Senin, 17 Maret 2008

Tagdur

Cerita ini dimulai ketika saya sedang menjalani program pendidikan untuk sekolah ke luar negeri di kota J tahun 1998 yang lalu. Akibat badai krismon yang datang tanpa permisi, keberangkatan saya terpaksa tertunda sampai keadaan membaik. Begitu pula dengan teman-teman yang lain. Banyak di antara mereka yang sudah bersekolah di luar negeri harus pulang karena nilai dolar yang menguat, salah satunya adalah Karina. Pertama kali bertemu ketikamasa orientasi, saya tidak begitu memperhatikan sosok ini karena sibuk dengan kesendirian saya. Masa perkenalan adalah hal yang paling menjengkelkan karena saya tidak suka untuk memulai sesuatu yang baru. Kolot memang. Singkat cerita, saya telah mengenal satu persatu teman-teman baru termasuk Karina.
Hari Senin, dua minggu setelah masa orientasi, saya datang lebih dulu dari yang lain. Saya langsung menuju kantin untuk makan siang sekaligus merokok. Ketika sedang asik makan, tiba-tiba pundak saya ditepuk dari belakang. "Makan kok nggak ngajak-ngajak?" tanya Karina. "Hmm... eh, Karin. Makan yuk," jawab saya seadanya dengan mulut setengah penuh. Dia langsung mengambil posisi pas di depan saya. "Makasih. Minta rokoknya yah." Dia langsung mengambil rokok Marlboro Lights saya. "Wah, rokok luar nih," katanya sambil menghidupkan rokok. Lagi-lagi dengan mulut setengah penuh saya menjawab, "He.. eh, abis yang dalem suka bikin batuk. Gatel lagi," kata saya. "Kalo lagi makan jangan ngomong. Pamali," katanya. Saya Cuma tersenyum, lalu meneruskan makan siang saya.
Beberapa waktu berlalu, tiba-tiba saya merasa risih dan mengangkat wajah saya. Mata saya bertatapan lurus dengan mata Karina yang ternyata terus mengamati saya selama makan. "Kok saya deg-deg-an sih?" tanya saya dalam hati. Lalu dia memalingkan muka kearah lain. Saat itu saya baru menyadari betapa cantiknya sosok ini. Matanya yang tajam dengan alis tebal danbulu mata lentik, hidung bangir dan bibirnya yang tipis mengingatkan saya dengan sosok Linda, mantan saya. Ada bulu-bulu tipis di atas bibirnya. Orang bilang, cewek yang begini nafsunya gede. Selesai makan, saya teruskan dengan merokok, kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan. "Abis makan nggak ngerokok, seperti dipukulin sama anak kecil sekampung di depan rumah, terus nggak ngebales lagi!" kata seorang teman saya waktu SMA dulu.
"Nanti kita kelas jam berapa sih?" tanya saya basa-basi. "Satu jam lagi," katanya. Kami mulai bercerita apa aja, dari mulai keadaan kota J yang macet, keadaan yang makin memburuk, sampai sedikit masalah pribadi. "Kamu udah punya pacar, Dre?" tanya Karina. Saya terdiam sesaat. "Pernah punya sih. Namanya Linda. Sempet jadian selama 2 tahun, eh, dia ngelaba sama temen karib saya. Kita bubaran begitu aja. Nggak ada kata maaf atau alasan apapun dari dia..." jawab saya berat. Karina menangkap maksud saya, "Sorry, I didn't mean to..." "Oh, gak apa-apa. Lagi pula saya seneng sama keadaan saya sekarang. Single fighter. Ke mana aja bebas, nggak peduli lagi soal jam ngapel. Nggak ada lagi yang memonitor lewat HP, kecuali ortu sama temen-temen," kata saya sambil tersenyum.
Kami terdiam sesaat. "Kalo kamu gimana?" tanya saya memecah kesunyian. "Udah di ambang kehancuran sih. Cowok saya itu super protektif. Saya dilarang ini-itu. Nggak boleh nelpon siapa-siapa kecuali dia. Saya nggak boleh punya temen cowok. Pokoknya lebih galakan dia dari nyokap saya," katanya. Saya cuma tersenyum sambil menatap wajahnya yang cantik dan menggairahkan. "Kamu kok dari tadi senyum-senyum aja sih. Jangan-jangan....?" tanya Karinasambil menatap saya penuh curiga. Saya terbatuk mendengar pertanyaannya yang aneh. "Maksud kamu apa sih?" "Ah.. nggak. Nggak ada apa-apa. Cuma..." "Cuma apa, Rin?" tanya saya penasaran. Sebelum menjawab pertanyaan saya, teman-teman yang lain datang. "Ciee... beduaan aja nih?" tanya seorang dari mereka. Kami cuma tersenyum acuh. "Kita lanjutin nanti," kata saya pelan yang dibalas oleh anggukan.
Lecture selama dua jam akhirnya selesai. Dengan semangat saya langsung keluar menuju tangga darurat tempat kami biasa merokok. Untungnya ada setengah jam waktu istirahat. Nggak lama setelah saya duduk di tangga, Karina masuk dan langsung duduk di sebelah saya. Saya menawarkan rokok yang langsung diambilnya dengan cepat. Lalu saya sodorkan lighter. Sebenarnya saya kurang suka dengan cewek perokok, tapi tidak dengan Karina. Dia terlihat lebih seksi dengan rokok di sela-sela jarinya. "Saya nggak ngerti loh gurunya tadi ngomong apa. Inggrisnya berantakan sih." Karina membuka pembicaraan. Saya tanggapi dengan tertawa kecil. "Kamu aja yang udah pernah sekolah di luar nggak ngerti. Apalagi saya," tanggap saya. Karintersenyum. Memabukkan sekali senyumannya itu.
Diam-diam saya mengamati posturnya. "Hmm... kira-kira 34C. Gede juga," pikir saya sok tau. "Saya boleh curhat nggak ke kamu?" tanya Karina. "Boleh.. asal dibayar yah," kata saya sambil ketawa. "Hmm, matre juga yah kamu," kata Karina rada ketus. Tapi saya tau kalau dia cuma bercanda. "Cerita deh," lanjut saya. "Menurut kamu saya harus gimana ke Erik? Saya nggak betah diperlakukan seperti ini. Jenuh," Karina berkata sambil menghisap rokoknya. "Linda juga memperlakukan saya seperti itu. Tapi nggak keterlaluan sih. Lagi pula saya kan mau bebas juga. Kalo bergaul sama laki-laki terus, lama-lama saya jadi homo. Akhirnya, yah.... kita putus begitu aja," kata saya. "Kalau putus, saya nggak bisa sayang-sayangan lagi dong, Dre," kata Karina. Nggak tau atas dasar apa saya langsung ngejawab, "Kan masih ada Andre." Karina terkejut menatap saya. "Upss, dasar bego!" pikir saya. Karina hanya tersenyum.
"Tapi masih ada Linda di hati kamu, Dre. Saya nggak mau ngerusak hal itu," lanjutnya. "Like I said before, Rin. Saya single fighter sekarang," jawab saya. Dia tertawa, lalu menyenderkan kepalanya kepundak saya. "Dua minggu itu gak lama loh, Dre. Tapi kok rasanya saya sudah mengenal kamu lebih jauh yah...." kata Karina sambil mengusap-usap paha kiri saya. Darah saya bergejolak. Satu tahun tanpa belaian wanita adalah waktu yang cukup menyiksa buat saya. Saya cium rambutnya. Harum. "Boleh saya mengenal kamu lebih jauh, Rin?" tanya saya sambil merangkulkan tangan ke pundaknya. Karina Cuma tertawa. Saya angkat wajahnya, lalu mencium bibirnya pelan. Mata Karina terpejam, menikmati ciuman saya.
Merasa mendapat balasan, saya lanjutkan dengan permainan lidah ke mulutnya. Karina membalas dengan hangat. Perlahan tapi pasti, tangan saya merayap ke dadanya, lalu menekan bukit indah itu pelan. Karina melenguh. Tidak ada penolakan, saya meremas yang dibalas oleh pagutannya. Tiba-tiba saya teringat bahwa kami belum lama berkenalan. Saya menarik ciuman saya. Bibir Karina terasa tidak ingin mengakhiri ciuman ini. "Rin, apa saya terlalu jauh?" tanya saya. Karina menggeleng pelan sambil tersenyum. "Kamu bilang mau mengenal saya lebih jauh. Teruskanlah, Dre," jawabnya. Saya kembali meneruskan permainan kami yang tertunda. Sambil ciuman, tangan saya mulai merambah ke dalam bajunya. Karina mendesah halus. Tangannya terus mengusap paha saya, sambil melangkah lebih jauh ke arah pangkal paha. Karina lalu melirik ke tonjolan di celana saya. "Adik kamu bangun yah Dre? Kasian yah, udah lama nggak ada yang mainin?" Tangan Karina mengusap-usap 'adik' saya. Birahi saya memuncak. Saya sudah tidak peduli lagi di mana kami berada.
Saya ajak Karina berdiri, menyandarkannya ke tembok, lalu mengangkat kaos dan meremas bukit kembarnya. Kami terus berciuman. Penuh nafsu. Saya cium, jilat, dan gigit lehernya yang putih. "Hmmm, shh, uuh.." Karina mendesah. Saya buka tali branya lalu menjilati bukitnya yang kenyal dengan putting yang merah muda mengeras. Saya jelajahi bagian dadanya dengan sapuan lidah dan ciuman, menekan bukitnya dan menciumi keduanya bergantian. Ciuman danjilatan di bukitnya membuat Karina mendesah, "Mmmh... Dre, shh... aahh." Dia mengambil jari saya lalu mengulumnya. Saya jilati perlahan putingnya lalu menggigit dan menghisap perlahan. Suara Karina mengulum jari saya membuat 'adik' saya tambah keras. "Mhh... shh, mmhh... mmhh... shhh, ahh... terus, Dre." Karina mengerang penuh nafsu. Saya remas dan angkat kedua bukitnya, menghisap sekaligus menggigit putingnya bergantian. Tangan kirinya membukaretsleting saya. Untungnya saya memakai boxer yang ada kancingnya.
Dengan cepat, Karina membuka kancing boxer saya, lalu meremas 'adik' saya yang berukuran sedang dengan diameter yang cukup besar. Dengan gerakan maju-mundur, Karina mengurut-urut 'adik' saya yang sudah mulai mengeluarkan pelumas.
Kami pindah posisi. Dengan posisi setengah duduk di tangga, saya buka celana jeansnya. Karina menatap sayu. Saya hanya tersenyum. Dia membantu saya dengan meluruskan kakinya, memudahkan saya untuk membuka jeansnya. Saya nikmati ketebalan di sela-sela pahanya dengan jari saya. Dari sela-sela cd-nya, jari saya memainkan clitorisnya. Karina mendesah penuh nafsu, "Dre, shh... mmmm." Saya ciumi pahanya yang putih mulus sambil memainkan jari di arah labium minoranya. Dengan gemas, saya gigiti pahanya lalu menempelkanlidah saya sampai ke pangkalnya. Karina meremas kedua bukitnya penuh nafsu, dengan lidah menjilati bibirnya berulang-ulang. Saya buka cd putihnya.
Tercium bau khas vagina yang lembab. Saya ciumi vagina yang mulai basah berlendir itu. Karina tetap mengerang dan mendesah pelan. Takut terdengar oleh penghuni gedung lainnya. Lidah saya menusuk-nusuk kedalam vaginanya. Sesekali saya jilati clitnya dan menghisap pelan. Saya masukkan jari saya ke dalam vaginanya, memijat gelembung kecil di dinding dalam di balik clitnya. Karina menjambak rambut saya. Kakinya mengejang, mengikuti urutan jari sayadi g-spotnya. Saya gerakan lidah saya naik-turun di clitnya. "Ahh, Dre... shh... terus, Dre.. shh.. ah." Lagi-lagi Karina mengerang nafsu. Vaginanya basah kuyup oleh lendir bercampur ludah saya. Saya terus menghisap clitnya sambil menekan-nekan g-spotnya. Jari saya menjalar-jalar di bagian dalam vaginanya, saya keluar-masukkan, dan kemudian kembali memijit-mijitg-spotnya. Thanks to Linda, saya jadi tau di mana letak dan rasanya g-spot.
Permainan lidah di clit dan pijitan jari di g-spot saya percepat. Desahan nafas dan erangan Karina menandakan gejolak birahi yang memuncak. Nggak berapa lama, Karina tampak mengejang, "Dre, ahh... saya... mhh.. shh.. ahhh..." Tubuh Karina mengejang-ngejang sesaat diiringi oleh erangan nafsunya. Di puncak klimaksnya, saya tatap wajah Karina yang mengerang. Begitu indahnya pemandangan ini.
Saya duduk di sampingnya. Karina memakai kembali cd dan jeansnya. "Dre, makasih yah." Karina berkata lalu mencium pipi saya. "Sekarang giliran kamu," Tangannya mulai membuka kancing jeans saya, lalu mengurut 'adik' saya yang mulai tidur. "Bangun dong adikku sayang," kata Karina sambil tertawa. Urutan lembut Karina membangkitkan kembali semangat 'adik' saya. Lalu Karina menjilati pelumas yang keluar dari 'adik' saya itu. Seperti memakan eskrim, Karina memainkan lidahnya di arah batang sambil mengurut kantong 'adik' saya yang ikut-ikutan mengeras. Karina mengurut batang saya dengan bibirnya sambil menghisap. "Ugh, Rin..." Hanya itu yang keluar dari mulut saya. Lalu Karina mengulum adik saya sampai setengah. Kepala Karina bergerak naik turun, sesekali mencoba mengulum penuh 'adik' saya yang berukuran 15 cm itu. Saya sadar bahwa ini bukan yang pertama buat Karina. "Whatta heck lah!"pikir saya. Toh saya juga pernah 'bermain' dengan Linda dan beberapa teman wanita lain.
"Ini adik kedua yang saya mainin," kata Karina di sela-sela kerjaannya. "I'm clean, Rin. Saya nggak pernah jajan kok," kata saya polos. Karina tersenyum dengan mulut tersumpal 'adik' saya. Gerakannya dipercepat. Saya melenguh nikmat sambil menuntun kepalanya naik-turun. Bunyi berdecak terdengar saat Karina mengulum-ngulum 'adik' saya. Sesekali lidahnya menjilati helm 'adik' saya yang basah oleh liurnya. Karina juga mengigit kecil 'adik' saya yang membuat dengkul saya gemetar. "Mmmuach... shh.. ugh, Dre, mmh.. mmmh.. mmmh." Karina mengulum-ngulum 'adik' saya dengan mata menatap lurus ke mata saya. Lidah Karina menjilati 'adik' saya dari pangkal sampai helm. Lalu dia melanjutkan kulumannya sambil berdecak-decak. Sebelum saya memuntahkan cairan yang berprotein sama dengan dua gelas putih telur (kata guru biologi SMA dulu), saya menghentikan permainan Karina. "Rin, stop dulu, yang," kata saya pelan. Dia berhenti lalu menatap saya. "Ada apa, Dre?" tanyanya. "Boleh saya merasakan dirimu, sayang?" saya belai rambutnya yang panjang sepundak itu. Karina tersenyum, "Lakukan apa maumu, Andre sayang." Tanpa menunda lebih lama, saya suruh Karina membuka jeans dan cdnya, lalu saya turunkan jeans saya sampai dengkul. Dengan posisi setengah tidur, saya tuntun dia untuk duduk di atas 'adik' saya sambil berpegangan ke tembok.
Dengan tangan kanan menumpu keseimbangan, tangan kiri Karina menuntun 'adik' saya ke lubang kenikmatannya. Lalu saya peluk dia untuk menjaga keseimbangannya. Kami mendesah bersamaan dengan masuknya 'adik' saya ke lubang hangat Karina. Meskipun bukan perawan lagi, vagina Karina tetap sempit. Mungkin karena diameter 'adik' saya yang cukup lebar ataumungkin dia merawat tubuhnya dengan jamu. "Bodo amat," pikir saya lagi. Dengan gerakan perlahan, kami bercinta dengan posisi setengah duduk. Karina memeluk tubuh saya agar tetap seimbang. "Ugh, Rin... sempit sekali.. shh.. ahh." "Dre, shh.. mmm.. enak banget sih 'adik' kamu.." balas Karina. Saya membantu gerakannya dengan menaik turunkan pinggulnya. Karina menguasai permainan sambil sesekali memutarkan pantatnya. 'Adik' saya serasa dipijit-pijit.Lalu tangan Karina menggosok-gosok kantung ajaib doraemon 'adik' saya. Gerakan kami semakin cepat. Untuk mengurangi erangannya, saya kulum bibir Karina. Erangannya yang tertahan membuat nafsu saya semakin membakar. "Ugh.. shh... ah, Dre.. mmmh... shh, ahh..." Sesekali dilepaskannya ciuman saya untuk mengerang.
Saya rebahan agar Karina lebih leluasa menaik-turunkan tubuhnya. Dia mengambil posisi jongkok. Saya melihat 'adik' saya keluar masuk vagina Karina. Bibir vaginanya terlihat seperti mengulum-ngulum batang 'adik' saya. Suara berdecak terdengar sesekali akibat vagina Karina yang basah berlendir. Saya basahkan jari saya dengan liur, lalu mengosok-gosok clitnya. Karina makin terbakar. "Ugh.. shhh, ahhh... terus, Dre, akh.. mmhh... shhh.. uuh, uhh..." Karina mengoyangkan pinggulnya dengan tangan bertumpu ke tembok dan pegangan tangga. Tangan saya meremas pantatnya sambil mengikuti gerakan naik-turunnya.
Kemudian kami ganti posisi. Karina mengambil posisi merangkak. Saya ciumi pinggulnya dan pantatnya yang putih. "Andre sayang, cepetan dong.. nggak tahan nih..." pintanya. Saya basahi vaginanya dengan jari dan liur saya, lalu memain-mainkan helm 'adik' saya di mulut vaginanya. Karina mendesah, "Ugh.. shh, Dre..." Tangan kirinya menekan pantat saya untuk segera memasukkan 'adik' saya ke vaginanya. Saya langsung membenamkan 'adik' saya sepenuhnya ke lubang kenikmatan Karina. "Ugh... shh.. ahh.... Dre." Dia mengerang bercampur perih. Saya mulai bergerak maju mundur penuh nafsu. Erangan dan desahan silih berganti. Kadang saya tepuk pantatnya yang membuat Karina mengeluh nikmat. Dia membantu proses dengan memaju mundurkan pantatnya berlawanan dengan irama saya. Begitu saya tekan, dia dengansigap memundurkan pantatnya, seakan-akan ingin melahap 'adik' saya sampai habis ke akar-akarnya.Setelah belasan menit, Karina tampak mempercepatkan gerakannya. "Dre... Karin mau, shhhaa... ahh.. mmh.. aahhh, Andre sayang... shhh.. ahhhhh.." Tubuh Karina mengejang mencapai klimaksnya. Saya makin mempercepat gerakan saya agar 'adik' saya juga muntah. "Rin.. shh... saya juga... uhhg... ughh... hhhm..." Saya tekan sekuat-kuatnya 'adik' saya sampai Karina meringis. Seiringan dengan keluarnya cairan hangat dari 'adik', pantat saya menekan kuat sambil menarik pinggulnya ke belakang. Sebelum berdiri, saya mengeluarkan sapu tangan untuk menghalangi tumpahan dari vaginanya. Setelah bersih dari 'cairan surgawi', Karina memakai cd dan jeansnya. Karina memegang muka saya dengan kedua tangannya sambil menempelkan hidungnya ke hidung saya. Kami berdua tersenyum puas. Sesaat kami berciuman. "Dre, makasih lagi yah," katanya. "Saya nggak mau ini berakhir, Rin. Nggak tau kenapa, saya nggak mau kehilangan kamu," kata saya. Perasaan ini tiba-tiba muncul begitu saja. Karina hanya tersenyum manis. "Sapu tangannya biar nanti Karin cuci, yang," katanya manja. Lalu kami merapikan pakaian. Karina menjepit rambutnya yang terlihat sedikit acak-acakan.
Saya mengeluarkan rokok dan menyodorkannya ke Karina. "Nanti ajalah," katanya. "Smoking after sex itu enak loh, Rin," kata saya sambil menghidupkan rokok. Baru sekali hisap, dia ambil rokok saya lalu menghisapnya. Kami berdua tertawa ambil bertatapan. Pas Karina menyerahkan rokok ke saya, tiba-tiba pintu terbuka. Teman saya yang bernama Heri munculsambil tersenyum penuh curiga. "What?!" tanya saya. "Nah, ya.. gua tau sekarang...." katanya. Karina tersentak. Saya merasa seperti naik roller coaster yang turun dengan cepat. Muka saya terasa tebal. Pucat.
"Elo berdua pacaran yah? Kok ngerokoknya saweran begitu?" tanya Heri. Astaga, saya kira dia mengetahui apa yang kami lakukan tadi. Karina menghela nafasnya sambil tersenyum lega. "Rokok gue tinggal sebatang. Nggak ada salahnya kan kalo saweran. Elo mau? Nih..." Saya sodorkan rokok ke Heri. Dia tertawa senang. "Sip... ini namanya temen. Sebatang saweran," katanya sambil menghisap rokok. "Siapa bilang saweran rokok itu berarti pacaran? Buktinyaelo saweran sama Andre, berarti kalian berdua pacaran dong," kata Karina. "Weits, enak aja kalo ngomong. Si Andre tuh yang hombre.." kata Heri. Saya cuma tertawa. "Udah dikasih rokok malah begitu.." tanggap saya. Kami bertiga tertawa. Dalam tawanya, Karina menatap saya, lalu saya balas dengan anggukan pelan. Hal ini akan terus berlanjut, entah besok atau lusa. Yang pasti nggak bakal di tangga darurat lagi.

Tidak ada komentar: