergi ke kantor dan Dino pergi rumah neneknya) Tante Rina memanggilku dari dalam kamarnya. Ketika saya masuk ke kamar Tante Rina, tampak tante cuma mengenakan kaos kutung tanpa menggunakan bra sehingga dadanya yang indah telihat nampak membungsung.
"Van, Mau tolongin Tante", Katanya. "Apa yang bisa saya bantu Tante". "Tante minta tolong sesuatu tapi kamu, tapi kamu harus rahasiain jangan bilang siapa-siapa". "Apaan Tante kok sampe musti rahasia-rahasiaan". "Tante Minta tolong dipijitin", katanya. "Kok pijit saja musti pakai rahasia-rahasiaan segala". "Tante minta kamu memijit ini tante", katanya sambil menunjukkan buah dadanya yang montok. Saat itu saya langsung Grogi setengah mati sampai tidak bisa berkata apa-apa. "Van, kok diem mau nggak?", tanya Tante Rina lagi. Saat itu terasa penisku tegang sekali. "Mau nggak?", katanya sekali lagi. Lalu kukatakan padanya aku bersedia, bayangin saya seperti ketiban emas dari langit, memegang buah dada secara gratis disuruh pula siapa yang nggak mau? Lalu saya bertanya mengapa harus dipijat buah dadanya, dia menjawab supaya payudaranya indah terus.
Selanjutnya tante mengambil botol yang berisi krem dan dia segera duduk di tepi ranjang. Tanpa banyak bicara dia langsung membuka pakaiannya dan membuka BH-nya, segera payudaranya yang indah tersebut segera terlihat, kalau saya tebak payudaranya ukuran 36B, Puting susu kecil tapi menonjol seperti buah kelereng kecil yang berwarna coklat kemerah-merah. "Van, kamu cuci tangan kamu dulu gih", katanya. Segera saya buru-buru cuci tangan di kamar mandi yang terletak di kamar tidurnya. Ketika saya balik, Tante sudah berbaring telentang dengan telanjang dada. Wuih, indah sekali. Ia memintaku agar melumuri buah dadanya secara perlahan kecuali bagian puting susunya dengan krim yang diambilnya tadi. Grogi juga, segera kuambil krem dan kulumuri dulu di tanganku kemudian secara perlahan kulumuri payudaranya. Gila rasanya kenyal dan lembut sekali. Perlahan kutelusuri buah dadanya yang kiri dan yang kanan dari pangkal sampai mendekati puting. Sementara tanganku mengelus dadanya, kulihat nafas tante tampaknya mulai tidak beraturan.
Sesekali mulutnya mengeluarkan bunyi, "Ahh.., ahh". Setelah melumuri seluruh payudaranya, tante memegang kedua tanganku, rupanya ia ingin mengajariku cara memijat payudara, gerakannya ialah kedua tanganku menyentuh kedua buah payudaranya dan melakukan gerakan memutar dari pangkal buah dadanya sampai mendekati puting susunya, tante meminta saya agar tidak menyentuh puting susunya. Segera kulalukan gerakan memutari buah kedua buah payudaranya, baru beberapa gerakan tante memintaku agar gerakan tersebut dibarengi dengan remasan pada buah dadanya. Tante semakin terangsang nampaknya terus ia memintaku, "aahh, Van tolong remas lebih keras". Tanpa ragu keremas buah dada yang indah tersebut dengan keras. Sambil meremas aku bertanya mengapa puting susunya tidak boleh disentuh? Tiba-tiba ia menjambak rambutku dan membawa kepalaku ke buah dadanya. "Van, Tante minta kamu hisap puting susu Tante", katanya sambil napasnya tersengal-sengal. Tanpa banyak tanya lagi langsung ku hisap puting susu kanannya. "Van, hisap yang kuat sayang.., aah", desah Tante Rina. Kuhisap puting susu itu, terus ia berteriak, "Lebih kuat lagi hisapanya".
Setelah sekitar 10 menit kuhisap puting di buah dada kanannya gantian buah dada kiri kuhisap. Sambil kuhisap buah dadanya tante membuka celananya sehingga dia dalam keadaan telanjang bulat. Kemudian dia membuka celanaku dan meremas penisku. Tante kemudian memintaku telungkup menindih tubuhnya, sambil menghisap-hisap payudaranya tante memegang penisku dan dimasukkan ke dalam lubang vaginanya. Setelah melalui perjuangan akhirnya penisku memasuki vagina tanteku. Semua ini dilakukan sambil mengisap dan meremas-remas buah dadanya. Pinggulku segera kugenjot dan terasa nikmat luar biasa sedangkan tante berteriak karena orgasme sudah dekat.
Tak lama kemudian tante nampak sudah orgasme, terasa di liangnya tegang sekali. Kemudian giliranku menyemburkan air maniku ke liangnya dan kami pun terdiam menikmati momen tersebut, setelah itu tante mencium bibirku dengan lembut. "Tadi nikmat sekali", katanya terus dia memintaku besok kembali memijat payudaranya, dan aku mengiyakan. Kemudian aku bertanya kepada tante kenapa dia begitu senang buah dadanya di sentuh dan dihisap, jawabnya ia tidak bisa melakukan hubungan seks kalau buah dadanya tidak dirangsang terus-menerus. Saat kutanya mengapa dia memilihku untuk melakukan hubungan Seks, dia menjawab dengan enteng, "Saat kamu mandi, tante ngintip kamu dan tante lihat penis kamu besar.."

Rahasia Tante Tanteku

Namaku Anto, aku tinggal bersama pamanku di Jakarta. Dia adalah salah satu contoh orang sukses. Mempunyai 6 orang istri yang cantik-cantik. Istri pertamanya bernama adalah Tante Endang usia 45 tahun, kedua Tante Rani usia 42 tahun, ketiga Tante Yani usia 39 tahun, keempat Tante Rina usia 37 tahun, kelima Tante Ratna usia 35 tahun, dan terakhir Tante Rini 33 tahun.
Pada suatu hari ketika akau ke villa, aku menemukan album foto di kamar Tante Yani, yang ternyata berisi foto bugil Tante-Tanteku. Kubolak balik foto-foto tersebut yang menampakkan tubuh-tubuh telanjang Tante-Tanteku, walaupun ada yang sudah berumur diatas 40 tahun seperti Tante Endang dan Tante Rani tapi tubuh mereka tidak kalah dengan keempat istri muda yang lain. Membuat aku terangsang dan ingin merasakan hangatnya tubuh mereka. Hingga ada ide gila untuk memperalat mereka melalui foto-foto tersebut. Mulai kususun rencana siapa yang pertama aku kerjain, lalu kupilih Tante Tante Endang (45 tahun) dan Tante Rina (37 tahun).Aku telepon rumah Tante Endang dan Tante Rina. Aku minta mereka untuk menemuiku di villa keluarga. Aku sendiri lalu bersiap untuk pergi ke sana. Sampai disana kuminta penjaga villa untuk pulang kampung. Tak lama kemudian Tante Endang dan Tante Rina sampai. Kuminta mereka masuk ke ruang tamu. "Ada apa sih Anto?" tanya Tante Endang yang mengenakan kaos lengan panjang dengan celana jeans. "Duduk dulu Tante," jawabku. "Iya ada apa sih?" tanya Tante Rina yang mengenakan Kemeja you can see dengan rok panjang. "Saya mau tanya sama Tante berdua, ini milik siapa?", kataku sambil mengeluarkan sebuah bungkusan yang di dalamnya berisi setumpuk foto. Tante Endang lalu melihat foto apa yang ditunjukkan olehnya."Darimana kamu dapatkan foto-foto ini?" tanya Tante Endang panik mendapatkan foto-foto telanjang dirinya. "Anto.. apa-apaan ini, darimana barang ini?" tanya Tante Rina dengan tegang. "Hhhmm.. begini Tante Endang, waktu itu saya kebetulan lagi bersih-bersih, pas kebetulan dikamar Tante Yani saya lihat kok ada foto-foto telanjang tubuh Tante-Tante yang aduhai itu," jawabku sambil tersenyum.
"Baik.. kalau gitu serahkan klisenya?" Kata Tante Rina. "Baik tapi ada syaratnya lho," jawabku."Katakan apa syaratnya dan kita selesaikan ini baik-baik," kata Tante Endang dengan ketus."Iya Anto, tolong katakan apa yang kamu minta, asal kamu kembalikan klisenya," tambah Tante Rina memohon. "Ooo.. nggak, nggak, saya nggak minta apa-apa, Cuma saya ingin melihat langsung Tante telanjang," kataku. "Jangan kurang ajar kamu!" kata Tante Endang dan Tante Rina dengan marah dan menundingnya. "Wah.. wah.. jangan galak gitu dong Tante, saya kan nggak sengaja, justru Tante-Tante sendiri yang ceroboh kan," jawabku sambil menggeser dudukku lebih dekat lagi. "Bagaimana Tante?" "Hei.. jangan kurang ajar, keterlaluan!!" bentak Tante Rina sambil menepis tanganku. "Bangsat.. berani sekali, kamu kira siapa kami hah.. dasar orang kampung!!" Tante Endang menghardik dengan marah dan melemparkan setumpuk foto itu ke wajahku. "Hehehe.. ayolah Tante, coba bayangkan, gimana kalo foto-foto itu diterima paman di kantor, wah bisa- bisa Tante semua jadi terkenal deh!!" kataku lagi.
Kulihat kananku Tante Endang tertegun diam, kurasa dia merasakan hal yang kuucapkan tadi. Kenapa harus kami yang tanggung jawab, "Tante-Tantemu yang lain kok tidak?" tanya Tante Endang lemas. "Oh, nanti juga mereka akan dapat giliran," jawabku. "Bagaimana Tante? Apa sudah berubah pikiran?" "Baiklah, tapi kamu hanya melihat saja kan?" tanya Tante Rina. "Iya, dan kalau boleh sekalian memegangnya?" jawabku. "Kamu jangan macam-macam Anto, hardik Tante Endang." "Biarlah Mbakyu, daripada ketahuan," jawab Tante Rina sambil berdiri dan mulai melepas pakaiannya, diikuti Tante Endang sambil merengut marah.
Hingga tampak kedua Tanteku itu telanjang bulat dihadapanku. Tante Endang walau sudah berusia 45 tahun tapi tubuhnya masih montok, dengan kulit kuning langsat dan sedikit gemuk dengan kedua payudaranya yang besar menggantung bergoyang-goyang dengan puting susunya juga besar. Turun kebawah tampak pinggulnya yang lebar serta bulu hitam di selangkangan amat lebat. Tidak kalah dengan tubuh Tante Rina yang berusia 37 tahun dengan tubuh langsing berwarna kuning langsat, serta payudaranya yang tidak begitu besar tapi nampak kenyal dengan puting yang sedkit naik keatas. Pinggulnya juga kecil serta bulu kemaluannya di selangkangan baru dipotong pendek.
"Ssudah Anto?" tanya Tante Endang sambil mulai memakai bajunya kembali. "Eh, belum Tante, kan tadi boleh pegang sekalian, lagian saya belum lihat vagina Tante berdua dengan jelas," jawabku. "Kurang ajar kamu," kata Tante Rina setengah berteriak. "Ya sudah kalo nggak boleh kukirim foto Tante berdua nih?" jawabku. "Baiklah," balas Tante Endang ketus, "Apalagi yang mesti kami lakukan?" "Coba Tante berdua duduk di sofa ini," kataku. "Dan buka lebar-lebar paha Tante berdua," kataku ketika mereka mulai duduk. "Begini Anto, Cepat ya," balas Tante Rina sambil membuka lebar kedua pahanya. Hingga tampak vaginanya yang berwarna kemerahan."Tante Endang juga dong, rambutnya lebat sih, nggak kelihatan nih," kataku sambil jongkok diantara mereka berdua.
"Beginikan," jawab Tante Endang yang juga mulai membuka lebar kedua pahanya dan tangannya menyibakkan rambut kemaluannya kesamping hingga tampak vaginanya yang kecoklatan. "Anto pegang sebentar ya?" kataku sambil tangan kananku coba meraba selangkangan Tante Endang sementara tangan kiriku meraba selangkangan Tante Rina. Kumainkan jari-jari kedua tanganku di vagina Tante Endang dan Tante Rina. "Sudah belum, Anto.. Ess..," kata Tante Endang sedikit mendesah. "Eeemmhh.. uuhh.. jangan Anto, tolong hentikan.. eemmhh!" desah Tante Rina juga ketika tanganku sampai ke belahan kemaluannya."Sebentar lagi kok Tante, memang kenapa?" tanyaku pura-pura sambil terus memainkan kedua tanganku di vagina Tante Endang dan Tante Rina yang mulai membasah.
"Eh, ini apa Tante?" tanyaku pura-pura sambil mengelus-elus klitoris mereka. "Ohh.. Itu klitoris namanya Anto, jangan kamu pegang ya..," desis Tante Endang menahan geli. "Iya jangan kamu gituin klitoris Tante dong," dasah Tante Rina. "Memang kenapa Tante, tadi katanya boleh," kataku sambil terus memainkan klitoris mereka. "Sshh.., oohh.., geliss.., To," rintih Tante Endang dan Tante Rina. "Ini lubang vaginanya ya Tante?" tanyaku sambil memainkan tanganku didepan lubang vagina mereka yang semakin basah. "Boleh dimasukin jari nggak Tante?"Kembali jariku membuka belahan vagina mereka dan memasukkan jariku, slep.. slep.. bunyi jariku keluar masuk di lubang vagina Tante Rina dan Tante Endang yang makin mendesah-desah tidak karuan, "Jangan Anto, jangan kamu masukin jari kamu.. Oohh..," rintih Tante Rina. "Jangan lho Anto.. sshh..," desah Tante Endang sambil tangannya meremasi sofa. "Kenapa? Sebentar saja kok, dimasukkin ya," kataku sambil memasukkan jari tengahku ke vagina mereka masing-masing. "Aaahh.., Anto..," desah Tante Endang dan Tante Rina bersama-sama mersakan jari Anto menelusur masuk ke lubang vagina mereka. "Ssshh.. eemmhh..!!" Tante Endang dan Tante Rina mulai meracau tidak karuan saat jari-jariku memasuki vagina dan memainkan klitoris mereka.
"Bagaimana Tante Endang," tanyaku mulai memainkan jariku keluar masuk di vagina mereka."Saya cium ya vagina Tante Endang ya?" tanyaku sambil mulai memainkan lidahku di vaginanya. "Sebentar ya Tante Rina," kataku. "Jangan.., sshh.. Anto.. ena.., rintih Tante Endang sambil tangannya meremasi rambutku menahan geli. "Gimana Tante Endang, geli tidak..," tanya Anto."Ssshh.. Anto.. Geli ss..," rintihnya merasakan daerah sensitifnya terus kumainkan sambil tangannya meremasi sendiri kedua payudaranya. "Teruss.. Anto," desis Tante Endang tak kuat lagi menahan nafsunya.
Sementara Tante Rina memainkan vaginanya sendiri dengan jari tanganku yang ia gerakkan keluar masuk. Dan Tante Endang kian mendesah ketika mendekati orgasmenya dan "Aaahh ss.., Tante sudah nggak kuat lagi," rintih Tante Endang merasakan lidahku keluar masuk dilubang vaginanya. "Tante Endang keluar Anto..," desah lemas Tante Endang dengan kedua kakinya menjepit kepalaku di selangkangannya. Tahu Tante Endang sudah keluar aku bangkit lalu pindah ke vagina Tante Rina dan kubuka kedua pahanya lebar-lebar. Sama seperti Tante Endang Tante Rina juga merintih tidak karuan ketika lidahku mengocok lubang vaginanya."Aah ss.., Antoo,.., enak ss..," rintih Tante Rina sambil menekan kepalaku ke selangkangannya.
Tante Rina di sofa dan kubuka lebar-lebar pahanya. Kubenamkan lidahku liang vagina Tante Rina, ku sedot-sedot klitoris vagina Tante Rina yang ssudah basah itu, "Teruss.., Antoo.., Tante.., mau kelu.. Aah ss..," rintih Tante Rina merasakan orgasme pertamanya. Anto lalu duduk diantara Tante Endang dan Tante Rina. "Gantian dong Tante, punyaku sudah tegang nih," menunjukkan sarung yang aku pakai tampak menonjol dibagian kemaluanku pada Tante Endang dan Bullik Rina. Kuminta mereka untuk menjilati kemaluanku. "Kamu nakal Anto, ngerjain kami," kata Tante Endang sambil tangannya membuka sarungku hingga tampak penisku yang mengacung tegang keatas. "Iya.., awas kamu Anto.. Tante hisap punya kamu nanti..," balas Tante Rina sambil memasukkan penisku kemulutnya.
"Ssshh.. Tante.. terus..," rintih Anto sambil menekan kepala Tante Rina yang naik turun di penisnya. Tante Endang terus menjilati penisku gantian dengan Tante Rina yang lidahnya dengan liar menjilati penisku, dan sesekali memasukkannya kedalam mulunya serta menghisap kuat-kuat penisku didalam mulutnya. Sluurrpp.. sluurpp.. sshhrrpp.. demikian bunyinya ketika dia menghisap. "Sudah.. Tante, Anto nggak kuat lagi..," rintih Tante Rina sambil mengangkat kepalaku dari vaginanya. "Tunggu dulu ya Tante Endang, biar saya dengan Tante Rina dulu," kataku sambil menarik kepala Tante Endang yang sedang memasukkan penisku kemulutnya."Tante Rina sudah nggak tahan nih," kataku sambil membuka lebar-lebar kedua paha Tante Rina dan berlutut diantaranya. "Cepatss.. Anto," desah Tante Rina sambil tangannya mengarahkan penisku ke vaginanya. "Asshhss..," rintih Tante Rina panjang merasakan penisku meluncur mulus sampai menyentuh rahimnya. Tante Rina mengerang setiap kali aku menyodokkan penisnya. Gesekan demi gesekan, sodokan demi sodokan sungguh membuatku terbuai dan semakin menikmati "perkosaan" ini, aku tidak peduli lagi orang ini sesungguhnya adalah Tanteku sendiri. Kuminta Tante Rina untuk menjilati vagina Tante Endang yang jongkok diatas mulutnya.
"Ushhss.. Geli dik," desis Tante Endang setiap kali lidah Tante Rina memasuki vaginanya. Sementara aku sambil menyetubuhi Tante Rina tanganku meremas-remas kedua payudara Tante Endang. Tiba-tiba Tante Rina mengangkat pinggulnya sambil mengerang panjang keluar dari mulutnya. "Ahhss.. Anto Tante keluar.. " "Sudah keluar ya Tante Rina, sekarang giliran Bu Endang ya," kataku sambil menarik Tante Endang untuk naik kepangkuanku.
Tante Endang hanya pasrah saja menerima perlakuannya. Kuarahkan penisku ke vagina Tante Endang Lalu Aaahh.. desah Tante Endang merasakan lubang vaginanya dimasuki penisku sambil pinggulnya mulai naik turun. Kunikmati goyangan Tante Endang sambil 'menyusu' kedua payudaranya yang tepat di depan wajahku, payudaranya kukulum dan kugigit kecil. "Teruss.. Tante, vagina Tante enak..," rintihku sambil terus dalam mulutku menghisap-hisap puting susunya. "Penis kamu juga sshh.." rintih Tante Endang sambil melakukan gerakan pinggulnya yang memutar sehingga penisku terasa seperti dipijat-pijat. "Sebentar Tante, coba Tante balik badan," kataku sambil meminta Tante Endang untuk menungging.
Kusetubuhi Tante Endang dari belakang, sambil tanganku tangannya bergerilya merambahi lekuk-lekuk tubuhnya. Harus kuakui sungguh hebat wanita seumur Tante Endang mempunyai vagina lebih enak dari Tante Rina yang berusia lebih muda. Sudah lebih dari setengah jam aku menggarap Tante Endang, yang makin sering merintih tidak karuan merasakan penisku menusuk-nusuk vaginanya dan tanganku meremasi payudaranya yang bergoyang-goyang akibat hentakan penisku di vaginanya. "Ssshh.. Anto, Tante mau keluar.." rintih Tante Endang."Sabarr.. Tante, sama-sama," kataku sambil terus memainkan pinggulku maju-mundur. "Aaahh ss.., Tante Endang keluar..," melenguh panjang. "Saya belum, Tante," kataku kecewa."Pake susu Tante aja ya," jawab Tante Endang jongkok didepanku sambil menjepitkan penisku yang ssudah licin mengkilap itu di antara kedua payudaranya yag besar, lalu dikocoknya."Terus, Tante enak ss..," rintihku.
Melihat hal itu Tante Rina bangun sambil membuka mulutnya dan memasukkan penisku ke mulutnya sambil dihisap-hisap. Tak lama setelah mereka memainkan penisku, mengeluarkan maninya menyempot dengan deras membasahi wajah dan dada Tante Endang dan Tante Rina."Terima kasih ya Tante," jawabku sambil meremas payudara mereka masing-masing.

Tagdur

Cerita ini dimulai ketika saya sedang menjalani program pendidikan untuk sekolah ke luar negeri di kota J tahun 1998 yang lalu. Akibat badai krismon yang datang tanpa permisi, keberangkatan saya terpaksa tertunda sampai keadaan membaik. Begitu pula dengan teman-teman yang lain. Banyak di antara mereka yang sudah bersekolah di luar negeri harus pulang karena nilai dolar yang menguat, salah satunya adalah Karina. Pertama kali bertemu ketikamasa orientasi, saya tidak begitu memperhatikan sosok ini karena sibuk dengan kesendirian saya. Masa perkenalan adalah hal yang paling menjengkelkan karena saya tidak suka untuk memulai sesuatu yang baru. Kolot memang. Singkat cerita, saya telah mengenal satu persatu teman-teman baru termasuk Karina.
Hari Senin, dua minggu setelah masa orientasi, saya datang lebih dulu dari yang lain. Saya langsung menuju kantin untuk makan siang sekaligus merokok. Ketika sedang asik makan, tiba-tiba pundak saya ditepuk dari belakang. "Makan kok nggak ngajak-ngajak?" tanya Karina. "Hmm... eh, Karin. Makan yuk," jawab saya seadanya dengan mulut setengah penuh. Dia langsung mengambil posisi pas di depan saya. "Makasih. Minta rokoknya yah." Dia langsung mengambil rokok Marlboro Lights saya. "Wah, rokok luar nih," katanya sambil menghidupkan rokok. Lagi-lagi dengan mulut setengah penuh saya menjawab, "He.. eh, abis yang dalem suka bikin batuk. Gatel lagi," kata saya. "Kalo lagi makan jangan ngomong. Pamali," katanya. Saya Cuma tersenyum, lalu meneruskan makan siang saya.
Beberapa waktu berlalu, tiba-tiba saya merasa risih dan mengangkat wajah saya. Mata saya bertatapan lurus dengan mata Karina yang ternyata terus mengamati saya selama makan. "Kok saya deg-deg-an sih?" tanya saya dalam hati. Lalu dia memalingkan muka kearah lain. Saat itu saya baru menyadari betapa cantiknya sosok ini. Matanya yang tajam dengan alis tebal danbulu mata lentik, hidung bangir dan bibirnya yang tipis mengingatkan saya dengan sosok Linda, mantan saya. Ada bulu-bulu tipis di atas bibirnya. Orang bilang, cewek yang begini nafsunya gede. Selesai makan, saya teruskan dengan merokok, kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan. "Abis makan nggak ngerokok, seperti dipukulin sama anak kecil sekampung di depan rumah, terus nggak ngebales lagi!" kata seorang teman saya waktu SMA dulu.
"Nanti kita kelas jam berapa sih?" tanya saya basa-basi. "Satu jam lagi," katanya. Kami mulai bercerita apa aja, dari mulai keadaan kota J yang macet, keadaan yang makin memburuk, sampai sedikit masalah pribadi. "Kamu udah punya pacar, Dre?" tanya Karina. Saya terdiam sesaat. "Pernah punya sih. Namanya Linda. Sempet jadian selama 2 tahun, eh, dia ngelaba sama temen karib saya. Kita bubaran begitu aja. Nggak ada kata maaf atau alasan apapun dari dia..." jawab saya berat. Karina menangkap maksud saya, "Sorry, I didn't mean to..." "Oh, gak apa-apa. Lagi pula saya seneng sama keadaan saya sekarang. Single fighter. Ke mana aja bebas, nggak peduli lagi soal jam ngapel. Nggak ada lagi yang memonitor lewat HP, kecuali ortu sama temen-temen," kata saya sambil tersenyum.
Kami terdiam sesaat. "Kalo kamu gimana?" tanya saya memecah kesunyian. "Udah di ambang kehancuran sih. Cowok saya itu super protektif. Saya dilarang ini-itu. Nggak boleh nelpon siapa-siapa kecuali dia. Saya nggak boleh punya temen cowok. Pokoknya lebih galakan dia dari nyokap saya," katanya. Saya cuma tersenyum sambil menatap wajahnya yang cantik dan menggairahkan. "Kamu kok dari tadi senyum-senyum aja sih. Jangan-jangan....?" tanya Karinasambil menatap saya penuh curiga. Saya terbatuk mendengar pertanyaannya yang aneh. "Maksud kamu apa sih?" "Ah.. nggak. Nggak ada apa-apa. Cuma..." "Cuma apa, Rin?" tanya saya penasaran. Sebelum menjawab pertanyaan saya, teman-teman yang lain datang. "Ciee... beduaan aja nih?" tanya seorang dari mereka. Kami cuma tersenyum acuh. "Kita lanjutin nanti," kata saya pelan yang dibalas oleh anggukan.
Lecture selama dua jam akhirnya selesai. Dengan semangat saya langsung keluar menuju tangga darurat tempat kami biasa merokok. Untungnya ada setengah jam waktu istirahat. Nggak lama setelah saya duduk di tangga, Karina masuk dan langsung duduk di sebelah saya. Saya menawarkan rokok yang langsung diambilnya dengan cepat. Lalu saya sodorkan lighter. Sebenarnya saya kurang suka dengan cewek perokok, tapi tidak dengan Karina. Dia terlihat lebih seksi dengan rokok di sela-sela jarinya. "Saya nggak ngerti loh gurunya tadi ngomong apa. Inggrisnya berantakan sih." Karina membuka pembicaraan. Saya tanggapi dengan tertawa kecil. "Kamu aja yang udah pernah sekolah di luar nggak ngerti. Apalagi saya," tanggap saya. Karintersenyum. Memabukkan sekali senyumannya itu.
Diam-diam saya mengamati posturnya. "Hmm... kira-kira 34C. Gede juga," pikir saya sok tau. "Saya boleh curhat nggak ke kamu?" tanya Karina. "Boleh.. asal dibayar yah," kata saya sambil ketawa. "Hmm, matre juga yah kamu," kata Karina rada ketus. Tapi saya tau kalau dia cuma bercanda. "Cerita deh," lanjut saya. "Menurut kamu saya harus gimana ke Erik? Saya nggak betah diperlakukan seperti ini. Jenuh," Karina berkata sambil menghisap rokoknya. "Linda juga memperlakukan saya seperti itu. Tapi nggak keterlaluan sih. Lagi pula saya kan mau bebas juga. Kalo bergaul sama laki-laki terus, lama-lama saya jadi homo. Akhirnya, yah.... kita putus begitu aja," kata saya. "Kalau putus, saya nggak bisa sayang-sayangan lagi dong, Dre," kata Karina. Nggak tau atas dasar apa saya langsung ngejawab, "Kan masih ada Andre." Karina terkejut menatap saya. "Upss, dasar bego!" pikir saya. Karina hanya tersenyum.
"Tapi masih ada Linda di hati kamu, Dre. Saya nggak mau ngerusak hal itu," lanjutnya. "Like I said before, Rin. Saya single fighter sekarang," jawab saya. Dia tertawa, lalu menyenderkan kepalanya kepundak saya. "Dua minggu itu gak lama loh, Dre. Tapi kok rasanya saya sudah mengenal kamu lebih jauh yah...." kata Karina sambil mengusap-usap paha kiri saya. Darah saya bergejolak. Satu tahun tanpa belaian wanita adalah waktu yang cukup menyiksa buat saya. Saya cium rambutnya. Harum. "Boleh saya mengenal kamu lebih jauh, Rin?" tanya saya sambil merangkulkan tangan ke pundaknya. Karina Cuma tertawa. Saya angkat wajahnya, lalu mencium bibirnya pelan. Mata Karina terpejam, menikmati ciuman saya.
Merasa mendapat balasan, saya lanjutkan dengan permainan lidah ke mulutnya. Karina membalas dengan hangat. Perlahan tapi pasti, tangan saya merayap ke dadanya, lalu menekan bukit indah itu pelan. Karina melenguh. Tidak ada penolakan, saya meremas yang dibalas oleh pagutannya. Tiba-tiba saya teringat bahwa kami belum lama berkenalan. Saya menarik ciuman saya. Bibir Karina terasa tidak ingin mengakhiri ciuman ini. "Rin, apa saya terlalu jauh?" tanya saya. Karina menggeleng pelan sambil tersenyum. "Kamu bilang mau mengenal saya lebih jauh. Teruskanlah, Dre," jawabnya. Saya kembali meneruskan permainan kami yang tertunda. Sambil ciuman, tangan saya mulai merambah ke dalam bajunya. Karina mendesah halus. Tangannya terus mengusap paha saya, sambil melangkah lebih jauh ke arah pangkal paha. Karina lalu melirik ke tonjolan di celana saya. "Adik kamu bangun yah Dre? Kasian yah, udah lama nggak ada yang mainin?" Tangan Karina mengusap-usap 'adik' saya. Birahi saya memuncak. Saya sudah tidak peduli lagi di mana kami berada.
Saya ajak Karina berdiri, menyandarkannya ke tembok, lalu mengangkat kaos dan meremas bukit kembarnya. Kami terus berciuman. Penuh nafsu. Saya cium, jilat, dan gigit lehernya yang putih. "Hmmm, shh, uuh.." Karina mendesah. Saya buka tali branya lalu menjilati bukitnya yang kenyal dengan putting yang merah muda mengeras. Saya jelajahi bagian dadanya dengan sapuan lidah dan ciuman, menekan bukitnya dan menciumi keduanya bergantian. Ciuman danjilatan di bukitnya membuat Karina mendesah, "Mmmh... Dre, shh... aahh." Dia mengambil jari saya lalu mengulumnya. Saya jilati perlahan putingnya lalu menggigit dan menghisap perlahan. Suara Karina mengulum jari saya membuat 'adik' saya tambah keras. "Mhh... shh, mmhh... mmhh... shhh, ahh... terus, Dre." Karina mengerang penuh nafsu. Saya remas dan angkat kedua bukitnya, menghisap sekaligus menggigit putingnya bergantian. Tangan kirinya membukaretsleting saya. Untungnya saya memakai boxer yang ada kancingnya.
Dengan cepat, Karina membuka kancing boxer saya, lalu meremas 'adik' saya yang berukuran sedang dengan diameter yang cukup besar. Dengan gerakan maju-mundur, Karina mengurut-urut 'adik' saya yang sudah mulai mengeluarkan pelumas.
Kami pindah posisi. Dengan posisi setengah duduk di tangga, saya buka celana jeansnya. Karina menatap sayu. Saya hanya tersenyum. Dia membantu saya dengan meluruskan kakinya, memudahkan saya untuk membuka jeansnya. Saya nikmati ketebalan di sela-sela pahanya dengan jari saya. Dari sela-sela cd-nya, jari saya memainkan clitorisnya. Karina mendesah penuh nafsu, "Dre, shh... mmmm." Saya ciumi pahanya yang putih mulus sambil memainkan jari di arah labium minoranya. Dengan gemas, saya gigiti pahanya lalu menempelkanlidah saya sampai ke pangkalnya. Karina meremas kedua bukitnya penuh nafsu, dengan lidah menjilati bibirnya berulang-ulang. Saya buka cd putihnya.
Tercium bau khas vagina yang lembab. Saya ciumi vagina yang mulai basah berlendir itu. Karina tetap mengerang dan mendesah pelan. Takut terdengar oleh penghuni gedung lainnya. Lidah saya menusuk-nusuk kedalam vaginanya. Sesekali saya jilati clitnya dan menghisap pelan. Saya masukkan jari saya ke dalam vaginanya, memijat gelembung kecil di dinding dalam di balik clitnya. Karina menjambak rambut saya. Kakinya mengejang, mengikuti urutan jari sayadi g-spotnya. Saya gerakan lidah saya naik-turun di clitnya. "Ahh, Dre... shh... terus, Dre.. shh.. ah." Lagi-lagi Karina mengerang nafsu. Vaginanya basah kuyup oleh lendir bercampur ludah saya. Saya terus menghisap clitnya sambil menekan-nekan g-spotnya. Jari saya menjalar-jalar di bagian dalam vaginanya, saya keluar-masukkan, dan kemudian kembali memijit-mijitg-spotnya. Thanks to Linda, saya jadi tau di mana letak dan rasanya g-spot.
Permainan lidah di clit dan pijitan jari di g-spot saya percepat. Desahan nafas dan erangan Karina menandakan gejolak birahi yang memuncak. Nggak berapa lama, Karina tampak mengejang, "Dre, ahh... saya... mhh.. shh.. ahhh..." Tubuh Karina mengejang-ngejang sesaat diiringi oleh erangan nafsunya. Di puncak klimaksnya, saya tatap wajah Karina yang mengerang. Begitu indahnya pemandangan ini.
Saya duduk di sampingnya. Karina memakai kembali cd dan jeansnya. "Dre, makasih yah." Karina berkata lalu mencium pipi saya. "Sekarang giliran kamu," Tangannya mulai membuka kancing jeans saya, lalu mengurut 'adik' saya yang mulai tidur. "Bangun dong adikku sayang," kata Karina sambil tertawa. Urutan lembut Karina membangkitkan kembali semangat 'adik' saya. Lalu Karina menjilati pelumas yang keluar dari 'adik' saya itu. Seperti memakan eskrim, Karina memainkan lidahnya di arah batang sambil mengurut kantong 'adik' saya yang ikut-ikutan mengeras. Karina mengurut batang saya dengan bibirnya sambil menghisap. "Ugh, Rin..." Hanya itu yang keluar dari mulut saya. Lalu Karina mengulum adik saya sampai setengah. Kepala Karina bergerak naik turun, sesekali mencoba mengulum penuh 'adik' saya yang berukuran 15 cm itu. Saya sadar bahwa ini bukan yang pertama buat Karina. "Whatta heck lah!"pikir saya. Toh saya juga pernah 'bermain' dengan Linda dan beberapa teman wanita lain.
"Ini adik kedua yang saya mainin," kata Karina di sela-sela kerjaannya. "I'm clean, Rin. Saya nggak pernah jajan kok," kata saya polos. Karina tersenyum dengan mulut tersumpal 'adik' saya. Gerakannya dipercepat. Saya melenguh nikmat sambil menuntun kepalanya naik-turun. Bunyi berdecak terdengar saat Karina mengulum-ngulum 'adik' saya. Sesekali lidahnya menjilati helm 'adik' saya yang basah oleh liurnya. Karina juga mengigit kecil 'adik' saya yang membuat dengkul saya gemetar. "Mmmuach... shh.. ugh, Dre, mmh.. mmmh.. mmmh." Karina mengulum-ngulum 'adik' saya dengan mata menatap lurus ke mata saya. Lidah Karina menjilati 'adik' saya dari pangkal sampai helm. Lalu dia melanjutkan kulumannya sambil berdecak-decak. Sebelum saya memuntahkan cairan yang berprotein sama dengan dua gelas putih telur (kata guru biologi SMA dulu), saya menghentikan permainan Karina. "Rin, stop dulu, yang," kata saya pelan. Dia berhenti lalu menatap saya. "Ada apa, Dre?" tanyanya. "Boleh saya merasakan dirimu, sayang?" saya belai rambutnya yang panjang sepundak itu. Karina tersenyum, "Lakukan apa maumu, Andre sayang." Tanpa menunda lebih lama, saya suruh Karina membuka jeans dan cdnya, lalu saya turunkan jeans saya sampai dengkul. Dengan posisi setengah tidur, saya tuntun dia untuk duduk di atas 'adik' saya sambil berpegangan ke tembok.
Dengan tangan kanan menumpu keseimbangan, tangan kiri Karina menuntun 'adik' saya ke lubang kenikmatannya. Lalu saya peluk dia untuk menjaga keseimbangannya. Kami mendesah bersamaan dengan masuknya 'adik' saya ke lubang hangat Karina. Meskipun bukan perawan lagi, vagina Karina tetap sempit. Mungkin karena diameter 'adik' saya yang cukup lebar ataumungkin dia merawat tubuhnya dengan jamu. "Bodo amat," pikir saya lagi. Dengan gerakan perlahan, kami bercinta dengan posisi setengah duduk. Karina memeluk tubuh saya agar tetap seimbang. "Ugh, Rin... sempit sekali.. shh.. ahh." "Dre, shh.. mmm.. enak banget sih 'adik' kamu.." balas Karina. Saya membantu gerakannya dengan menaik turunkan pinggulnya. Karina menguasai permainan sambil sesekali memutarkan pantatnya. 'Adik' saya serasa dipijit-pijit.Lalu tangan Karina menggosok-gosok kantung ajaib doraemon 'adik' saya. Gerakan kami semakin cepat. Untuk mengurangi erangannya, saya kulum bibir Karina. Erangannya yang tertahan membuat nafsu saya semakin membakar. "Ugh.. shh... ah, Dre.. mmmh... shh, ahh..." Sesekali dilepaskannya ciuman saya untuk mengerang.
Saya rebahan agar Karina lebih leluasa menaik-turunkan tubuhnya. Dia mengambil posisi jongkok. Saya melihat 'adik' saya keluar masuk vagina Karina. Bibir vaginanya terlihat seperti mengulum-ngulum batang 'adik' saya. Suara berdecak terdengar sesekali akibat vagina Karina yang basah berlendir. Saya basahkan jari saya dengan liur, lalu mengosok-gosok clitnya. Karina makin terbakar. "Ugh.. shhh, ahhh... terus, Dre, akh.. mmhh... shhh.. uuh, uhh..." Karina mengoyangkan pinggulnya dengan tangan bertumpu ke tembok dan pegangan tangga. Tangan saya meremas pantatnya sambil mengikuti gerakan naik-turunnya.
Kemudian kami ganti posisi. Karina mengambil posisi merangkak. Saya ciumi pinggulnya dan pantatnya yang putih. "Andre sayang, cepetan dong.. nggak tahan nih..." pintanya. Saya basahi vaginanya dengan jari dan liur saya, lalu memain-mainkan helm 'adik' saya di mulut vaginanya. Karina mendesah, "Ugh.. shh, Dre..." Tangan kirinya menekan pantat saya untuk segera memasukkan 'adik' saya ke vaginanya. Saya langsung membenamkan 'adik' saya sepenuhnya ke lubang kenikmatan Karina. "Ugh... shh.. ahh.... Dre." Dia mengerang bercampur perih. Saya mulai bergerak maju mundur penuh nafsu. Erangan dan desahan silih berganti. Kadang saya tepuk pantatnya yang membuat Karina mengeluh nikmat. Dia membantu proses dengan memaju mundurkan pantatnya berlawanan dengan irama saya. Begitu saya tekan, dia dengansigap memundurkan pantatnya, seakan-akan ingin melahap 'adik' saya sampai habis ke akar-akarnya.Setelah belasan menit, Karina tampak mempercepatkan gerakannya. "Dre... Karin mau, shhhaa... ahh.. mmh.. aahhh, Andre sayang... shhh.. ahhhhh.." Tubuh Karina mengejang mencapai klimaksnya. Saya makin mempercepat gerakan saya agar 'adik' saya juga muntah. "Rin.. shh... saya juga... uhhg... ughh... hhhm..." Saya tekan sekuat-kuatnya 'adik' saya sampai Karina meringis. Seiringan dengan keluarnya cairan hangat dari 'adik', pantat saya menekan kuat sambil menarik pinggulnya ke belakang. Sebelum berdiri, saya mengeluarkan sapu tangan untuk menghalangi tumpahan dari vaginanya. Setelah bersih dari 'cairan surgawi', Karina memakai cd dan jeansnya. Karina memegang muka saya dengan kedua tangannya sambil menempelkan hidungnya ke hidung saya. Kami berdua tersenyum puas. Sesaat kami berciuman. "Dre, makasih lagi yah," katanya. "Saya nggak mau ini berakhir, Rin. Nggak tau kenapa, saya nggak mau kehilangan kamu," kata saya. Perasaan ini tiba-tiba muncul begitu saja. Karina hanya tersenyum manis. "Sapu tangannya biar nanti Karin cuci, yang," katanya manja. Lalu kami merapikan pakaian. Karina menjepit rambutnya yang terlihat sedikit acak-acakan.
Saya mengeluarkan rokok dan menyodorkannya ke Karina. "Nanti ajalah," katanya. "Smoking after sex itu enak loh, Rin," kata saya sambil menghidupkan rokok. Baru sekali hisap, dia ambil rokok saya lalu menghisapnya. Kami berdua tertawa ambil bertatapan. Pas Karina menyerahkan rokok ke saya, tiba-tiba pintu terbuka. Teman saya yang bernama Heri munculsambil tersenyum penuh curiga. "What?!" tanya saya. "Nah, ya.. gua tau sekarang...." katanya. Karina tersentak. Saya merasa seperti naik roller coaster yang turun dengan cepat. Muka saya terasa tebal. Pucat.
"Elo berdua pacaran yah? Kok ngerokoknya saweran begitu?" tanya Heri. Astaga, saya kira dia mengetahui apa yang kami lakukan tadi. Karina menghela nafasnya sambil tersenyum lega. "Rokok gue tinggal sebatang. Nggak ada salahnya kan kalo saweran. Elo mau? Nih..." Saya sodorkan rokok ke Heri. Dia tertawa senang. "Sip... ini namanya temen. Sebatang saweran," katanya sambil menghisap rokok. "Siapa bilang saweran rokok itu berarti pacaran? Buktinyaelo saweran sama Andre, berarti kalian berdua pacaran dong," kata Karina. "Weits, enak aja kalo ngomong. Si Andre tuh yang hombre.." kata Heri. Saya cuma tertawa. "Udah dikasih rokok malah begitu.." tanggap saya. Kami bertiga tertawa. Dalam tawanya, Karina menatap saya, lalu saya balas dengan anggukan pelan. Hal ini akan terus berlanjut, entah besok atau lusa. Yang pasti nggak bakal di tangga darurat lagi.

Titi Kamal

Suatu malam minggu di Night Club Terkenal di Jakarta, Titi Kamal sedang asyik larut dalam suasana. Ia hanyut dalam gairah hentakan house music yang mengentak jantung. Martini demi martini mengalir membasahi tenggorokannya, di tambahdengan sebutir pink lady membuat Titi trance.
Titi naik ke atas meja bar dan mulai menari erotis, tubuhnya yang berbalut tanktop putih dan rok span hitam pendek dan high heel dengan tali sampai ke lutut mengentak, mengayun, meliuk erotis. Hasratnya meluap, keringat membasahi tubuhnya, dan memetakan dengan jelas payudaranya di tanktop itu.
Seorang bartender naik ke meja membawa pitcher beer dan mengguyur Titi dengan beer itu. Body montok Titi makin jelas, Titi makin liar, pengunjung makin trance. Titi turun ke tengah dance floor, menghentak makin liar. Ia meloloskan tanktopnya, dan menyembullah toket indahnya yang tidak berbalut bra. Pengunjung bersorak riuh, mereka memberi ruang di tengah dance floor, menyaksikan liarnya sang bintang.
Tak lama kemudian rok spannya lucut dari tubuhnya, kini Titi hanya berbalut g-string dan high heel nya, dan sebutir butterfly masuk ke dalam aliran darahnya dan membuat Titi makin trance.
Dua orang pengunjung maju dan mengentak bersama Titi. Mereka saling menggerayangi, berpagutan liar, dan g-string Titi entah terlempar ke mana. Tak lama kedua orang itupun bugil dan menempel Titi dari depan dan belakang. Mereka makin liar, pengunjung lain bersorak riuh melihat kegilaan mereka, mereka mensandwich Titi yang sudah basah oleh keliarannya sendiri. Titi hanyut dalam hentakan mereka, remasan, jilatan, ciuman mereka, bendungan Titi jebol dan teriakan orgasmenyadi sambut riuhnya gemuruh sorak sorai pengunjung lainnya.
Kemudian Titi direbahkan di tepi panggung dj, kakinya menjuntai ke bawah, dan satu persatu pengunjung maju dan menyetubuhi Titi dengan brutal, di vagina dan anusnya. Titi malah menjerit keenakan, makin brutal mereka, makin bersemangat dirinya.
Ia bersimpuh kembali ditengah dance floor dan mendeep throath semua penis yang ingin merasakan nikmatnya mulut sensual Titi. Sperma demi sperma masuk ke kerongkongan Titi, anus dan vaginanya, serta belepotan di wajah dan sekujur tubuhnya, toketnya makin membusung, akibat remasan tangan-tangan nakal.
Buterfly itu memang hebat, stamina Titi tidak merosot malah makin tinggi. Titi benar-benar lupa diri, ia rela diperlakukan model apa saja oleh pengunjung yang sama sekali tak dikenalnya. Bahkan ketika ia dirantai di lehernya dan di arak keliling Night Club sambil merangkak bagai anjing dan di setubuhi di ketiga lubang kenikmatannya, juga ketika mereka meminta Titi menjilati anus mereka.
Pengunjung wanita juga tak kalah heboh, mereka juga yang sudah birahi tinggi, ikut larut dalam kegilaan bersama Titi. Mereka menciumi, menggerayangi tubuh masing-masing, berfrench kiss dengan Titi, bermain dengan payudara masing-masing, dan ber-69 menjilati vagina masing-masing. Titi juga melayani untuk berfinger fuck, bahkan fist fuck di anus dan vaginanya yang sudah luber dengan sperma yang entah punya siapa, dan keliaran itu terus berlangsung sampai mereka semua tak sanggup lagi bangun untuk bertindak liar lagi. Titi benar-benar bintang kemeriahan malam itu.

Sekertaris Pribadi

Selepas sekolah aku kuliah di akademi sekertaris. Aku pisah dengan keluarga dan tinggal sendiri. Tak jarang rasa sepi terasa saat jauh dari keluarga. Untunglah aku memiliki teman akrab yang dapat menghilangkan rasa sepi. Namanya Selly ia teman kampusku dan kebetulan kami satu kost.
Selly memang supel. Ia memiliki banyak teman dan kenalan. Sering ia memperkenalkan aku dengan teman-temannya. Tak jarang teman prianya mencoba untuk berpacaran denganku. Katanya sih aku cantik dan memiliki penampilan yang begitulah. Akhirnya aku berpacaran dengan kenalan Selly. Namanya Daniel. Ia sangat gigih untuk meluluhkan hatiku. Bisa dibilang temanku Selly memiliki pergaulan yang bebas. Memang ia memiliki banyak pacar dan tak jarang mereka menginap di kamar Selly. Memang tempat kostku bagus dan bebas. Dan terkadang pacarku sering pulang malam. Tapi kami hanya mengobrol dan tidak melakukan apa-apa. Mungkin, karena Daniel cara berpacarannya jauh, terkadang ia mencoba untuk menaklukan tubuhku.Baru kali aku menerima pria sebagai pacarku. Awalnya Daniel mencoba untuk mencium bibirku. Tapi aku menghindar dan menolaknya. Tapi karena usahanya yang gigih akhirnya bibir ini kuberikan. Hampir setiap bertemu ia melahap bibirku. Seakan tiada pertemuan tanpa berciuman. Tahap demi tahap usahanya berhasil membuatku memberikan tubuhku. Mulai dari bibir, dadaku dan kepolosan tubuhku yang tanpa sehelai pakaian. Kecuali keperawananku. Sering Daniel meminta keperawananku. Tapi kutolak, kuanggap sudah semua kuberi. Kecuali satu ini. Setiap bertemu tubuhku selalu polos, karena Daniel selalu melucuti pakaianku. Awalnya aku merasa canggung. Awalnya aku hanya kasihan, mungkin karena kelembutan Daniel aku malah menyukai hal ini.
Aku memiliki komputer di kamar kostku. Sering Daniel membawakan film. Tapi lama-lama aku diajak nonton film XX. Awalnya aku risih, karena merasa lihat tubuh sendiri. Aku jijik melihat adegan-adegan itu. Tapi karena Daniel memberikan kelembutan disaat kami menonton, perlahan aku suka. Kuanggap sebagai pelajaran. Beberapa lama kemudian aku mempraktekkannya. Aku mencontoh beberapa adegan dan aku menyukainya. Sampai kuberikan liangku, tapi aku tetap perawan karena hanya liang belakangku yang kuberikan. karena kasihan terhadap Daniel yang menginginkan bersetubuh denganku.
Awalnya aku agak risih dan aneh. Tapi rasa nikmat yang kurasakan malah membuatku ketagihan. Sampai-sampai aku beronani saat kusendiri. Makin diasah rasanya aku makin butuh. Sampai kurobek sendiri selaput daraku dengan jari-jariku. Daniel tidak tahu hal ini. Kurasakan kenikmatan yang berbeda disaat liang vaginaku dimasuki sesuatu.
Saat malam minggu, Daniel dan aku bercumbu seperti biasanya. Sampai kami benar-benar terangsang dan sodomi kami lakukan. Aku menikmatinya, entah Daniel. Beberapa kali kurasakan semburan Daniel di liang anusku. Sampai-sampai liangku sangat licin. Akhirnya aku kelelahan dan kulihat Daniel ke kamar mandi. Sesaat kuterlelap. Beberapa lama kuterlelap. Sesaat kutersadar dan kurasakan kakiku mengangkang lebar. Terasa sentuhan yang lembut merangsang daerah sensitifku. Dengan reflek, dada dan daguku terangkat tinggi. Ah, birahiku mengalir di dalam darahku. Sesaat nafasku berburu, kumendesah. Kemudian kurasakan tubuhku dipeluk. Kurasakan bibir vaginaku tersentuh sesuatu. Perlahan suatu benda memasuki liang vaginaku. Sekejap kutahan nafas dan kurasakan nikmat seiring benda yang memasuki liangku. "Ooouuhh," terucap seiring liangku tertancap dalam. Mataku tak dapat kubuka lebar karena kunikmati kejadian ini. Perlahan terlihat sosok Daniel.
Kurasakan Daniel mengeluar-masukkan miliknya perlahan. Mengapa kurasakan kelembutan dan kenikmatan dari sentuhannya. Beberapa lama kurasakan semburan di liangku. Aahh, rasanya, membuat rasa yang.. Sesaat kemudian kurasakan puncakku. Kudekap erat Daniel dan sesaat tubuhku menegang. Setelah itu kubenar-benar tersadar dan rasa bingung, sedih, kecewa dan senang bercampur aduk di hatiku. Rasa malu tersimpan di hatiku. Harga diriku sesaat hilang bersama persetubuhan itu. Beberapa kali Daniel menyetubuhiku. Tapi rasa klimaks yang kurasakan setiap berhubungan, membuatku ketagihan.
Akhirnya aku lulus kuliah. Dan Aku menjadi sekertaris. Bosku baik. Ia sudah menikah. Kurasakan orangnya lembut. Entah mengapa, lambat laun aku menyukainya. Perasaan sama kurasakan dari sikapnya. Kulihat ia rajin datang. Kami sering bersama dan kami sering mengobrol di dalam ruangannya. Awalnya kami berbincang. Akhirnya kami saling terbuka dan membicarakan tentang hal yang pribadi. Sesaat kami bertatapan. Rasa getaran yang kuat mengalir di tubuhku di saat dekat dengannya
Mungkin karena rokku yang pendek membuat ia terangsang. Beberapa kali tangannya menyentuh pahaku. Awalnya aku ingin menolaknya. Tapi apa salahnya, maka kubiarkan. Karena sikapku ini Pak Rian semakin sering memegang pahaku. Tak jarang ia mengelus-elus dan bertahap menyusup ke selangkanganku. Sebenarnya aku ingin menepis perbuatannya. Mungkin karena aku menyukai, sentuhannya maka kubiarkan. Tampaknya ia merasa dapat lampu hijau dariku. Tangannya awalnya meraba pahaku dan akhirnya merembet ke selangkanganku, aku bingung haru berbuat apa. Aku hanya bisa diam, kemudian ia mengangkat rokku, merangkulku. Bibirnya menciumi kupingku, leher dan bibirku. Aku bingung harus bagaimana.
Hari-hari berikutnya ia melakukan hal ini terus. Suatu saat ia mencumbuku, kurasakan tangannya perlahan mengelus dari pahaku, pinggul, perut dan naik ke dada. Sesaat kami terdiam. Rasa campur aduk di hatiku. Serasa aku ingin memarahinya. Tapi aku tak dapat. Ia atasanku, dan sebetulnya aku menyukai hal ini.
Karena kuterdiam ia semakin menjadi. Dadaku ia raba-raba lalu diremasnya. "Dadamu empuk ya, besar loh," bisik bosku. Kurasakan di dadaku mengalir rangsangan. Putingku terasa mengeras, nyilu dan nikmat. Rasanya kusuka. Kutak sanggup bergerak karena birahiku muncul. Beberapa lama kurasakan tangannya menikmati dadaku. Kemudian bibirku juga ia nikmati. Kurasakan bibirku dilahap dengan nafsunya. Beberapa lama mulai kurasakan kelembutannya. Kubalas kecupan bibirnya, lidahnya dan hisapan terhadap air liurku.
Beberapa lama kurasakan tanganku mulai sanggup bergerak. Perlahan kugerakkan dan kuhampiri pipinya. Lalu pipinya tersentuh tanganku dan kuelus-elus sebagai tanda kumenikmatinya. Kurasakan kemejaku keluar dari rokku. Ternyata Pak Rian mengangkatnya. Tangannya kurasakan menyusup dari perutku. Kurasakan sentuhan tangannya membuai perut lalu naik mendekap braku. Terbuai kulit dadaku. Beberapa lama kemudian tangannya menelusuri tali BH-ku dan akhirnya sampai dikaitan BH-ku.
Kurasakan tangannya mengelus punggungku sesaat. Lalu kurasakan kaitan bra-ku lepas. Pak Rian melepaskannya. Kurasakan jemarinya berjalan meraba punggunku dan akhirnya mendekap buah dadaku. "Tanpa bra lebih besar, lebih terasa," bisik Pak Rian. Kurasakan tubuhku memasrah. Jemarinya memainkan putingku. Rasanya nyilu dan nikmat. Sekilas wajahku ke samping dan tertunduk. Perlahan kuhisap dan kugigit lembut bibir bawahku. Dadaku terangkat dengan reflek, seakan kusodorkan ke Pak Rian.
Kurasakan tangan Pak Rian keluar dan tak menyusup lagi. Bibirku ia kecup lagi. Perlahan tangannya kurasakan menyusup di celah lengan kemejaku. Tali bra-ku kurasakan ditariknya keluar sampai ke ujung jemariku tanganku. Sesaat kemudian taliku yang satunya juga ia lepaskan, kini tiada yang menahan bra-ku. Kemudian tangannya menyusup ke dalam kemejaku lagi. Penyangga buah dadaku kurasakan turun dan lepas keluar ditarik tangannya. Sesaat kurasakan putingku menyentuh langsung kemejaku. Lalu tangannya meremas-remas kemejaku yang menutupi langsung buah dadaku. Kemudian kurasakan putingku ia gelitik dengan lembut. Aahh, nikmat rasanya.
Sesaat terdengar dering telpon. Kami terhenti dan Pak Rian segera mengangkatnya. Sesaat terlihat kedua titik dadaku oleh mataku. "Kamu temenin aku nanti ya!" sahut Pak Rian kepadaku saat berbincang di telepon. Aku rasa aku harus memakai bra-ku lagi. Tidak enak bila terlihat karyawan lain. Sesaat kulepaskan kancingku satu persatu dan kulepaskan kemejaku sambil membelakangi Pak Rian. Sesaat kurasakan tubuhku didekap dari belakang. "Badan kamu bagus," sambil tangannya meraba dan meremas buah dadaku lagi. Telingaku ia cumbu. Kemudian ia ajak lagi aku ke tempat duduk. Lalu ia duduk dan kedua tanganku ditarik sehingga aku mendudukinya secara berhadapan. Rokku terangkat dan celana dalamku terlihat jelas. Mulutnya segera melahap dadaku. Salah satu tangannya memelukku dan satunya lagi menikmati dadaku yang tersisa. Mataku terpejam sambil menikmati sentuhannya.
Beberapa lama ia menikmati buah dadaku. Ada teleon berbunyi. "Uah dulu, kita berangkat ya," ucapnya setelah beberapa lama melahap tubuhku. Aku segera memakai dan merapikan pakaianku. Ia memintaku menemaninya rapat di pantai utara Jakarta. Setelah itu kami menyempatkan berbincang sambil melihat matahari terbenam di ujung laut.
Perlahan sore selesai dan mendung perlahan menutupi langit. Angin perlahan berhembus kencang dan gerimis turun. Akhirnya kami bergegas masuk kemobil. Perlahan hujan turun. Suasana di luar terlihat gelap. Rasa tenang aku rasakan di dalam mobil. Setelah lama mengobrol di mobil. Kulihat di sekitar mobil banyak yang berhenti parkir dan kadang ada yang bergoyang.Mata Pak Rian kulihat menatapku. Lalu ia pindah ke tempat dudukku. Bibirnya segera melahap bibirku. Aku tak mau kalah dan kami bersaing. Kurasakan buah dadaku diraba tangannya, lalu diremas-remas dengan lembut. Sesaat kemudian kancing bajuku kurasakan dilepas satu-persatu, rasanya tali bra-ku juga dilepas. Dadaku ia telajangi. Perlahan bibirnya turun dari bibir, leher, pundak, sesaat senderan kursiku ia rebahkan dan kemudian buah dadaku ia lahap.
Daguku terangkat dan dadaku membusung ke mulutnya. Kurasakan nikmat, terkadang wajahku kuhadapkan ke kanan atau ke kiri sambil kugigit lembut bibir bawahku. Kurasakan pahaku ia raba dan kemudian ke celana dalamku. Beberapa lama kemudian kurasakan celana dalamku ia tarik dan lepaskan. Rokku juga tak ketinggalan. Kurasakan hembusan AC mobil membuai tubuhku bersama jemari Pak Rian yang meraba-raba hampir seluruh tubuhku dengan kehangatannya.Buah dada dan bibirku ia gilir. Kurasakan tangannya turun dari perut ke tonjolan sensitifku. Lalu ia mainkan dan perlahan jarinya meraba bibir vaginaku yang sudah basah. Sesaat kurasakan liang vaginaku ia masuki dengan jarinya. "Ooouuhh," ucapku sesaat. Kurasakan jarinya keluar-masuk di liangku. Beberapa lama kurasakan tubuhnya menindih tubuhku. Kurasakan ia membuka celananya. Kakiku ia buat melebar, lalu kurasakan bibir vaginaku tersentuh miliknya, sesaat liangku ia tancap sampai dalam dengan mudah. "Oouuhh," ucapku sesaat lagi. Kurasa aku sudah basah. Tanpa tahapan ia langsung mengeluar-masukkan miliknya dengan cepat.
Ku tak sanggup menahan rasa nikmat. Desahan demi desahan akhirnya terlepas dari mulutku. Tubuhku menjadi pasrah menikmati sentuhannya. Rasa nikmat membuatku cepat mencapai puncak. Beberapa lama kemudian kurasakan miliknya menyembur liang vaginaku. "Ooouuhh.. aahh.." terlepas dari mulutku seiring menikmati semburannya yang terasa hangat di liangku. Akhirnya kami istirahat sesaat. Mungkin karena suasana yang nikmat, kami akhirnya mengulangi beberapa kali.
Keesokannya ia menjadikan aku merangkap sekretaris pribadinya. Ia meminta aku tinggal di apartermen barunya. Kami semakin sering berhubungan. Mungkin hampir setiap hari. Aku juga membantunya memperlicin kerjsama dengan klien usahanya. Dari situ aku banyak mengenal orang-orang tertentu. Dan kunikmati petualangan ini. Mungkin karena aku menyukainya, aku bersedia jadi istri mudanya.

Oase Wanita Bersuami 6 : Lisa

Mulai bulan ini aku mendapat tugas ke lapangan di Pulau Kalimantan untuk menjadi care taker site manager untuk proyek pembuatan jalan propinsi. Site manager yang lama terkena kasus penggelapan uang perusahaan dan sudah diselesaikan secara intern perusahaan. Sebenarnya aku belum terlalu pas untuk posisi ini. Namun karena sudah tidak ada lagi person yang bisa dan siap dikirim, maka akhirnya pilihan itu jatuh kepadaku. Aku harus mengepalai dan mengatur segala sesuatu di lapangan sampai perusahaan mendapatkan orang yang cocok untuk menduduki posisi ini.
Sudah dua minggu aku di lapangan. Rasanya enjoy saja. Hitung-hitung refreshing melepaskan diri dari kesibukan dan rutinitas Jakarta. Lokasi camp tidak jauh dari kampung terdekat, hanya sekitar 500 m. Camp kami terdiri dari kurang lebih tigapuluh barak untuk keluarga dan bujangan. Sebenarnya aku mempunyai hak untuk menempati mess Direksi. Namun karena sepi tidak ada teman, maka aku lebih banyak tidur di mess bujangan. Dari delapan kamar hanya ada sekitar lima orang yang tidur secara tetap di mess bujangan. Aku mengambil kamar paling belakang.Di belakang mess bujangan terdapat rumah seorang warga yang menjadi sub kontraktor untuk pekerjaan-pekerjaan yang dapat dikerjakan dengan tenaga manusia. Kami biasa memanggilnya dengan nama Pak Joko. Aliran listrik di rumah Pak Joko mengambil dari aliran listrik camp. Aku belum pernah melihat istrinya dari dekat, namun kulihat sekilas ia bertubuh kecil dan berkulit putih bersih. Untuk mengisi waktu senggang dan membunuh rasa sepi maka hampir tiap malam aku ada di kantor ditemani dengan radio dua meteran. Mulanya agak canggung, namun kemudian asyik juga rasanya bisa berkomunikasi dengan breaker lokal di sana. Kalau sudah bosan nge-break paling-paling nonton televisi. Tidak ada hiburan lainnya. Ibukota propinsi jaraknya kurang lebih 300 km dari site.
Suatu malam ketika aku sedang cuap-cuap di depan radio, tiba-tiba ada suara wanita yang menyela masuk dan kemudian mengajakku berpindah jalur. Setelah berpamitan dengan warga yang masih aktif kamipun berpindah ke frekuensi yang ditentukannya. "Malam, Ageng," suara wanita tadi menyapaku. Aku menggunakan nama Ageng untuk nge-break di sini. Aku pilih nama itu asal saja, karena enak didengar dan mudah diingat. Tidak ada maksud tertentu. "Malam, ini siapa ya?" tanyaku penasaran. "Penasaran ya? Ini Lisa," ia menjawab. "Kalau boleh tahu Lisa posisi di mana?" "Seputaran Camp..". Ia menyebutkan camp tempatku berada.
Aku semakin penasaran, tetapi ia tetap tidak mau menyebutkan lokasi persisnya di deretan camp yang sebelah mana. Beberapa karyawan camp memang dibekali dengan HT untuk memudahkan komunikasi jika mereka sedang bekerja di lapangan. Aku berpikir jangan-jangan Lisa ini istri salah seorang karyawan camp. Aku tidak berani berbicara yang nyerempet-nyerempet, malu khan kalau ia benar-benar istri karyawan di sini. "Kok namanya Ageng. Apanya yang 'ageng'?" ia berbisik. Ageng artinya besar. Suaranya sengaja didesahkan. Busyet!! Justru ia yang mulai menggodaku. Aku tidak mau menanggapi sebelum tahu persis siapa Lisa ini. "Udahan ya, udah malam. Aku mau nonton TV dulu. Cherio.. Dan 73-88," kataku sambil memutar tombol power ke posisi off. Sekilas sebelum pesawat mati sepenuhnya kudengar Lisa berteriak "Ageng, tunggu du..".
Dari kantor aku berjalan kurang lebih 200 m untuk sampai di mess bujangan. Sebelum masuk ke kamar sekilas kudengar dari rumah Pak Joko suara wanita sedang nge-break. Atau jangan-jangan..! Ah sudahlah. Aku sudah mengantuk dan esok pagi aku harus masuk ke lapangan untuk melihat konstruksi jembatan yang sedang dikerjakan.
Beberapa malam kemudian di udara Lisa masih juga menggodaku dengan nada suara yang dibuat-buat dan kata-kata yang konotatif. Aku tak tahan memendam penasaranku. Esoknya akhirnya aku bertanya pada Pak Dan seorang karyawan yang memegang HT.
"Pak, sebentar Pak," kataku sambil melambaikan tangan. Pak Dan kemudian menuju ke tempatku berdiri. "Ada apa Pak Anto?" tanyanya heran. "Maaf Pak, beberapa malam saya nge-break dengan seorang perempuan bernama Lisa. Siapa dia Pak? Istri karyawan?" tanyaku. "Bukan Pak. Itu kan istrinya Pak Joko. Kenapa? Bapak digodain ya. Ia memang biasa ngomong yang ngeres-ngeres kalau lagi di udara," kata Pak Dan. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku."Ya sudah Pak Dan. Silakan melanjutkan pekerjaan".
Malamnya aku ketemu lagi dengan Lisa di udara. Kembali ia mengajakku mojok ke frekuensi yang tidak dipakai. "Selamat malam Ageng.. Anunya", ia langsung menggodaku. Pada saat mengucapkan kata terakhir sengaja ia menurunkan volume suaranya. "Malam Lisa yang ge.. Lisa.. Aah. Geli dan basah," akupun balas menggodanya. Kini aku tahu siapa dia. "Yang dicari kan yang bikin geli dan kalau nggak basah nanti lecet dong..," katanya lagi. "Dan kalau nggak ageng nggak enak dong..," kataku menimpali. Ia terkikik. Kami terus berbicara dengan kata-kata yang nyerempet-nyerempet. Setelah beberapa lama aku tak tahan lagi, bahaya kalau nanti aku jadi kepikiran terus dengan kata-katanya. Di ujung kampung ada juga tempat prostitusi liar dengan belasan PSK. Namun masakan aku harus antri di sana dan berebut dengan karyawan perusahaan kayu di sebelah dan dengan karyawanku sendiri. Bisa jatuh merk.
Paginya aku mandi agak kesiangan. Mess sudah sepi, semua penghuninya sudah berangkat kerja. Kamar mandi terletak di bagian belakang mess. Karena penghuni mess semuanya laki-laki, maka kamar mandi dibuat untuk mandi beramai-ramai. Dinding belakangnya tidak tertutup sampai ke atas, paling hanya setinggi dua meter. Rumah Pak Joko terlihat jelas dari kamar mandi karena memang letak rumahnya di bagian tanah yang agak tinggi. Aku mandi dengan santai. Siang ini tidak ada rencana ke lapangan dan dalam briefing sore kemarin sudah kujelaskan pekerjaan masing-masing bagian untuk hari ini. Ketika melihat ke arah rumah Pak Joko aku tercekat ketika kulihat Lisa melihat ke arahku. Meskipun aku mandi dengan tetap mengenakan celana dalam namun tak urung aku merasa jengah juga ditelanjangi oleh tatapan matanya. Ia menatapku dengan tatapan sayu dan gigi atasnya menggigit bibir bawah. Aku segera menyelesaikan acara mandiku.
Malamnya aku duduk di teras mess dengan beberapa warga kampung yang ikut menumpang nonton tv. Tiba-tiba Lisa datang dengan membawa rantang dan memberikannya pada salah satu penghuni mess. Sambil menunggu rantangnya, Lisa duduk berseberangan denganku. "Malam Pak Anto. Lagi santai nih?" tanyanya berbasa-basi. "Eh.. Malam juga Bu Joko. Yahh lagi pengen nonton TV," jawabku. "Nggak on air malam ini?" tanyanya lagi. "Sebentar lagi mungkin Bu. Nonton berita dulu sebentar".
Kupandangi istri Pak Joko ini. Selama ini aku hanya melihatnya dari kejauhan. Tubuhnya kecil, kuperkirakan 150 cm dengan berat seimbang. Dadanya cukup besar untuk ukuran tubuhnya. Kulitnya putih bersih. Dari dalam mess keluar anak yang tadi membawa rantang. "Maaf Bu Joko, nggak ada tempat kosong di belakang. Jadi rantangnya biar di sini dulu, besok saya kembalikan ke rumah," katanya. "Ya sudah. Ini tadi bikin kolak kebanyakan. Bapaknya nggak pulang. Sayang kalau dibuang, makanya saya bawa saja ke sini," kata Lisa sambil menatapku. "Terima kasih kalau begitu. Kebetulan saya juga masih lapar," kataku.
Akhirnya setelah bercakap-cakap sebentar ia minta diri untuk pulang. Kalau di darat nada bicara dan bahan obrolannya biasa saja, namun kalau sudah di udara. Hhhkkh bikin kita gemas dan BT. Bawah tegang.
Beberapa malam kemudian kulihat rantang yang dibawa Lisa masih tergeletak di meja belakang. Rupanya anak-anak ini lupa mengembalikannya. Kurapikan rantangnya dan aku berniat untuk mengembalikannya. Ketika aku sampai di rumahnya kulihat Lisa sedang duduk di teras rumah, sedang bermain dengan anaknya. Ia terkejut, tidak menyangka kalau aku sendiri yang mengembalikan rantangnya. Ia berdiri dan menyongsongku.
"Aduhh Pak Anto. Mestinya biar anak-anak itu saja yang mengembalikan ke sini," katanya sambil menerima rantang. "Nggak apa-apa kok Bu. Sama saja. Toh juga bukan barang yang berat untuk ditenteng," kataku. "Masuk dulu Pak. Ini lagi main sama Ryan" "Oom kok nggak pernah main ke sini sih. Om sombong deh," kata Ryan menimpali pembicaraan ibunya. Ryan masih duduk di kelas dua SD. "Ah nggak kok Ryan. Ini Om kan main juga ke sini. Bapak kemana?". "Bapak masih kerja di dalam hutan".
Kami bertiga duduk di teras rumahnya dan ngobrol. Ternyata nama sebenarnya adalah Arlina, namun di lingkungan sekitar camp sampai ke kampung ia lebih tenar dengan nama udaranya, Lisa. Sesekali Ryan memotong pembicaraan kami. Setelah lima belas menit Lisa menyuruh Ryan masuk untuk belajar. Lisa kembali menggodaku dengan kata-kata yang menjurus dan desahannya yang khas. "Sudah sebulan Pak Anto di sini. Sudah penuh dong.. Isi kantong celananya," "Ya, namanya juga jadi buruh. Kalau nggak begini nanti nggak makan," jawabku tanpa menanggapi godaannya.
Entah bagaimana mulanya Lisa pun bercerita tentang keadaan rumah tangganya. Ia sering merasa kesepian karena Pak Joko lebih sering berada di lapangan dan di rumah istri mudanya. Bahkan belakangan ini ia mendengar kabar Pak Joko sudah punya simpanan lagi. Aku yang sudah lama tidak merasakan kenikmatan bercinta, tiba-tiba saja merasa bahwa Lisa memberikan satu peluang untukku.
Aku permisi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Ia mengantarku masuk ke dalam rumah dan terus ke bagian belakang. Setelah selesai buang air kulihat Lisa sedang sibuk di dapur. Kudekati ia dari belakang dan kupegang bahunya. Ia berbalik dan menatapku. Kukecup bibirnya. Ia diam saja. Kukecup sekali lagi. Kali ini ia membalas dengan lembut. Kupeluk, kepalanya kurebahkan ke dadaku dan kuusap-usap rambutnya. "Sudah Pak Anto. Nanti Ryan melihat kita," katanya pelan. Kami kembali ke depan dan kini kulihat sorot matanya lebih bersinar. Memancarkan suatu gairah. Setengah jam kemudian aku berpamitan pulang. "Kalau Pak Anto menginginkanku, kutunggu nanti malam". "Aku tak berani. Takut kalau nanti Pak Joko tiba-tiba datang". "Biasanya kalau sudah lewat jam satu malam Bapaknya tidak pulang. Nanti kalau lampu sudut rumah kumatikan artinya Bapaknya nggak ada".
Akupun pulang dan mencoba tidur. Tapi sulit bagiku untuk memejamkan mata. Undangan dari Lisa sungguh mengusik pikiranku. Jam setengah dua aku terbangun dan kulihat ke belakang sudut rumahnya terlihat gelap. Sayup-sayup kudengar breaker di radio dari dalam rumahnya, rupanya Lisa belum tidur dan sengaja menungguku. Aku bimbang antara ya dan tidak untuk memenuhi ajakan Lisa. Kutimbang-timbang kalaupun Pak Joko tidak datang masih ada Ryan yang mungkin saja terbangun. Kupikir terlalu besar resikonya. Sampai pagipun aku sulit untuk memejamkan mata. Bayangan tubuh Lisa terus menggodaku. Tanpa kupaksa keluar dengan bantuan tanganpun esok paginya beberapa noda berwarna putih menempel di bagian depan celana dalamku. Paginya ia berdiri di depan rumahnya dan ketika aku mandi ia menatapku dengan pandangan kecewa.

Suasana camp mulai terasa ramai karena mendekati perayaan tujuh belasan. Biasanya jika tiba perayaan tujuh belasan maka warga kampung berbaur dengan karyawan campku dan perusahaan kayu di dekat sini untuk melaksanakan berbagai pertandingan. Aku ikut bertanding dalam beberapa cabang olahraga. Hanya sekedar untuk memeriahkan dan bersenang-senang saja. Sore itu aku baru menyelesaikan satu partai tenis meja. Untuk pertandingan tenis meja dilakukan di dalam ruangan kantor agar tidak terganggu oleh tiupan angin. Meja-meja yang ada cukup ditumpuk di pinggir. Aku kalah straight set, 15-21 dan 10-21. Cukup lumayan setelah lima tahun lebih tidak pernah bermain. Kubuka bajuku dan dengan bertelanjang dada aku menyaksikan partai berikutnya.
Kulihat Lisa juga ada di antara para penonton. Dengan beringsut perlahan-lahan ia berpindah di dekatku. Ia mengenakan baju hitam tipis tanpa kancing dan lengan dipadu celana panjang strecth warna pastel. Bayangan BH-nya yang berwarna putih samar-samar kulihat di balik baju hitamnya yang tipis. "Hebat juga Bapak kita ini. Mau ikut maju untuk pertandingan kelas kampung," komentarnya. "Ah, Cuma sekedar berpartisipasi saja kok," kataku. "Bapaknya mana, beberapa hari ini kok nggak kelihatan?"
Terakhir aku melihatnya seminggu yang lalu ketika mengambil uang muka pekerjaan borongan."Lagi ke kota. Beli beberapa peralatan untuk tenaga kerja. Ryan juga ikut. Ijin tidak masuk sekolah beberapa hari". Entah apa maksudnya mengatakan kalau ia sendirian di rumah. Apakah ini sebuah undangan lagi? "Kapan pulangnya?" tanyaku meyakinkan. "Mungkin nanti malam menjelang dinihari. Biasanya kapal dari hilir masuk ke sini antara jam dua belas sampai jam tiga dinihari".
Lisa menatapku dengan sorot mata kagum. Badanku cukup besar meskipun tidak kekar. Mungkin ia kagum dengan bulu dadaku yang cukup lebat ini. Karena sudah sore dan keringatku sudah tuntas aku pulang ke mess dan berniat untuk mandi. Lisa mengikuti beberapa langkah di belakangku dan ketika aku sampai di depan mess Lisa memanggilku. "Ssstt.. Pak, Pak Anto," bisiknya. Aku menoleh. Ia memberikan kode dengan mulutnya agar aku ke rumahnya sekarang. Aku masuk ke dalam kamar, berganti dengan celana pendek dan kaus lalu ke kamar mandi. Kulihat Lisa sudah menunggu di depan rumahnya. Ia melambaikan tangan dan memberikan isyarat agar aku masuk ke rumahnya lewat pintu belakang.
Kutimbang-timbang dan kali ini kurasa keadaan di dalam rumahnya cukup aman. Tinggal berusaha agar tidak ketahuan karyawan camp. Kubuka pintu belakang mess dengan pelan. Dengan mengendap-endap aku berjalan ke arah belakang rumahnya. Ia sudah menunggu di pintu belakang rumahnya. Dengan cepat aku menyelinap masuk ke ruang tamunya. "Duduk dulu To," ia menyuruhku duduk di kursi tamu. Ia sudah mulai memanggilku tanpa sebutan "Pak". Aku duduk di atas sofa ruang tamunya. Debaran jantungku terasa kencang, perpaduan antara nafsu dan perasaan takut ketahuan. Lisa mengeluarkan kepalanya dari pintu depan, mengamat-amati sekitarnya. "Aman," gumamnya. "Yuk kita ke kamar saja!" ajaknya sambil menarik tanganku. Bagai kerbau dicocok hidung akupun menurut saja. Kamarnya agak berantakan. Pakaian kotor terserak di lantai. "Buka pakaianmu," ia memerintahku dengan berbisik pelan. Tanpa disuruh untuk kedua kalinya dengan cepat kulepas semua kain di badanku. Penisku yang sudah setengah berdiri segera bergoyang-goyang. "Hmmhh..," gumamnya sambil mengamati penisku.
Ia menarikku ke arah ranjang, berbaring dan minta bantuan untuk melepaskan celananya. Dengan segera kulepas celana dan sekaligus celana dalamnya. Sejumput rambut hitam terlihat menghiasi selangkangannya. Ketika bajunya akan kubuka ia menggeleng, "Bajunya nggak usah".Aku mulai naik ke atas tubuhnya. Kucium dengan lembut. Kepalaku bergeser ke arah leher, dada dan menggigit payudaranya yang masih tertutup bajunya. Tangannya menyingkap bajunya ke atas dan tanganku membantu membuka kait BH-nya. Kusingkapkan cup BH-nya ke atas. Kini payudaranya yang putih mulus dihiasi urat kebiruan menyembul keluar. Segera kuterkam dan kuhujani dengan sedotan lembut dan jilatan pada ujung putingnya. Ia mendesah dan memejamkan mata menikmati jilatan lidahku pada putingnya.
Penisku dengan cepat mengeras dan kugesekkan di atas pahanya. Diambilnya bantal untuk mengganjal pantatnya. Tangannya dengan cepat menangkap penisku dan segera mengarahkannya ke bibir vaginanya. Kakinya mengangkang lebar. Dengan pelan namun pasti penisku segera saja masuk ke dalam vaginanya yang sudah licin dan basah. "Ehmm. Untung sudah basah, kalau tidak bisa lecet punyaku," kataku berbisik menggodanya, mengingatkan pada gurauan kami dulu. Ia terkekeh pelan sehingga bibir di selangkangannyapun ikut bergerak-gerak. "Iya, ini yang bikin gelisah. Geli dan basah," sahutnya sambil mulai menggerakkan pinggulnya.Akupun mulai memacu hasratku berlomba dengan gairahnya. Kali ini gairahku cepat sekali naik dengan tajam. Mungkin karena sudah terlalu lama spermaku tidak diganti ditambah dengan adanya rasa takut ketahuan. Tidak sampai lima menit tiba-tiba kurasakan aku akan sampai. Kuhentikan gerakanku. Ia menatapku heran, "Kenapa To? Mau keluar?" tanyanya. Aku mengangguk. "Keluarin saja di dalam. Nggak apa-apa," katanya pelan. Ada sedikit nada kecewa di sana.
Tanpa ada gerakan lagi penisku segera memuntahkan cairan putih yang kental sekali. Tujuh kali aku menyemprotkan cairanku. Terasa banyak sekali sampai mengalir keluar dari vagina dan menetes di sprei. Lisa mendorongku dan segera melap penisku dengan handuk kecil di dekatnya. Spermaku yang menetes di sprei juga dilapnya setelah ia mengamati dan menyentuhkan jarinya pada cairan kental yang menempel di sprei tersebut. "Hmmh. Pantas saja cepat tumpah, begitu banyak dan kental sekali. Selama di sini emangnya kamu tidak pernah main di ujung kampung sana?" katanya pelan. Aku menggeleng lemah. Badanku terasa sakit namun sekaligus juga merasa ringan. Energi yang kukeluarkan kali ini rasanya seperti aku melakukannya dalam waktu satu jam. Kupegang dan kuremas tangannya.
"Sorry Lis, aku tak mampu lagi menahannya," kataku. Kujelaskan kalau memang selama di sini aku tidak pernah menyentuh perempuan dan kali ini ditambah rasa takut ketahuan sehingga dengan cepat aku sudah menyerah. Kukecup punggung tangannya. Ia masih memperlihatkan raut muka kecewa, namun ia mengerti dengan keadaanku. "Ya sudah, nanti lain waktu kita akan lakukan lagi. Tapi kamu harus berjanji akan memuaskanku," katanya lagi. Kukecup keningnya, dan akupun mengenakan pakaianku dan keluar dari pintu belakangnya kembali ke mess. Pagi-pagi sekali Lisa menemuiku di teras mess. "Minggu depan aku mau ke kota. Ada keperluan keluarga sedikit," katanya. Minggu depan? Tiba-tiba saja aku tersadar bahwa minggu depan aku juga harus ke kantor cabang di kota untuk mengambil gaji dan keperluan camp lainnya. Aku tersenyum sendiri. "Kalau begitu kita sama-sama saja. Aku juga harus ke kota. Biasa mengambil jatah," kataku. Ia merengut, "Jatah yang mana lagi maksudmu. Bukannya tadi malam kamu sudah ambil. Kamu masih mau main lagi dengan pelacur-pelacur di kota?"
Aku terkejut, mengapa ia jadi sensitif begini. Mungkin masih ada perasaan kecewa karena gairahnya tadi malam belum tersalurkan. "Jangan marah-marah terus. Aku ke kota ambil gaji karyawan dan keperluan camp". Sekejap kemudian ia langsung tersenyum dan raut mukanya menjadi cerah. "Asyik dong. Kita bisa sama-sama di kota," katanya sambil memonyongkan mulutnya. "Tapi ketemunya di mana?" tanyanya lagi. "Gampang saja. Nanti kamu telpon ke kantorku atau ke mess kalau malam dan kita bisa bikin janji". "Baiknya aku mengaku siapa nanti kalau telepon ke kantor?" tanyanya lagi. Gara-gara semalam nggak puas makanya perempuan ini jadi agak telmi, aku menggerutu dalam hati. "Bilang saja kalau kamu tanteku. Tante girang.. Gitu," jawabku asal-asalan. "Jangan begitu," tiba-tiba nada suaranya berubah menjadi tinggi. "Sorry, sorry. Bukan itu maksudku. Bilang saja Lisa atau siapa saja nggak masalah".
Akhirnya tiba harinya aku turun ke kota. Lisa sudah berangkat kemarin dengan kapal sungai. Dari lokasi kerjaku menuju ke kota memang hanya bisa ditempuh dengan menggunakan kapal sungai. Nantinya kalau proyek yang sekarang dikerjakan perusahaanku dengan beberapa perusahaan lain telah selesai barulah tembus jalan darat ke kota.
Sesampai di kota, aku segera menyelesaikan urusan-urusanku menyangkut laporan penggunaan dana dan pengajuannya, progress report pekerjaan dan detail lainnya yang diperlukan. Malamnya Lisa menelponku dan ia sudah booking kamar sebuah hotel kelas menengah untuk kota ini. Ia bilang akan menunggu di sana jam delapan. Jam delapan kurang lima aku sudah berada di muka pintu kamarnya. Kuketuk tiga kali dan kudengar suara kunci diputar. Lisa sudah berada di depanku dan akupun segera masuk ke dalam kamar. Sebuah kamar yang cukup nyaman dengan pandangan ke arah bukit di kejauhan.
Ia mengenakan gaun tidur yang tipis sehingga pakaian dalam dan lekuk tubuhnya membayang jelas. Kakinya mengenakan stocking hitam. Aku duduk di tepi ranjang, sementara Lisa di belakangku berdiri di atas lututnya dan mulai menciumi tengkuk dan telingaku. Aku kegelian dan sekaligus terangsang. Aliran hangat mulai menjalar di sekujur tubuhku. Tangannya kupegang, kuputar tubuhnya dan kutarik ke tubuhnya ke pangkuanku. Kucium bibirnya dengan ganas. Lisa meronta sebentar tapi kemudian ia membalas ciumanku dengan tidak kalah ganasnya. "Anto.. Ah.. Ehh .. Ouhh", Ia gelagapan membalas ciumanku.
Aku terkejut ketika tangannya meremas penisku yang mulai menggembung di balik celana panjangku. Aku tersenyum sambil mencolek payudaranya. Tangannya membuat beberapa gerakan dan gaun tidur yang dikenakannya sudah merosot ke pinggangnya. Tangannya kemudian membuka BH-nya dan menyodorkan dadanya ke depan mukaku. Tanpa menunggu lagi aku langsung meremas payudaranya dengan penuh nafsu. Payudaranya berbentuk bulat dan terasa kencang seperti milik gadis dua puluh tahunan. Tangannya kemudian membuka kausku. Aku menciumi payudaranya dan menghisap putingnya yang berwarna coklat muda dan mulai mengeras. Tangan Lisa membelai rambutku sambil sesekali mendekap kepalaku ke payudaranya.Aku menggunakan jariku untuk membelai daerah selangkangannya, dan jariku juga mulai menekan terutama di belahan vaginanya. Tangan Lisa menggesek penisku yang semakin mengeras. "Aah.. To.. Sss.. Enak.. Teruss.. Anto.. Ahh" Mendengar erangan Lisa nafsuku sudah tidak dapat ditahan lagi. Aku merebahkan diri sambil menciumi leher Lisa dan terus naik ke bibirnya. Kubuka celana panjang dan kemudian celana dalamku. Aku terus menciumnya dengan penuh nafsu, kutindih tubuhnya di atas ranjang yang empuk. Badanku yang besar seolah-olah menenggelamkan badannya yang kecil mungil. Sambil mendesah Lisa berkata. "Ahh.. Awas kalau keluar duluan lagi.." Kulepaskan gaun tidur dan sekaligus dengan celana dalamnya. "Akhh.." ia meronta-ronta dengan pelan.
Kami saling mengulum bibir dengan penuh nafsu, nafas kami mulai tidak teratur. Kaki Lisa menjepit pinggangku Aku menciumi leher kemudian turun ke payudaranya, aku sedot putingnya sampai mengeluarkan bunyi. Kemudian bibirku turun dan menggelitik pusarnya. Lisa tidak tahan dengan perlakuanku, badannya bergerak-gerak tak teratur menahan geli. "Anto.. Akh.. Geli akh.. Basah..". Aku terus menciumi perutnya, lalu turun dan saat sampai di depan selangkangannya aku menurunkan kepalaku, menjilati paha dan sesekali menggigitnya. Lisa mengganjal kepalanya dengan bantal dan mengamatiku. Ketika mulutku mulai menyapu vaginanya ia menekan kepalaku dan menjepit dengan pahanya.
Kuusap betisnya yang tertutup stocking hitam. Sudah lama aku memiliki fantasi bercinta dengan wanita yang memakai stocking. Kini obsesiku terpenuhi. Kugelitik klitorisnya dengan lidahku. Ia mengejang lembut dan dinding vaginanya ikut berdenyut bereaksi menyambut aksi lidahku. Jari tengah kananku kumasukkan ke dalam saluran vaginanya dan ujungnya kugerak-gerakkan menggelitik dinding rahimnya. Ia semakin keras mengerang. Tangannya meremas tepi spring bed di atas kepalanya. "Anto.. Sudah To. Cukup.. Sudah, aku menyerah.. Ayo.. Cepat masukkan.. Lakukan sekarang.. Ouuhh,"
Kuhentikan rangsangan pada vaginanya dan aku bergerak menindihnya. Penisku kuarahkan ke vaginanya yang basah, kutekan perlahan dan ketika kepalanya sudah masuk seluruhnya maka aku menekan pantatku dengan keras. "Sshh.. Akhh.. Terus To.. Akh..", Lisa merintih. Bibir kami saling bertautan dengan kuat. Ketika kulepaskan ciumanku maka justru bibirnya mencari-cari bibirku. Mulutnya setengah terbuka sambil mendesis-desis. Aku menggerakkan penisku dengan perlahan dan sesekali dengan tempo cepat. Rasanya penisku dijepit dan diremas-remas oleh tangan yang kuat membuat penisku rasanya akan meledak.
Aku terus memompa penisku di vaginanya dengan tempo yang bertambah cepat. Nafasku mulai memburu. Payudaranya kuremas dan kupencet sehingga putingnya menonjol. Kujilati putingnya dan kugigit-gigit dengan bibirku. Aku menghentak tubuh Lisa ke ranjang dengan kasar saat pinggulnya membuat gerakan memutar. "Lisaa.. Lis.. Akh.. Ouch.. Akh..".
Kurasakan tubuh Lisa juga mulai bergetar dan bergerak-gerak dengan irama yang liar. Matanya setengah terbeliak, bola matanya memutih. Kakinya menjepit pinggangku tubuhnya beberapa kali mengejang lembut dan kutekan tubuh Lisa hingga tubuh kami semakin merapat. "Akh.. Anto.. Nikmat sekali.. Sss" "Yeah Lissaa.. Akh. Kalau saja aku tahu dari dulu di camp.. Pasti aku.." "Akh.. Tekan yang cepat dan kuat.. Akh.."
Mata Lisa kini terpejam menikmati sodokan penisku. Aku kemudian mengangkat kedua kakinya dan memegangnya dengan tanganku. Aku dalam posisi setengah berlutut, tanganku memegang pinggangnya dan penisku menekan dengan irama yang semakin cepat. Vaginanya terasa basah dan becek, namun penisku bagaikan dijepit tangan perkasa. "Akgh Anto.. Aku hampir.. Aakkhhu.. Hampir keluarhh.. Ouchhgg.. Akhh".
Kurebahkan tubuhku di atas tubuhnya dan kupeluk dengan rapat. Aku menikmati ekspresinya menunggu saat Lisa mencapai orgasmenya. Kudiamkan sejenak gerakan penisku. Lisa meracau dan tangannya memegang pinggangku serta menggerakkannya naik turun. Aku masih ingin menikmati permainan dan kuharapkan dapat kucapai puncak bersama-sama. Aku mengehentakkan pantatku naik turun dengan sedikit kasar. Keringat kami sudah mulai bercucuran. Tangan Lisa meremas-remas pantatku dan kadang menariknya seolah-oleh penisku kurang dalam masuk dalam vaginanya. Saat aku merasakan hampir meledak aku melambatkan gerakanku dan mengatur nafasku sambil menghisap putingnya, ketika perasaan itu sedikit hilang aku mulai bergerak lagi.
Tangannya meremas rambutku dan dengan liar bibirnya mencari bibirku. Dia mendesah dengan gerakan yang sangat liar. Kini saatnya kami mencapai puncak kenikmatan bersama-sama. "Yeah.. Anto.. Akhh. Ayo.. Kamu belum mau keluar juga.. Akhh ouchh. Aku sudah.." Lisa mengejang. Ia mengangkat pantatnya dan kutekan penisku sehingga rasanya mentok sampai di dasar rahimnya. Penisku serasa disedot sebuah pusaran kuat. Tubuh Lisa melengkung dan tangannya mengusap pipiku dengan kuat. Kutekan pantatku perlahan namun penuh tenaga. "Yeacchchh..". Tubuh kami menggelinjang bersama dengan hebat, kami berteriak dan tidak perduli jika orang lain di luar kamar mendengarnya "Akhh.. To.. Anto.. Aakkhh..". "Lisa kamu hebathh.. Akh.. Ouchhakhh.. Akh.. Ouch.."
Kami mengelepar menikmati kenikmatan yang kami rasakan bersama. Kakinya membelit betisku dan mengencang. Kurasakan gesekan kakiku dengan stokingnya yang halus membuat kenikmatan yang ada menjadi lebih lagi. Kucium bibirnya lagi dengan ganas. Tangannya terangkat dan berada sejajar dengan kepalanya. Aku mengangkat tubuhku dari atas tubuhnya saat penisku mulai mengecil dan terlepas dari vaginanya. Tubuhnya merinding bergetar saat aku mencabut penisku. "Nikmat sekali To. Coba begini saat di camp dulu. Pasti aku tidak akan marah-marah". "Ya, kamu kan maklum dengan situasi dan kondisi waktu itu".
Kulepas stokingnya perlahan dan kuletakkan begitu saja di dekat perutnya. Kuangkat tubuh mungilnya dan kugendong ke kamar mandi. Aku di belakangnya memeluk tubuhnya sambil menyabuni dada, perut dan selangkangannya. "Aku ingin babak berikutnya dengan variasi lainnya," katanya dengan nada genitnya yang khas. Doggie style jelas merupakan variasi yang menambah kenikmatan.
Selesai mandi kami kemudian saling mengeringkan tubuh. Ketika ia mengeringkan selangkanganku, kenakalannya mulai timbul. Dikocoknya penisku dan mulutnya lansung mengulum penisku yang masih kedinginan. Penisku baru setengah berdiri dan Lisa menghentikan aksinya.
"Sekedar pemanasan. Extra show untuk ronde kedua, tapi kita istirahat dulu sebentar khan? Aku masih lelah sekali. Kamu liar tanpa aturan". "Kalau lambat-lambat, nanti kamu marah lagi. Katanya kurang gelisah". Kami berbaring sambil mengobrol. "Anto aku mau tanya serius sekarang," katanya. "Apaan?" "Kalau misalnya aku cerai, kamu mau mengawiniku? Aku mau hidup tenang berkumpul dengan suami di rumah". Alamak, lemas aku mendengarnya. Kuusap-usap bahunya. "Bagaimana?" desaknya. "Apanya?" tanyaku pura-pura bloon. "Itu tadi. Aku bercerai dan kita kawin," katanya mantap. "Tadi sudah dan sebentar lagi kita juga kawin," isengku mulai timbul. "Kamu diajak ngomong serius, malahan bercanda terus. Tapi aku merasa kalau kamu hanya ingin untuk sekedar senang-senang saja". "Kita lihat saja nanti," jawabku. Hanya sekedar untuk menghentikan segala omong kosong ini.
Ia menatapku dan merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Bibirnya mengecup bibirku dengan lembut kemudian ke bawah sampai di leherku. Kuciumi telinganya dan kuhembuskan napasku dekat telinganya. Ia menggelinjang kegelian. Detak jantung mulai meningkat. Ia terus menciumi dadaku. Kurasakan buah dadanya menekan lenganku. Kenyal dan padat.
Kugerakkan kepalaku ke punggungnya kuciumi punggungnya yang mulus. Buah dadanya kuremas dengan tanganku. Kubalikkan tubuhnya dan ia segera menindih tubuhku. Payudaranya terlihat sangat putih, kencang dan padat dengan putingnya yang kecil berwarna coklat muda menggantung di atas dadaku. Putingnya yang coklat muda tidak sabar menunggu untuk dikulum. Payudara kiri kuisap dan kujilati, sementara sebelah kanannya kuremas dengan tangan kiriku. Kulakukan demikian berganti-ganti. Tangan kiriku mengusap-usap rambut dan tengkuknya dengan lembut.
Lisa mengerang dan merintih ketika putingnya kugigit. "Upps.. Lagi Anto. Ououououhh.. Nghgghh, Anto ayo teruskan lagi.. Ouuhh.. Anto" Payudaranya kukulum habis. Lisa menggoyangkan kepalanya dan mencium leherku sampai ke dekat tengkuk. Akupun sudah tidak tahan. Senjataku sudah siap untuk masuk dalam babak ke dua. Mulutnya terus bergerak ke bawah dan kini Lisa mengisap-isap buah zakarku dan menjilati batang penisku. Kupalingkan mukaku ke samping dan kugigit ujung bantal.
Tiba-tiba penisku mengencang dengan sendirinya hingga condong mendekati permukaan perutku ketika lidah Lisa mulai menjilat kepalanya. Kukencangkan otot perutku sehingga penisku juga ikut bergerak dan berdenyut-denyut. "Hmm.. Luar biasa nikmat," komentar Lisa sambil terus melakukan aktivitasnya. Kuangkat kepalaku dan kuperhatikan Lisa sedang asyik menjilat, menghisap dan mengulum penisku. Kadang-kadang ia melihat ke arahku dan tersenyum genit.

Lisa melepaskan kepalanya dari selangkanganku dan bergerak naik ke tubuhku. Bibirnya menyambar bibirku. Kubalas dengan ganas dan kusapukan lidahku pada bibir dan masuk dalam rongga mulutnya. Lidah kami kemudian saling memilin dan mengisap. Tanganku mengembara ke selangkangannya dan kemudian jari tengahku masuk menerobos liang kenikmatannya sampai menemukan tonjolan kecil di dinding atas sebelah depan. Lisa meremas dan mengocok penisku. Penisku semakin menegang dan mengeras. "Ouououhhkk.. Nikmatnya.. Puaskan aku lagi," ia memohon dengan suara tertahan.
Kemudian tangannya mengurut dan menggenggam erat penisku. Kurasakan pantat dan pinggulnya bergoyang menggesek penisku. Dan tanpa kesulitan kemudian kepala penisku masuk ke dalam gua kenikmatannya. Terasa lembab dan licin. Kurasakan dinding guanya semakin berair membasahi penisku. "Akhh Anto ayo kita sama-sama nikmati lagi.. Oukkhh". Kujilati lehernya dan bahunya. Ia terus menggoyangkan pantatnya sehingga sedikit demi sedikit makin masuk dan akhirnya semua batang penisku sudah terbenam dalam vaginanya.
Lisa bergerak naik turun untuk mendapatkan kenikmatan. Kadang gerakan pantatnya berubah menjadi maju mundur. Gerakannya mulai dari perlahan menjadi cepat dan semakin cepat. Ia mengubah gerakannya menjadi ke kanan ke kiri dan berputar-putar. Pantatnya naik agak tinggi sehingga hanya kepala penisku berada di bibir guanya dan kemudian berkontraksi mengurut kepala penisku. Kontraksi otot vaginanya membuat penisku seperti diremas dan diurut.
Ia menggesek-gesekkan bibir guanya pada kepala penisku sampai beberapa kali dan kemudian dengan cepat ia menurunkan pantatnya hingga seluruh batang penisku tenggelam seluruhnya. Ketika batang penisku terbenam seluruhnya badannya bergetar dan kepalanya bergoyang ke kanan dan kekiri. Napasnya berat dan terputus-putus.
Kuisap putingnya yang sudah keras. Gerakannya semakin liar dan cepat. Tanganku memeluk punggungnya dengan erat sehingga tuuh kami semakin merapat. Ia juga memeluk diriku rapat-rapat. Kini gerakannya pelan namun sangat terasa. Pantatnya naik ke atas sampai kemaluanku hampir terlepas, dan ia menurunkan lagi dengan cepat dan kusambut dengan gerakan pantatku ke atas. Kembali penisku menembus guanya. Ia merinding dan menggelepar. Tangannya meremas rambutku, memukul dan mencakar dadaku. Punggungnya melengkung ke atas menahan rasa nikmat. Mulutnya meracau, mendesah dan mengerang dengan kata-kata yang tidak jelas. "Anto.. Ouhh Anto, aku mau dapat, aku tidak tahan mau kelu.. Ar," desahnya.
Aku semakin keras menyodok vaginanya dari bawah. Aku belum ingin keluar, tetapi biarlah ia kuberikan babak tambahan "Sshh.. Shh.. Anto sekarang ouhh.. Sekarang" ia memekik. Tubuhnya mengeras, merapat di atasku dan kakinya membelit betisku. Pantatnya ditekan ke bawah dengan keras dan vaginanya menjadi sangat basah hingga terasa licin. Tubuh Lisa mulai melemas. Keringatnya menitik di sekujur pori-porinya. Kemaluanku yang masih menegang tetap dibiarkan di dalam vaginanya.
"Terima kasih. Ini yang kucari. Kau sungguh jantan sekali. Aku puas denganmu. Berikan aku istirahat sebentar, lalu..," ia berbisik di telingaku. Kusambar bibirnya dengan bibirku dan kugulingkan ke samping. Penisku yang belum menuntaskan tugasnya tentu saja masih keras dan siap masuk dalam babak tambahan. "Sudahlah sayang, biarkan aku istirahat dulu sebentar saja.."Aku tidak mendengarkan permintaanya, dan kini kugenjot vaginanya sampai berbunyi. Ia diam saja saja sambil memulihkan tenaga. Vaginanya terasa sangat basah dan licin. Kucabut penisku dan kuambil selimut untuk mengelap vaginanya supaya lebih kering. Aku naik lagi ke atas tubuhnya. Kembali kuarahkan moncong penisku ke sasaran. Kuangkat kedua kakinya dan kurenggangkan pahanya. Dengan tenaga penuh kudorong pantatku dan langsung kugenjot dengan tempo perlahan. Dalam keadaan dinding vagina kering kembali vaginanya memberikan kenikmatan yang maksimal.
Setelah beberapa menit Lisa kembali bangkit gairahnya. Iapun kemudian mengimbangi gerakanku dengan gerakan pinggulnya. Diganjalnya pantatnya dengan bantal sehingga kemaluannya menonjol agak naik. Kami berciuman dengan penuh gairah. Kaki kami saling menjepit dengan posisi silang, kakiku menjepit kaki kirinya dan kakinya juga menjepit kaki kiriku. Dalam posisi seperti ini dengan gerakan yang minimal dapat memberikan kenikmatan optimal, sehingga sangat menghemat tenaga.
Kami makin terbuai dalam kenikmatan akibat gerakan kami masing-masing. Kini kedua kakinya menjepit kakiku. Ia memutar-mutar pinggul dan membuat gerakan naik turun. Aku meremas, memilin serta mengisap payudaranya. "Ouh.. Achch.. Mmmhh.. Ngngngnhhk," Lisa mendesah tertahan.Kugenjot pinggulku naik turun dengan irama tertentu. Kadang cepat kadang sangat lambat. Setiap gerakanku kubuat pinggulku naik agak tinggi sehingga penisku terlepas dari vaginanya, lalu kutekan lagi. Setiap penisku dalam posisi masuk, menggesek bibir vaginanya ia terpekik kecil.Kakinya bergerak dan kedua kakinya kujepit dengan kedua kakiku. Dalam posisi begini aku hanya menarik penisku setengah batang saja. Aku tidak dapat menarik sampai keluar karena pasti sulit untuk memasukkannya lagi. Namun dalam posisi demikian jepitan dari dinding vaginanya jadi sangat terasa. "Oohh.. Berubah To. Doggie.. Too" ia melenguh panjang.
Kucabut penisku dan ia berbalik. Aku turun dan berdiri di sisi ranjang. Aku akan menggenjotnya dalam posisi berdiri. Pantatnya naik menantangku, kepala dan dadanya merapat di atas ranjang. Kurenggangkan pahanya dan kubawa kemaluanku ke vaginanya. Tak lama kemudian penisku sudah menyusup dalam vaginanya. Iapun mendorongkan pantatnya ke arahku.
Kupegang kedua sisi pinggangnya dan kugerakkan seirama dengan gerakan pantatku. Kucabut penisku lagi dan kususupak kepalanya di bibir vaginanya, kemudian kukencangkan otot PC ku. Akibatnya ketika kukencangkan otot PC ku, maka penisku mendongak dan seolah mencongkel vaginanya. "Ouuww.. Nikmat.. Ahh lagi Tokk.. Bawa aku ke bulan jantanku yang perkasa!"
Kuulangi beberapa kali sampai ia menjerit-jerit minta ampun. Pantatku kudorong kembali dalam gerakan maju mundur berirama. Kini tangannya menahan berat tubuhnya. Payudaranya yang menggantung bebas bergerak ke sana kemari setiap aku menyodoknya. Kujulurkan tanganku untuk meremas dan memilin putingnya. "Gimana Lis, puas?" "Ouhh.. Aku tak sangka kau begini hebat. Sewaktu di camp kupikir kamu hanyalah sebangsa ayam sayur".
Kami mengubah posisi lagi, kembali dalam posisi konvensional. Kedua kakinya kuangkat ke atas bahuku. Dengan bertumpu pada tangan kuberikan gerakan seperti orang melakukan push-up."Antoo.. Ouhh nikmat sekali, hebat sekali permainanmu.." Kuperkirakan sudah kurang lebih setengah jam kami memainkan babak tambahan ini. Tenagaku sudah mulai berkurang sehingga kuputuskan untuk segera mencapai puncak. Kupercepat gerakanku dan gerakannya juga semakin liar.
Aku menggeser tubuhku sedikit ke arah kepalanya. Penisku kini menggesek dinding atas vaginanya. Gesekan kulit penisku dengan klitorisnya terasa sangat nikmat. Terasa helm bajaku seperti tersangkut ketika kutarik ke belakang. Deritan ranjang, erangan, bunyi paha beradu dan kata-kata yang tidak jelas seakan-akan berlomba memenuhi kamar. Tubuh kami sudah basah oleh keringat yang membanjir. Dinginnya AC kamar tak terasa lagi. Yang kami rasakan hanyalah panasnya gairah untuk menuju puncak kenikmatan. Kurasakan ada aliran yang menjalar dalam penisku. Inilah saatnya akan kuakhiri permainan ini. Lisa terengah-engah menikmati kenikmatan yang dirasakannya. "Lisa.. Lis sebentar lagi aku mau keluar.."
Gerakanku semakin cepat hingga seakan-akan tubuhku melayang. Lututku mulai sakit. "Ayolah Anto aku juga mmau kkel.. Uar. Kita sama-sama sampai". Ketika kurasakan aliran pada penisku tak tertahankan lagi maka kurapatkan tubuhku ke tubuhnya dan kulepaskan kakinya dari atas bahuku. Kakinya mengangkang lebar. Kuhunjamkan pinggulku dalam-dalam sambil memekik tertahan. "Lisa.. Ouh .. Ayo.. Sekarang.. Sekarang". "Ouh Anto aku.. Juga.. Keluar.. Lakukan".
Kakinya membelit kakiku, kepalanya mendongak dan pantatnya diangkat. Kurasakan denyutan dalam vaginanya sangat kuat. Kutembakkan lahar panasku sampai beberapa kali. Giginya dibenamkan dalam di bahuku sampai terasa pedih. Napas kami masih ngos-ngosan. Kucabut penisku dan aku menggelosor di sampingnya. Tangannya memeluk lenganku dan jarinya meremas jariku. Mulutnya mengucapkan kata-kata penuh kenikmatan. Kepalanya masih menggeleng-geleng. Mungkin masih ada sisa-sisa aliran kenikmatan yang dirasakannya.Selama tiga malam di kota, aku benar-benar dipuaskan dengan permainannya. Ketika kembali ke camp rasa percaya diriku timbul kembali dan ketika keadaan rumahnya aman terkendali aku bisa berpacu dengannya. Ada memang bisik-bisik tentang hubungan kami yang beredar di camp. Dua bulan kemudian perusahaan telah mendapatkan orang yang menjabat posisi site manager secara tetap.
Akupun kembali ke Jakarta, mulai menikmati lagi kemacetan, panas, rasa persaingan yang sangat ketat dan segala dinamika lainnya.