Yogyakarta, 1978 - Festival Film Asia
Kegiatan shooting film sementara 'break' istilahnya atau istirahat karena hampir seluruh insan perfilman Indonesia dan negara-negara anggota FFA tumpah ruah di Yogya, berarti aku menganggur, tidak ada 'site-income' dari shooting film. Aku terpaksa mencari pekerjaan yang sifatnya Part Time yang berhubungan dengan FFA itu dan kiranya Sang Nasib masih memberiku kesempatan dimana aku mendapat pekerjaan dari satu organisasi pengatur konferensi dan aku ditempatkan di Yogya dimana FFA tersebut dibuka dan bersambung juga di Bali untuk acara penutupannya, aku juga terus mengikutinya.
Selama di Yogya aku bertemu dengan Mas Echa dan Mbak Ranti, mereka tinggal di hotel Ambarukmo dan hatiku berbunga-bunga sewaktu mendengar dari Mbak Ranti bahwa Mbak Evie juga akan datang ke Yogya menyusul mereka 1 hari sebelum upacara pembukaan.
"Dhit, selama Evie ada di Yogya, aku mau kamu yang menemani dia dan bantu dia untuk segala sesuatunya ya, ngerti!, kamu harus atur bagaimana caranya terserah kamu, luangkan waktumu untuknya." demikian perintah tegas Mas Echa kepadaku di depan isterinya, Mbak Ranti. "Baik Mas, saya akan usahakan supaya saya dapat menemani Mbak Evie." jawabku pasrah dan senang, kalau boss sudah berbicara demikian, yah harus dituruti daripada kehilangan kesempatan kerja lagi dengan Mas Echa serta lebih-lebih lagi kehilangan kesempatan menikmati tubuh montok Mbak Evie yang kebetulan jauh dari Mas Irawan. Kepalaku sempat pusing sejenak, berpikir bagaimana caranya membagi waktu antara pekerjaan untuk dapat uang tambahan dan tempat tidur plus kenikmatan tubuh wanita setengah baya berumur 38 tahun yang bernama Mbak Evie yang cantik dan mempunyai buah dada yang besar, montok dan nikmat itu dan 38A ukuran BH-nya. Sejenak aku terbayang, aku menghisap susunya seperti bayi menikmati ASI.
Siang hari kira-kira jam 11:00, pada hari akan dibuka secara resmi FFA di Yogya, aku sedang berada di lobby hotel Ambarukmo mengurus keperluan beberapa peserta FFA dari Filipina di depan front office desk dengan petugas front office, terdengar di belakangku suara seorang wanita menegurku dengan merdu, "Hai tukang urut yang keren, mana kamar yang khusus pesananku?" Perlahan-lahan aku berbalik, dan di hadapanku berdiri makhluk wanita impianku yang bernama Mbak Evie dengan anggunnya, wajahnya yang manis serta tubuh montok dibalut celana jeans biru tua agak ketat, sepatu model Moccasin merah Maroon serta kombinasi kemeja casual dengan kancing depan terbuka rendah sampai ke dadanya dari bahan blacu putih dan tidak dapat menghindari bentuk buah dadanya yang besar dan montok itu. Di belakangnya tampak Mas Echa dan Mbak Ranti memandang kami berdua dengan tersenyum.
"Mbaak.." kataku bersemangat sambil mengulurkan tanganku untuk bersalaman dan yang terjadi adalah Mbak Evie mengulurkan kedua tangannya ke arahku sambil memeluk leherku serta mencium kening dan kedua belah pipiku. Aku kaget mengalami hal tersebut dan jadi salah tingkah, soalnya ini dia lakukan di depan umum juga Mas Echa dan Mbak Ranti. Aku jadi kikuk dan mungkin ada perubahan di wajahku yang tidak kusadari, tapi Mbak Evie sepertinya tidak peduli dengan tenangnya dia menggandeng tanganku dan menarikku ke arah Mas Teguh dan Mbak Ratih.
"Excuse me gentlemen, I will be back in couple of minutes," kataku dengan hormat kepada delegasi Filipina, mereka mengangguk sambil tersenyum. Sesampai kami di depan Mas Echa dan Mbak Ranti, wanita cantik ini berkata, "Mas, sudah ketangkap body guard khusus yang Mas janjikan padaku, thank's yaa." celoteh seenaknya Mbak Evie kepada Mas Echa. "Nah tukang urut keren, tugasmu sudah menanti seperti yang aku bilang kemarin, Oke!" Mas Echa berkata dan sambil memeluk pinggang isterinya mereka meninggalkan kami berdua. Aku kembali ke front office desk sambil membawa sebuah koper besar milik Mbak Evie, aku mohon maaf serta membereskan masalah peserta FFA dari Filipina yang sempat tertunda gara-gara kedatangan Mbak Evie tadi.
Setelah mendaftarkan serta membereskan hal-hal yang berhubungan dengan administrasi kamar untuk Mbak Evie, kami berdua menuju kamarnya. Sesampai kami di dalam kamar dan room boy telah keluar setelah meletakkan koper, baik Mbak Evie maupun aku sendiri tidak tahan untuk berpelukan melepaskan rasa rindu, maklum sejak kegiatan FFA ini kami berdua tidak bertemu hampir 2 minggu.
"Dhitya sayang.. aku kangen kamu deh," kata Mbak Evie memeluk leherku sambil tidak henti-hentinya menciumi bibir, hidung serta keningku bergantian. "Aduh Mbaak.. aku juga kangen Mbak.." jawabku tidak mau kalah sambil memeluk pinggangnya yang ramping tapi aku tidak diberi kesempatan olehnya membalas apa yang sedang dilakukannya. "Maafkan aku Mbak, nggak sempat ngasih kabar sama Mbak soalnya waktuku di sini tersita dengan pekerjaan yang banyak dan hampir tidak mengenal waktu untuk istirahat ditambah lagi aku lebih banyak kerja di luar, maksudku jemput para peserta dari airport Adisucipto, mengantar mereka ke hotel balik lagi terus begitu tiap hari selama 4 hari terakhir ini. Sekarang agak relaks soalnya hampir semua anggota delegasi sudah tiba semua." kataku menerangkan setelah mendapat kesempatan duduk di tempat tidur dan dia duduk di atas pahaku dengan tenangnya, kedua kakinya melingkari pinggangku dan kedua tangannya melingkari leherku dan matanya yang hitam indah itu tanpa berkedip mengikuti dan memandangiku selama aku berbicara dan kedua tanganku menopang ke atas tempat tidur menahan beban indah di depanku.
"Oke sayang, cerita kamu sudah selesai?, sekarang aku mau bertanya, selama di sini kamu tinggal dan tidur di mana?" tanyanya lembut sambil mengusap-usap keningku penuh kasih sayang. "Oh, di belakang hotel ini, ada satu penginapan sebangsa motel, lumayan murah dan sudah dibayar selama aku tidur di sana oleh perusahaan yang mengontrakku, kenapa Mbak?" jawabku enteng sekenanya sambil mencoba memeluk pinggangnya. Dia mendorong badanku sehingga aku jatuh tertidur di atas kasur dan tubuh indah itu menindih tubuhku. Dikecup lembut bibirku, dadanya yang montok menekan dadaku dengan lembut.
"Dhitya sayang, mulai malam ini kamu tidur di sini menemani Mbak dan jangan membantah!" katanya memotong cepat pada saat aku baru membuka mulutku untuk menjawab. Aku jadi bingung bagaimana menjawabnya karena disatu segi aku sedang bekerja dan dilain segi aku sudah dipesan sama Mas Echa untuk menemani adiknya yang manis ini, akhirnya aku menyerah. "Iya deh.. terserah Mbak bagaimana baiknya, tapi gimana dengan Mas Echa dan Mbak Ranti dan aku harus check out dari penginapan tersebut." jawabku masih bingung. "Pokoknya aku nggak mau tahu bagaimana caranya kamu check out dari penginapan kecil itu, dan urusan Mas Echa and Mbak Ranti itu urusanku, now you have to take all your belonging from that motel and move here.. Pleaase.." katanya lagi dengan manja sambil mencubit kedua belah pipiku dan mengecup bibirku dengan lembut.
Kami bangkit dari tempat tidur dan setelah pamit aku kembali ke lobby hotel dan aku menemui boss-ku tempat part time aku bekerja. Aku ceritakan bahwa aku diminta oleh Panitia FFA setempat untuk membantu mereka di hotel tersebut dan aku diizinkan untuk tidur di salah satu kamar yang dipakai sebagai ruang sekretatriat panitia, boss-ku setuju saja, beres kan! Aku segera check out dari penginapan yang telah kusebutkan tadi dan memindahkan semua barangku ke kamar Mbak Evie, tidur di hotel Ambarukmo tidak terbayang sebelumnya olehku dengan wanita cantik serta sexy lagi, kapan lagi!
Malam pembukaan FFA berlangsung di Istana Kepresidenan Yogya, dibuka oleh Sri Sultan (alm), dan aku sudah dipesan oleh Mbak Evie sebelum berangkat ke acara pembukaan bahwa selesai atau belum paling lambat jam 22:30 aku sudah harus kembali ke hotel.. mau "diurut nih"?
Sepuluh menit sebelum jam 22:30 aku bisa kembali ke hotel bersama-sama rombongan beberapa delegasi negara peserta, kutelepon Mbak Evie dari front office, "Hallo.." terdengar suaranya yang terdengar malas-malasan itu. "Selamat malam Ibu Evie.." jawabku pelan menggoda. "Mmm.. siapa.." jawabnya agak malas. "Saya Bu.. tukang urut dari villa Cibodas yang dipesan Ibu tadi sore." candaku sambil tersenyum membayangkan ekspresi wajahnya. "Sontoloyo.. cepetan naik, aku sudah kesel nungguin kamu, Sayang.." katanya mulai bersemangat lagi terdengar suaranya olehku.
Aku naik ke kamarnya, kuketuk pintunya dan pintu pun terbuka dan Mbak Evie-ku yang cantik berdiri di hadapanku sambil menarik tanganku masuk, kututup pintu dengan kaki. Aduh Mak.. dia hanya memakai kemeja tipis biru tua lengan panjang seperti kemeja pria sebatas paha dengan kancing terbuka sebatas dada tanpa celana, kontras dengan kulitnya yang putih dan mulus, dan bukan main! dadanya yang membusung jelas terlihat dengan putingnya membentuk di baju tipis itu. Edan! aku menelan ludah tertegun dan benar-benar pusing kepalaku tujuh keliling menikmati pemandangan yang menakjubkan, menggairahkan serta membuat penisku tegang lebih dari "XX" volt barangkali.
Dia mendekatiku, kami berhadapan face to face, dia melingkarkan tangannya di leherku kemudian bibir yang sensual itu mengecup lembut bibirku sambil menggeser-geserkan susunya yang besar serta montok itu dengan lembut ke dadaku. "Dhitya sayang, aku kangen kamu.." dia berkata sambil matanya yang hitam menatapku dengan sayu. "Mbak, aku juga Mbak.. ingin.." jari telunjuknya menutup bibirku sambil dieluskan perlahan. "Aku tahu Sayang, sekarang kamu mandi dulu supaya segar yaa.. nanti Mbak pesankan teh hangat dan kamu sudah makan belum?" tanyanya lagi. "Sudah Mbak, nasi gudeg bungkus, pembagian panitia." jawabku dengan datar, habis mau bilang apa lagi, memang itu jatah makan panitia.
Aku mandi dengan air panas, sungguh nikmat mandi air panas di hotel Ambarukmo (aku tidak habis berpikir bisa tidur di hotel mahal), sementara kudengar room service sudah datang mengantarkan pesanan Mbak Evie. Aku keluar dari kamar mandi dengan hanya sepotong handuk membungkus tubuhku sebatas perut sampai di bawah lutut sedikit dan.. "Aduuh sexy benar tukang urutku.." celotehnya dari arah tempat tidur di mana dia membaringkan diri dengan posisi yang membuat penisku tegak seperti meriam si Jagur pada saat aku menoleh ke arahnya. Dia bebaring bertelekan tangan kirinya menahan kepala dengan posisi kaki kanan menumpang ke kiri sehingga baju tipis biru tua itu tersingkap memperlihatkan paha putih mulus dan amat indah bentuknya.
Kemudian dia bangkit dan mendekatiku sambil membawa secangkir teh hangat manis sambil berkata, "Minum dulu Sayang, kamu masih capek belum sempat minum teh manis seperti kebiasaanmu kalau lagi ada shooting, iya kan?" aku menerima cangkir itu dan sambil mencicipi teh tersebut aku tidak sadar bahwa pada saat yang sama Mbak Evie memelukku dan melepaskan simpul handuk yang meliliti tubuhku dan.. "Byaarr.." lepas handuk yang menutupi tubuhku. I am completely naked dan tangan yang mungil Mbak Evie langsung memegang serta meremas lembut penisku yang memang sejak keluar dari kamar mandi sudah tegang gara-gara posisi erotis Mbak Evie di tempat tidur.
"Aduuh Mbak, gimana nih.. nanti tehnya tumpah.." kataku kebingungan, lagi pegang cangkir teh panas, keadaan telanjang bulat, penisku tegang, diremas lagi oleh tangan mungil halus, di depanku ada seraut wajah wanita cantik berbibir merah sensual umur 38 tahun dengan susunya yang membuatku jadi.. "Aduhh, gilaa.. nikmaatt dan gilaa!" "Minum tehnya pelan-pelan Sayang, nikmati dengan perasaan halusmu, juga tanganku ini kangen dengan burungmu yang 16 cm." jawabnya dengan wajah yang menengadah ke wajahku yang terlihat kebingungan. Kuhirup tehnya dan aku merasakan ada yang aneh di lidah seperti rasa obat, jangan-jangan dicampur sesuatu yang.. aku melihat ke arahnya. "Kenapa Sayang.. Hhm, aneh rasanya yaa.. jangan kawatir itu hanya Ginseng, obat supaya kamu tidak mudah lelah setelah bekerja seharian. Aku dapat dari Mas Echa yang juga dapat dari temannya produser film Korea, masih ragu?" katanya lagi tanpa melepaskan tangannya yang tetap mengusap serta meremas penisku yang makin tegang dengan suaranya yang manja. "Aduh maaf Mbak, soalnya aku kan nggak pernah merasakan yang seperti itu sebelumnya, jadi agak aneh saja. Aku kira dicampur obat perangsang.. kalau iya bisa mati aku.. besok soalnya masih banyak kerjaan." jawabku sekenanya sambil tersenyum. Remasan tangannya yang mungil terhenti sejenak dan terlihat sorotan matanya yang hitam dan tajam.
"Aku nggak suka kamu ngomong begitu.. aku nggak suka pakai obat-obatan itu.. aku suka yang normal-normal saja.. aku suka kamu Dhiet, just the way you are.." jawabnya agak marah. "Maaf Mbak.. aku minta maaf, aku nggak bermaksud Mbak mau pakai obat-obatan seperti itu, maaf Mbak aku hanya ngomong kok, nggak pa-pa kan?" kujawab agak menyesal sambil terus menghabiskan teh hangat tersebut, kuletakkan cangkir dan sekarang tangan kiriku memeluk pinggangnya yang ramping dan tangan kananku mulai mengusap buah dada besar dan montok di depanku. Kudekatkan wajahku ke wajahnya, kukecup bibirnya yang sensual itu dengan lembut.
"Ooohh.. Dhitya sayang, aku kangen kamu.. sekarang Dhiet, sekarang.." desah Mbak Evie disertai nafasnya mulai tidak teratur. Perlahan-lahan kutarik tubuhnya mendekati sisi tempat tidur, kuangkat dan kulepaskan baju tipis biru tua yang dikenakannya dan Mbak Evie, oh Mbak Evie.. tubuh telanjangnya begitu mendekati sempurna bagiku, buah dadanya yang besar dan montok serta masih kenyal itu dihiasi puting coklat muda mencuat bergantung lembut, perutnya yang masih agak rata meskipun telah pernah mengandung 2 anak, pinggulnya yang bulat dan padat, pantatnya yang gempal dan agak tinggi, pahanya masih padat dengan bentuk proporsional dengan betis indahnya bagaikan padi bunting dan akhirnya rambut hitam lebat diantara kedua celah pahanya yang indah menutupi vaginanya yang pernah pertama kali membuatku lupa diri di villa Cibodas dahulu. Dan tubuh indah ini ada di hadapanku disertai desahan yang menggairahkan pemiliknya yang jauh lebih tua dari segi umur dariku, menyerah total kepadaku sekaligus memberi banyak pengalaman bagaimana seharusnya dan menikmati serta memberi nikmat, "BERCINTA-SANGGAMA-MAKE LOVE" entah apa lagi namanya itu.
Kupeluk Mbak Evie dengan segala daya dan rasa disertai kecupan-kecupan lembut di bibirnya yang sensual itu. Kurebahkan tubuh indah dan montok itu ke atas tempat tidur dengan hati-hati, matanya yang hitam indah itu terus menerus menatapku dan, "Dhitya sayang.. sekarang.. sekarang Dhit.. aku mau sekaraang.." erangannya halus keluar dari bibir mungil itu sambil kedua tangannya memeluk leher dan kepalaku serta mengusap-usap rambutku yang sesekali terasa direnggutnya dengan mesra.
Kembali kukecup bibirnya, turun ke leher yang jenjang terus turun menjilati dan menghisap bergantian kedua susunya yang menjadi kecintaan serta favoritku yang besar lembut serta kugigit-gigit kecil kedua puting coklat muda itu bagaikan bayi, yaa aku bagaikan bayi yang merindukan ASI, dengan kenikmatan penuh aku menghisap-hisap buah dada yang menggemaskan milik Mbak Evie-ku yang cantik, sementara desahan serta teriakan-teriakan kecilnya terdengar merdu.
"Dhitya.. oohh Dhitya.. isep teruuss susuku itu.. oohh.. enaakk Sayang!" kedua pahanya terasa olehku terbuka dan penisku menyentuh bulu-bulu hitam lebat vaginanya yang terasa mulai basah, kecupanku bertambah buas dan menggila turun ke arah perut, pusar dan berhenti dipucuk rambut penutup vaginanya yang hangat itu. Aku merasakan nikmat tersendiri, penisku tegang berdenyut, perlahan-lahan aku merayap sehingga membuat posisi kami sebagaimana yang disebut "69 Position" samping menyamping. Terasa tangan Mbak Evie menyambut dan kembali meremas serta mengurut turun naik penisku yang makin menegang dan hangat itu. Gila benar lidah tipis nan halus terasa menjilati kepala penisku dan bibirnya yang hangat mulai mengulum senjata kenikmatanku dengan menggairahkan serta bertubi-tubi itu. Aku sendiri rasanya sudah menuju puncak kegilaan menikmati tubuh Mbak Evie dengan permainan mulut dan lidahku, vaginanya kujilat mulai pucuknya, klitorisnya yang membuatnya kesetanan.
"Oohh.. Dhityaa.. mmff.. aahhnngg.." erangannya makin menggila sambil menekan kepalaku diantara kedua pahanya disertai jepitan yang mulai terasa mengeras. Aku tidak peduli lagi, tidak ada siapa-siapa kecuali aku dan Mbak Evie. Mbak Evie menginginkanku dan aku juga secara jujur tergila-gila dengan keindahan serta kehangatan tubuhnya dan kami berdua memang gila untuk bermain cinta.
Cairan hangat mulai keluar dari lubang kenikmatannya yang hangat dan dengan aroma yang khas vagina perempuan, tapi ini lain entah aku tidak tahu lagi mau ngomong apa. Kuhisap, kutelan dengan segala perasaan nikmat yang tinggi dan dia menggelinjang hebat tatkala mulutku, bibirku menyedot habis ke arah lubang kenikmatan vaginanya dengan cengkeraman yang kuat kedua belah pahanya di kepalaku. Gerakannya berputar membuat posisi kami berdua benar-benar dalam keadaan "69 position" dengan dia di atas mengulum penisku dan aku di bawah menghirup, menjilat serta menghisap klitorisnya dengan kenikmatan yang edan."Aaahh.. mmff.. Dhityaa sayang.." teriak kecil suaranya bagaikan hendak menangis karena aku tahu pencapaian kenikmatan orgasmenya telah mendekati titik puncak dan "Maass.. akuu.. oohh.." inilah puncak orgasmenya, bibirku, mulutku, lidahku terasa kelu akibat cairan kental hangat memenuhi rongga vagina indah itu disertai jepitan hebat kedua pahanya yang putih, mulus dan montok itu, pinggulnya bergerak ke atas ke bawah dan diam sejenak. Sementara aku bergetar rasanya di ujung penisku yang berdenyut dan aku merasa ngilu yang hebat pada pangkal pahaku sehingga aku tidak tahan lagi.
"Mbaakk.. mmff.." aku tidak kuat menahan lagi. Kedua tanganku melingkar menahan pantatnya yang gempal dan kukecup labia mayora-nya sambil menyedot klitoris mungil itu dan pantatku terangkat ke atas menekankan penisku ke dalam mulut Mbak Evie dan, "Creett.." rasa nikmat dunia yang lain tidak dapat menyaingi apa yang sedang kualami, spermaku muncrat keluar beberapa kali (sampai terasa agak perih pada ujung lubang penisku) Masuk ke mulut sensual Mbak Evie-ku yang cantik, kami sama-sama diam mengejang kaku akibat orgasme bersama dalam permainan oral seks. Aku menjatuhkan pantatku disertai keluhan panjang, dan Mbak Evie berguling tertelentang setelah melepaskan penisku dari mulutnya yang sensual itu. Aku bangun perahan sambil bergeser mendekati wajahnya yang manis terlihat puas dengan mata agak tertutup, aku terus bergeser sampai kami berbaring bersebelahan. Completely naked a pair of man and woman.
"Mbaak.." aku menyapanya dengan lembut sambil mengusap pipinya. Dia membuka matanya dan menengok ke arahku sambil tersenyum manis. "Oohh Dhitya sayang.. aku sayang kamu.. aku mau kamu peluk aku Dhiitt." jawabnya dengan lirih, langsung kupeluk dia dengan mesra dan dia pun membalas pelukanku dengan kecupan-kecupan lembut di bibirku dan terasa masih ada sisa spermaku sendiri di bibirnya. I don't care. Sejenak kami berpelukan dan akhirnya dia bangun terus menindih tubuhku sambil meletakkan kepalanya di dadaku.
"Dhitya sayang, mengapa kita baru bertemu sekarang yaa, aku seperti nggak merasa lebih tua dari kamu dan aku juga nggak merasa sudah punya anak dua ataupun sudah punya suami sejak apa yang terjadi di villa Cibodas dulu." kata-katanya meluncur dari mulutnya yang mungil itu sambil mengelus dadaku, kemudian diangkatnya kepalanya dan memandangku dengan manisnya serta tangannya sekarang memegang kedua belah pipiku, aku sendiri dari sejak orgasme sudah tidak bisa berkata banyak saking nikmatnya rasa tersebut.
"Aku mau kamu.. aku mau bercinta terus sama kamu.. aku mau sama kamu terus Dhitya sayang.. sikap kamu tidak seperti anak muda lainnya," desahnya dengan lembut. Aku mencoba memperbaiki posisi tidurku dengan menambah bantal di bawah kepalaku dan sekarang aku dapat memandangnya, kupeluk dia sambil menariknya perlahan hingga wajah kami sekarang berhadapan berjarak kira-kira kurang dari 5 cm. Hidung kami bersentuhan lembut, aroma nafasnya yang harum tercium dengan nikmat di hidungku.
"Mbak Evie yang manis, aku juga sayang sama Mbak.. aku pernah punya pacar 5 tahun yang lalu Mbak dan aku juga sudah bercinta sama dia, tapi mungkin karena dia masih perawan pada waktu itu dan yah namanya juga masih SMP tapi kami akhirnya yaa.. bercinta.." Sekonyong-konyong Mbak Evie sambil merenggut kepalaku hingga tertegak dalam cengkeramannya,"Kamu perwani dia Dhit.. iya kamu lakukan! Gila kamu!" sergahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sejenak aku jadi kikuk menghadapi tatapan matanya yang tajam tiba-tiba itu."I.iya Mbak.. habis kita berdua sudah kepingin banget waktu itu dan sudah kayak begini ini keadaannya.. kayak seperti kita ini lho Mbak." jawabku bingung kehabisan kata-kata. Dia memandangku agak lama, sepertinya ada sesuatu yang hendak dikatakannya dan dia tersenyum perlahan dan akhirnya tertawa renyah tertahan. "Oh Dhitya-ku yang manis, kamu memang benar-benar playboy cap rantang, dasar tukang urut keren, akhirnya bagaimana ceritamu itu.. berapa kali kamu bercinta dengan pacarmu itu." katanya disertai tepukan-tepukan halus di pipiku sambil menggigit-gigit kecil ujung hidungku.
Kuceritakan pengalamanku secara singkat sewaktu aku masih kuliah aktif di tingkat II sambil mengusap punggungnya yang halus serta sekali-sekali meremas pantatnya yang masih gempal itu dan Mbak Evie mendengarkan dengan penuh perhatian diselingi dengan tersenyum manis, menggelengkan kepala, mencubit hidungku juga sesekali menggoyangkan pinggulnya sehingga rambut vaginanya menggesek-gesek penisku hingga mulai tegang perlahan, sepertinya dia terangsang lagi mendengar kisahku bercinta dengan pacarku tadi. Kuakhiri cerita pengalamanku padanya sambil mengecup bibirnya yang indah, dibalasnya dengan ganas dan pinggulnya sekarang benar digoyangkan sedemikian rupa yang membuat penisku benar-benar naik darah lagi dan terasa mulai dijepit diantara bibir vaginanya yang hangat. Tanganku bergerilya ke susunya yang besar dan menggemaskan.
"Oooh Dhitya sayang, aku mau lagi, mau lagi bercinta sama kamu lagi.. aku mau burungmu berada di dalam vaginaku dengan hangat, sayang.. ayo kamu mau kan, nggak capek kan?" katanya manja dan disertai pagutan-pagutan yang mulai garang dan liar itu. Tanpa banyak bicara kulayani kemauannya dengan membalas kecupannya, lidahku bermain dengan agak kasar di dalam mulutnya sementara dia tetap berada di atas tubuhku, vaginanya digosokkan ke penisku dengan agak kasar juga dengan harapanku terangsang. Memang aku sudah sangat terangsang."Dhitya.. oh Dhitya.. aku nggak tahan Sayang.. masukin burungmu sekarang.. sekarang!" jeritnya sendu sambil mengangkat pantatnya serta merta diarahkan ke penisku yang tegak 16 cm itu, dan aku pun memegang dan menempelkan pada lubang kenikmatannya dengan tangan kananku sementara tangan kiriku meremas susu dan putingnya yang mengeras dan nikmat terasa kami berdua waktu penisku amblas ke dalam vagina Mbak Evie yang terasa hangat dan basah serta licin itu.
"Ooohh Dhitya sayaangg, kamuu.. akuu.. puasi aku sayang!" kembali jeritnya tertahan sambil menggoyangkan pantatnya yang bulat dan gempal itu naik turun.. naik.. turun makin cepat.. makin cepat.. makin cepat dan terasa makin licin serta hangat, basah di penisku, denyut-denyut ngilu menggigit di kepala penisku menandakan tanda-tanda orgasme akan mencapai pada puncaknya. Aku mencoba bertahan sambil meremas lembut kedua susunya yang bergoyang dengan hebatnya seiring gerakan tubuh Mbak Evie yang makin liar dan garang itu di atas tubuhku. Tiba-tiba dia menjatuhkan tubuhnya ke atas tubuhku sambil menjepitkan kedua pahanya ke pinggangku dan otot-otot vagina perempuan cantik yang sedang memperkosaku ini menjepit serta mengurut penisku dengan kenikmatan luar biasa rasanya. Dia mencapai orgasme yang kesekian kalinya.
"Aaawww.." teriakku tanpa sadar karena terasa sakit dan pedih di dadaku sebelah kanan yang ternyata digigit oleh Mbak Evie yang mencapai puncak orgasme beberapa detik yang lalu."Ooohh.. nnggmmff, Dhitya sayang.. Dhiitt.." kembali suaranya seperti melolong, jepitan pahanya tidak mengendur dan terasa denyutan ototnya pun tidak berhenti beberapa saat, aku mulai tidak tahan dengan denyutan-denyutan di kepala penisku ini dengan rasa ngilu dan setengah memaksa kupeluk Mbak Evie dan kubalikkan badanku sehingga aku berada di atasnya dengan kedua belah kaki serta pahanya yang menggemaskan itu masih mengelilingi dan menjepit pinggangku. Aku menggenjot dan memompakan tubuhku, pantatku, dadaku dengan segala daya yang masih ada pada diriku saat itu, kuhujamkan habis-habisan penisku ke dalam vaginanya yang hangat dan nikmat sampai akhirnya, "Mbaakk.. aahh.. mmff.." aku mengerang dan spermaku lepas, mucrat, keluar dengan dahsyatnya di dalam lubang kenikmatan perempuan cantik, putih yang amat menggemaskan itu hingga perih terasa di ujung lubang penisku itu dan untuk kesekian kalinya aku sudah melupakan siapa aku, siapa wanita yang sedang kutiduri ini, di mana kami sedang berada, dalam rangka apa kami di sini, yang ada dalam benakku saat ini adalah nikmat bercinta, nikmat sanggama, enjoying Make Love tidak peduli dengan siapa.
Kami berpelukan dengan eratnya seolah-olah tidak akan dapat terpisahkan oleh apapun, tanpa sadar aku menyusupkan kepalaku sambil menciumi leher jenjang dan putih Mbak Evie, dia pun memeluk erat dan menciumi kepalaku dengan lembut.
Jepitan pahanya mengendur disertai keluhan panjang, kedua betis indah bagai padi bunting itupun terasa lepas dari pinggangku, elusan tangannya tetap membelai punggungku, sementara aku masih tertelungkup di atas tubuhnya seperti anak kecil takut ditinggal ibunya. Hancur rasanya semua sendi-sendi tulangku, habis rasanya semua cairan tubuhku dihisap oleh kekuatan magis tubuh Mbak Evie-ku yang cantik.
Aku bergerak mundur seolah-olah akan melepaskan pelukannya tapi Mbak Evie menahanku sambil berkata, "Jangan dilepas Sayang, aku ingin merasakan burungmu tetap ada disarangnya sampai aku merasa puas, Sayang.. kamu mau kan?" Mbak Evie berbisik di telingaku dengan mesra. "Dhitya sayang, hey.. kenapa kamu Sayang.." lagi sapanya lembut sambil mengelus pipiku, aku tersadar dan mencoba bangun sambil memutar badanku ke kanan sehingga aku berada di sebelah kanan Mbak Evie dan dia mengikuti gerakanku sambil tetap memelukku seperti memeluk guling, guling hidup yang berpredikat tukang urut. "Oooh Sayang, dadamu luka Sayang, kenapa? Oh gara-gara kugigit tadi yaa.. maaf.. maaf ya Sayang.. aduh kasihan, sakit yaa.. aduuh maafkan Mbak ya Sayang.. mmuah.." katanya penuh penyesalan sambil mengecup dadaku yang terluka itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Aku meringis menahan pedih sedikit waktu lidahnya yang tipis menyentuh luka di dadaku itu.
Kemudian sambil menyusupkan wajah serta kepalaku di dada yang membusung dan nikmat itu sambil menciumi puting coklat muda yang menjadi kegemaranku itu dan berkata, "Mbaak, aku juga sayang sama Mbak, tapi gimana dengan Mas Iwan dan adik-adik, Mbak?" jawabku dengan manja diselingi mengecup susunya yang montok persis seperti bayi minum ASI. "Ah kamu nggak perlu mikirin soal itu, Mas Iwan cukup memberikan apa-apa yang kuminta untukku dan anak-anak. Aku juga akan tetap memperhatikan mereka.. sudah ah, nggak usah ngomongin yang begituan, sekarang aku hanya mau sama kamu, mau dekat kamu dan mau bercinta sama kamu, Sayang." katanya sambil menciumi kepalaku dengan lembut. Malam itu kami bercinta dua kali lagi sampai seluruh persendianku mau lepas rasanya.
Kegiatan FFA berlangsung terus sampai ke Denpasar, Bali dan aku beserta rombongan termasuk Mas Echa, Mbak Ranti, Mbak Evie terbang ke sana. Acara penutupan seperti biasa dihadiri oleh seluruh negara peserta termasuk para aktor, aktris, sutradara, produser berlangsung meriah dihadiri oleh menteri penerangan saat itu Bpk A.M.(alm). Tugasku dapat kuselesaikan dengan baik dan menerima honor yang cukup lumayan untuk tambah-tambah uang ujian dan uang saku.
Hari-hari terakhir FFA di Bali kulalui bersama Mbak Evie dengan mesra, kami menginap di Sanur Beach Hotel sampai dengan malam penutupan FFA. Kami jalan-jalan mengendarai mobil sewaan yang banyak di sana, kemudian kami mencari penginapan sejenis home stay yang menurutku lebih santai dan tidak banyak aturan ataupun formalitas seperti di hotel-hotel berbintang, Mbak Evie menuruti apa permintaanku yang tentu saja aku juga sudah memperhitungkan bahwa hal-hal tersebut tidak akan menyusahkan dia.
Kami mendapatkan satu home stay berbentuk rumah panggung kira-kira 1 meter tingginya dari permukaan tanah yang agak terpisah dengan villa/bungalow/hotel lainnya tetapi cukup bersih, rapi dan jaraknya kira-kira 100 m dari pantai Sanur.
"Oh Dhitya sayang, kamu kok pinter cari tempat seperti ini.. sepi, tenang dan exotis." Dia berkata saat kami berdiri berhadapan bagaikan sepasang kekasih (memang kami sepasang kekasih kok) sambil memandangku di depan halaman tempat kami akan menginap untuk dua hari lagi, tangannya yang putih halus dengan nakalnya mengelus dadaku yang bidang dengan kancing baju terlepas sampai ke perutku, terus turun di balik celana pendek pantai yang baru saja kubeli dari hasil kerja part time, mengelus halus benda di pangkal pahaku yang mulai menegang akibat tangannya yang nakal itu. Aku melihat ke sekitar tempat tersebut, sepi dari lalu lalang orang desa maupun para turis lokal dan mancanegara.
Aku kembali menatapnya dengan tersenyum lembut, kukecup bibir sensualnya sambil tanganku juga bermain menyusup dan meremas susunya yang montok di balik baju casual-nya dengan kancing terbuka sampai ke bagian dada yang seperti kuceritakan sewaktu kami bertemu di Yogya. Dia mendesah merasakan remasan lembut tanganku di buah dadanya yang selalu menggairahkanku, kutuntun Mbak Evie dengan mesra tanpa melepaskan pelukan kami berdua serta tangan kami yang nakal tetap pada tempat kenikmatan masing-masing. Kami masuk ke dalam rumah, terus ke dalam kamar menuju kasur tertutup sprei berwarna biru muda lembut ukuran king size yang terhampar di lantai (kamar exotis tanpa tempat tidur konvensional).
Kembali kami berdiri berhadapan, saling memandang dengan mesra, kemudian dengan hati-hati dan perlahan kubuka kancing baju Mbak Evie yang tersisa 4 buah itu dan dia pun membuka kancing bajuku yang tersisa 2 buah itu, baju kami jatuh ke lantai, tubuhku telanjang sebatas perut diusapnya dengan lembut sambil menatapku dengan matanya yang hitam indah itu. Aku tidak tinggal diam, tanganku dengan hati-hati mencoba membuka BH putih tipis dengan renda halus yang berusaha menyangga buah dada yang besar, indah, putih serta montok seolah-olah akan keluar dari BH tersebut. Akhirnya terlepas sudah penyangga susu yang montok itu terlihat dengan indahnya bergantung lembut mencuat di dada Mbak Evie-ku yang manis. Tanganku menyentuh puting susunya yang berwarna coklat muda dan memilinnya dengan lembut.
"Oooh Dhitya.. Dhitya sayangku.. teruss, Sayang.. teruss.." desahnya berbisik sambil berusaha memelukku dan menempelkan kedua buah dadanya yang besar dan montok itu ke dadaku. Akhirnya kuhentikan permainan tanganku dan menyambut dekapan dadanya yang lembut dan amat menggemaskanku itu. Kepalanya menempel di dadaku sejenak, kemudian dia menengadah menatap ke arah wajahku sambil menyentuhkan dagunya yang lucu di dadaku dan tangannya melingkar di pinggangku, aku pun memeluknya dengan melingkarkan kedua tanganku ke lehernya yang jenjang dan putih itu.
"Mbak Evie sayang.. aku juga mau memperkosamu, now!" kataku sambil agak kasar membuka celana kulotnya serta menjatuhkannya ke lantai, sementara dia tetap memandangku dengan sikap acuh tak acuh dan tetap menempelkan dagunya di dadaku. "Coba kalau kamu berani.. aku mau lihat keberanian serta kejantanan si tukang urut memperkosaku." jawabnya enteng sambil tersenyum, aku tersenyum juga dan mengangkat tanganku seperti orang menyerah. "Iya deh, aku menyerah karena aku nggak bisa melakukan itu sama Mbak.." dan tangannya dengan cepat membuka celana pantaiku sekaligus CD-ku dan, "Tuing!" Penisku dipegang, diremas dengan lembut, kulepaskan CD-nya juga dan kami berdua sudah telanjang bulat. Tanganku meremas kembali mainan bayinya yang besar, montok, dihiasi puting coklat muda yang amat menggemaskan serta membuat Birahi Tinggi bagiku.
Keluhannya terdengar panjang dan mendayu-dayu, kedua paha putihnya nan mulus merenggang mencoba agar vaginanya yang hangat itu menyentuh penisku yang sedang dipegangnya. "Dhitya sayang, aku mau make love yang lama ya hari ini sama kamu, yaa.." katanya dan dia menarikku dengan pelan, kami duduk di pinggir kasur sambil berpandangan mesra. Dengan lembut kurebahkan Mbak Evie dan kukecup keningnya, matanya yang hitam indah itu, pipi lembutnya, terus turun ke sudut bibirnya yang sensual, kugigit pelan bibir bawahnya disertai desahan serta tarikan nafasnya terdengar, "Mmmff.." pelukan tangannya di leherku, di kepalaku sambil mengusap punggungku. Dia membalas kecupanku dengan membalas menggigit kedua bibirku sehingga aku terdiam sejenak tidak bisa menggerakan kepalaku.
Dilepaskan bibirku dari gigitannya sambil memandangku tersenyum manis, kusentuh lagi bibirnya yang sensual itu, dia mencoba membalasnya, kuhindari dengan menciumi dagunya yang indah terus turun ke lehernya yang putih jenjang, turun lagi sampai di kedua susunya yang besar, montok dihiasi puting coklat muda yang amat menggemaskan itu. Kukecup puting itu dengan lembut dan mesra.
"Aduuh Dhitya.. teruuss Sayang.. aduuh kamu gila! kamu gilaa!" erangnya nikmat.Akupun menjadi bertambah nafsu menggumuli buah dadanya yang montok itu secara bergantian kukecup, kuciumi, kujilati, kuhisap dengan keras dan kugigit agak keras saking gemasnya. "Aaawww.. pelan-pelan Sayang, tapi terus.. oohh.." sahutnya penuh gairah. Mulutku bergerilya di susunya sampai basah keduanya oleh air liurku. Sementara tanganku menyusup diantara kedua pangkal pahanya yang telah direnggangkan sehingga tanganku, jariku bebas menyentuh, mengusap serta memasuki lubang vaginanya yang mulai basah oleh cairan putih kental dan harum khas itu. Jariku masih bermain di klitorisnya yang lembut dan tangan Mbak Evie mendorong kepalaku ke arah vaginanya, kuikuti kemauannya dan akhirnya kukecup, kujilat kugigit kecil klitoris mungil itu dan tersa cairan hangat meleleh pelan menyentuh bibirku, kujilat dan kuhisap tanpa berpikir panjang.
"Aaahh.. nnggmmff.. aduuhh Sayang aku mau mm.." jeritnya kecil sambil menjepit kepalaku dengan pahanya yang indah dan montok itu disertai renggutan tangannya di rambutku yang agak gondrong. Jepitan pahanya mengendur dan rambutku, dijambaknya pelan sambil menarikku ke arah dadanya yang menantang itu. Tiba-tiba dia bangun sambil memeluk leherku dan berbalik sehingga dia berada di atas tubuhku dan memandangku mesra.
"Kamu memang gila dan pintar membuat aku kewalahan, Sayang.. sekarang aku akan perkosa kamu sampai lemas, loyo.." katanya dengan garang. Mbak Evie memeluk leherku dan mulai menciumi bibirku yang masih basah dari sisa-sisa cairan hangat vaginanya, mulutnya yang mungil menjalar ke dadaku dan kecupan lembut halus menyentuh luka yang sudah mengering bekas gigitannya di Yogya dulu, secara refleks aku bergerak. "Kenapa Sayang.. masih sakit yaa.. maafkan Mbak yaa.." Dia memandangku dengan menyesal penuh kekhawatiran, aku menggelengkan sambil tersenyum ringan.
Bibirnya kembali menyentuh puting susuku dan lidahnya yang tipis menjilati dan aku menggigil dan serasa lemas tidak berdaya karena ini termasuk bagian yang sensitif dari tubuhku bahkan aku pernah orgasme gara-gara putingku dikecup oleh salah seorang gadis yang pernah menjadi kekasihku semasa SMA dan kejadian ini terulang lagi dan kali ini oleh Mbak Evi-ku dengan segudang pengalaman bercinta, aduh mati aku!
Mulut, bibir serta lidah mungil itu terus menelusuri tubuhku sampai ke penisku yang sudah tegak 16 cm, tangannya dengan lembut mengusap dan meremas penisku itu, aku terpejam menikmati remasan tangan Mbak Evie serta tanganku secara tidak sadar ikut meremas pinggiran kasur dan ada perasaan ngilu pada lubang penisku dan makin hangat, makin hangat. Aku merasa penisku makin hangat dan kepalaku terasa berdenyut, kubuka mataku sambil memandang ke arah Mbak Evie. Dengan garangnya penisku sedang dijiilati dan dikulumnya dengan sikap birahi yang tinggi, sebentar-sebentar terdengar desahan nikmat keluar dari mulut dan hidungnya yang bangir itu. Sang '16 cm'-ku sudah keras rasanya seperti kayu.
Dia bangkit dan merayap di atas tubuhku dan aku pun mengulurkan kedua tanganku menyambutnya dalam pelukan mesra. "Ooohh Dhitya sayang, sekarang.. sekarang Dhiitt.. now pleaase.." dia berkata dengan suara bergetar dan diangkat pantatnya sehingga rambut hitam lebat yang menutupi vagina terlihat dan aku mengarahkan penisku sambil menyibakkan rambut-rambut itu dan amblas penisku ke dalam lubang kenikmatan Mbak Evie yang langsung terasa hangat dan berdenyut-denyut akibat dari gerakan otot vaginanya disertai teriakan kecilnya, "Aduuhh.. Maass!"
Mbak Evie menjatuhkan tubuhnya yang montok ke atas tubuhku dan susunya yang besar menekan dadaku dengan lembut membuatku bertambah ngilu dan merinding nikmat. Pinggul, pantat yang bulat gempal itu digerakkannya dengan garang serta buas seakan-akan mau menghancurlumatkan penisku yang dijepit diantara celah bibir dan lubang vaginanya sambil mengerang, "Aahh.." mendesah, "Mmmff.." menjerit kecil, "Nnngg.."
Sekali-sekali kecupan bibirnya dengan liar mengunci bibirku dengan lidah tipisnya yang menelusuri lidahku serta kedua tangannya memeluk kepalaku dan sekaligus mencengkeram rambutku. Aku sendiri rasanya tidak bisa kontrol dengan tanganku yang sebentar-sebentar meremas pantatnya yang bulat gempal dan juga kadang-kadang naik untuk meremas rambut panjangnya yang tak pernah lepas dari model kepang satu itu.
Tiba-tiba dia mengangkat kepalanya sambil memandangku sejenak dan perubahan air mukanya yang sambil menggigit bibir bawahnya dia menekankan vaginanya sehingga penisku habis tertelan olehnya disertai jepitan paha pada pinggulku dan jeritannya yang beberapa saat keluar dari mulut yang mungil itu dengan cepat kututup dengan tanganku karena kalau tidak akan terdengar keluar dan, "We are dead!"
Mbak Evie menjatuhkan kembali kepalanya di dadaku sementara rasa ngilu di ujung kepala penisku makin bertambah dan dengan kasar kubalikkan badanku sehingga aku berada di atas tubuhnya, segera aku pun menggerakkan pantatku naik turun dengan irama cepat serta putaran pinggulku yang ikut menjadi kasar dan garang.
"Oohh.. oohh.. aahh.. Mbaakk, akuu.. akuu.." sambil memeluk dadanya. "Iyaa.. oohh.. iyaa Sayangg.. iyaa aahh!" sergahnya, desahannya dan akhirnya kami saling merengkuh, saling berpagut bibir dengan buas, jepitan pahanya mengeras, pahaku meregang dan, "Srroott.." spermaku, cairan nikmatnya saling keluar membasahi penisku dan lubang vaginanya.Rasanya lama kami berpelukan menikmati luar biasa Together Orgasme. Nafasku dan dan nafas Mbak Evie yang cantik terdengar tersengal-sengal beberapa saat. Luar biasa kali ini kami bermain cinta, hari masih pagi kira-kira jam 09:00, di tempat yang agak sepi lebih kurang 100 m dari pantai Sanur, hampir 1 jam aku bercinta dengan Mbak Evie dan kami bebas serta jauh dari semua orang yang kami kenal selama ini.
Aku bergerak ingin melepaskan tindihan tubuhku dari tubuh Mbak Evie tapi begitu aku memutarkan tubuhku dia memelukku dengan kaki yang dilingkarkan ke pinggangku seraya berkata, "Ngg.. jangan dilepas, jangaann.. aku nggak mau dilepas Dhit, biarkan kayak begini.. aku masih mau burungmu di dalam sarangku yang lamaa sekali.." "Aku lemes banget Mbak.. dan lapar sekali, hanya telor setengah matang kan yang aku makan tadi pagi sebelum mengantar Mas sama Mbak Ranti ke airport." jawabku sambil mengelus puting coklat muda kegemaranku. "Salah sendiri.. siapa suruh nggak sarapan.. rasakan akibatnya." celotehnya manja sambil menyusupkan wajahnya di dadaku. Aku tersenyum sambil berbisik halus di telinganya, "Mbak Sayang, Dhitya tukang urut, playboy cap rantang.. lapaarr Mbak." Sambil meniup halus kupingnya, Mbak Evie menggelinjang dan mengangkat wajahnya sambil tertawa renyah, dia mengecup bibirku lembut dan mengusap pipiku mesra. "Iya deh.. kita mandi dan cari makanan yaa, yuuk!" katanya seraya melepaskan pelukannya dan burungku keluar dari sarangnya.
Kami mandi membersihkan diri, saling menyabuni tubuh kami, saling siram menyiram dengan santai dan mesra. Hari itu kami berdua lewatkan dengan makan dan minum, jalan-jalan di pantai bergandengan tangan dengan sikap mesra dan masa bodoh dengan orangan-omongan di sekitar kami, tidur berpelukan sampai sore hari.
Malam hari kami makan di restaurant yang terdekat kemudian pulang sambil menyusuri pantai sampai dekat home stay, dia menahan langkah. "Sayang.. kita berenang yuuk.." katanya sambil memandang ke arah laut kemudian menoleh ke arahku dengan senyumnya yang manis. Aku termenung sejenak memikirkan sesuatu sambil membalas tatapan mata hitam yang indah itu. "Oke.. tapi dengan syarat.." jawabku sambil memandang dan memegang kedua lengannya itu. "Apa syaratnya Dhiet?" katanya lagi dengan wajah bertanya-tanya. Tanpa menjawab kugandeng tangannya dan kami berjalan menuju villa. "Apa dong syaratnya, Sayang.. ayo jawab." katanya lagi sambil menggoyangkan tangannya yang kucekal lembut dengan suara penasaran. Aku tetap tidak memberikan jawaban tapi tersenyum sambil berjalan memandanginya menuntun ke arah villa.Kami kembali keluar villa dengan masing-masing membawa handuk besar dan lebar, aku mengenakan celana pendek pantai yang lebar dan plong dan Mbak Evie juga mengenakan celana pendek pantai yang lebar dan plong dan kaos tanpa lengan yang plong juga, sambil bergandengan tangan kami berjalan berpelukan pinggang menuju pantai. Handuk kutebarkan berdampingan sebagai alas duduk/tidur, pantai Sanur di bagian kami tinggal telihat dan terasa sepi dari pengunjung, ada satu dua turis bule lalu lalang dan seperti biasa mereka acuh tak acuh dengan keadaan sekitarnya.
Malam yang indah dengan langit terang berbintang, kami berdua berenang dengan baju lengkap seperti yang kuceritakan di atas, berendam, saling menyiramkan air ke tubuh dan wajah masing-masing. Kutangkap tubuhnya yang menggemaskan dan kutarik ke tempat yang agak dangkal sehingga air hanya sebatas pantat kami, di bawah langit yang bersih serta bintang-bintang menyinari keremangan laut dan pantai, kami saling pandang dengan mesra, terlihat dalam keremangan itu Mbak Evie dengan rambut dilepas tergerai basah, wajahnya yang bersih dari segala macam make up, polos tapi tetap cantik, kaos tanpa lengan basah memperlihatkan lengannya padat menempel rapat ke tubuhnya yang indah, montok dan buah dada yang besar serta puting yang tercetak jelas pada bagian depan kaos yang dikenakannya karena dia tidak mengenakan BH serta celana pantai tipis yang menekan rapat pantatnya, pangkal pahanya menonjol jelas karena dia juga tidak mengenakan CD, itulah yang kumaksud dengan plong! dan itu yang menjadikan Syarat yang kuutarakan kepadanya waktu kami berjalan menuju villa.
Aku tertegun sejenak dan penisku mulai tegak dan jelas terlihat, tercetak di balik celana pantaiku yang plong karena aku juga tidak memakai CD, cukup fair dan cukup membangun birahiku dan juga Mbak Evie, aku yakin. Gila benar, aku tidak tahan dan memeluk pinggangnya.
"Mbak.. cantik sekali deh, Mbak.. aku rasanya nggak mau pisah sama Mbak." kataku lembut sambil mengeratkan pelukanku. "Iya Sayang.. aku juga nggak mau pisah sama kamu, aku mau kamu menemaniku teruus." jawabnya sambil memandangku. Perlahan wajah kami saling mendekat dan tanpa menunggu reaksinya yang lain kukecup bibir sensual itu, dibalasnya dengan memainkan lidahnya yang pernah membuatku tersengal-sengal di hotel di Yogya sambil tangannya mengusap dan meremas penisku di balik celana pantai yang tipis. Buah dadanya yang besar dan menggemaskan menempel lembut di balik kaos tanpa lengan tipis karena basah, aku tidak tahan, seluruh badanku gemetar saat berpelukan dengan Mbak Evie dalam keadaan basah seperti ini. Gila! aku merasa terangsang hebat dengan kondisi tubuh indah Mbak Evie dalam keadaan ini.
"Mbaak.. aku mau.. aku nggak tahan Mbaakk.. oohh!" kulepaskan kecupan bibirku dari bibirnya yang sensual dan memeluknya erat sementara tangannya dengan lembut dan mesra terus meremas membelai penisku yang mulai terasa ngilu di bagian kepalanya. "Iya Sayang.. aku juga mau sekarang Dhiiett..!" bisiknya di telingaku dengan desahan yang menggemaskan.
Kembali kukecup bibirnya yang sensual sambil menariknya ke arah pantai pasir putih yang hanya berjarak 10 m dari tempat kami berdiri. Kurebahkan tubuhnya di atas handuk yang sudah kami tebarkan di atas pasir, kupandangi matanya lembut dan kukecup bibirnya dengan sedikit kasar. Aku tidak tahan, tanganku meremas buah dadanya yang besar dan kenyal itu tanpa membuka kaos tipis basahnya, dia memegang kedua belah pipiku sambil membalas kecupan garang dariku. Tanganku turun terus mengusap pahanya sambil mencoba menaikkan celana pantainya yang memang seperti rok itu dan tanganku menyentuh rambut lebat vaginanya yang tidak memakai CD seperti yang kuceritakan di atas. Kuusap belahan bibir hangat dan akhirnya klitorisnya yang mungil dengan lembut tapi dengan penuh nafsu.
"Ooohh Dhitya sayang.. teruuss.. aahh.." desahnya lembut sambil memeluk dan mengelus rambutku yang basah. "Mbaakk, sekarang Mbaakk, aku nggak tahan lagi Mbaak!" kataku kehilangan kontrol. "Iyaa Sayaang, aku mauu sekaraanngg.. ayoo.." katanya sambil membuka kedua pahanya. Kuturunkan celana pantaiku dan penisku tegang 16 cm! Kemudian dengan nafas agak tersengal-sengal kuangkat kaki celananya yang memang longgar seperti rok itu dan kuarahkan penisku ke lubang vaginanya dengan perasaan sebab di pinggir pantai itu agak gelap hanya keremangan cahaya bintang saja yang ada.
"Ooohh Sayang.. ayoo masukkan burungmu itu cepaatt.. aku nggak tahan lagii.." erangnya sambil mencoba menekan pantatku seraya membuka pahanya lebih lebar dan amblas penisku ke dalam lubang vaginanya yang hangat dan terasa rambutnya yang basah menempel di perutku. Dia mendesah nikmat di balik kecupan buas bibirku yang sudah hilang kontrol. Edan! kami bercinta dengan dahsyat di pantai pasir Sanur, malam hari dibawah cahaya bintang-bintang, dengan badan basah asin air laut, tanpa melepas celana masing-masing. Penisku masuk lewat salah satu kaki celananya tanpa dibuka, turun naik di dalam vaginanya yang hangat tanpa halangan apapun. Goyangan pinggul dan pantatnya yang membuat penisku terasa diurut oleh super otot dengan kuatnya. Aku mencoba meremas buah dadanya yang besar dan montok itu yang masih tertutup kaos tipis dengan putingnya terasa mengeras. Tiba-tiba kegilaanku muncul sesaat, kucengkram kaos tipis tanpa lengan dan dengan sekali sentak (sentakan tukang urut man!) "Breett..", robek dan muncullah pemandangan yang menggemaskanku, payudara, buah dada, susu Mbak Evie dengan puting yang menggairahkan langsung kujilati, kuhisap, kugigit-gigit dengan nafsu birahi tinggi dan gemas, sambil tetap menggenjot vaginanya dengan irama yang berubah-ubah diselingi oleh desahan-desahan nikmat Mbak Evie. "Ooohh.. aahh.. mmff.. Dhiieet.. ohh.. oohh.. teruuss sayaang!"
Entah berapa lama kami bersenggama dengan posisi lotus itu (menurut KAMASUTRA) dengan segala gerakan yang berusaha memuaskan diri masing-masing. Aku merasa badanku ngilu, bergetar hebat, kedua kakinya dilingkarkan ke pinggangku dan mulai terasa menjepit dan penisku terasa dijepit otot-otot vaginanya dengan kuat disertai desahan-desahan keluar dari mulutnya sanbil menciumi ubun-ubunku karena aku sedang menyusu bagaikan bayi minum ASI yang segar dan penuh air susu itu.
"Mmmff.. oohh, Dhiieett.. oohh.." erangnya dan aku merasa akan mencapai klimaks tidak lama lagi, kulepaskan kedua puting susunya dan kembali kukecup bibirnya yang sensual dengan ganas sampai nafasnya tersengal-sengal. "Mbaakk.. aku nggak tahaann, Mbaakk.." jeritku tertahan sambil menyusupkan kepalaku di lehernya yang putih jenjang. Mbak Evie memelukku dengan hangat dengan kedua tangannya sambil mengecup kepalaku.
Tiba-tiba jepitan kedua belah pahanya menguat menjepit pinggangku disertai cengkraman tangan dan jari-jarinya di leherku, di kepalaku, di rambutku yang agak gondrong dan basah itu dan, "Aaahh.. Dhiieett.. akuu.." jeritnya tertahan, penisku terasa ngilu, hangat, basah dan berdenyut. Mbak Evie-ku yang manis mencapai orgasme dan beberapa saat kemudian terasa perih di lubang penisku dan, "Crroott.. crroott.. croott.." entah berapa banyak spermaku juga cairan kenikmatan Mbak Evie saling menyemprot di dalam vaginanya yang gila benar nikmatnya. Kami berpagut dengan ketatnya seolah tidak akan terlepas selamanya.
Gila! Edan! Nikmat! Orgasme bersama di tepi pantai Sanur, dibawah keremangan cahaya beribu bintang. Aku, pemuda lajang berumur 27 tahun bersama Mbak Evie, wanita ibu rumah tangga berumur 38 tahun bercinta dengan kegilaan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata yang jauh dari semua orang yang kami kenal dan kami cintai sebelum kami bertemu.
Sejenak kami masih belum saling melepaskan pelukan kami masing-masing, kami masih menikmati kebersamaan kami tanpa memikirkan di mana kami berada, pakaian basah kami yang masih melekat atau entahlah. Aku bergeser melepaskan diri, penisku masih tegang segera kunaikkan kembali celana pantai yang masih basah menutupinya dan berbaring memejamkan mata di sebelah Mbak Evie yang juga berputar menghadap ke arahku sambil berusaha menutupi payudaranya, buah dadanya, susunya yang sudah menjadi milikku setiap kali kami bercinta itu dengan mencoba menarik kaosnya yang robek.
"Dhitya sayang.. aku cinta kamu.. aku.." katanya pelan dengan sebelah tangannya dia mengusap bibirku sementara aku masih memejamkan mata mencoba menikmati apa saja yang baru terjadi dengan diriku. Sambil masih terpejam mataku, kuraih tangannya yang lembut itu, kukecup pelan, aku berputar menghadapnya dan membuka mataku memandangnya sambil tersenyum."Mbak Evie yang manis, mari kita jalin hubungan kasih ini tanpa meninggalkan orang-orang yang kita cintai sebelum kita berdua bertemu, Oke Mbak?" sahutku lembut sambil tetap menggenggam tangannya, dia mengangguk lembut juga sambil tersenyum sementara tangan yang satu tetap memegang ujung kaosnya untuk menutupi itu, payudara indahnya. Aku bangkit sambil membereskan alas handuk kami, dia masih terduduk memandangku dengan sayu, kuulurkan tanganku yang segera disambutnya, kutarik perlahan dan dia berdiri. Kututupi tubuh yang basah itu dengan handukku dan sambil berjalan menuju villa kami berpelukan di mana kepalanya disenderkan ke dadaku.
Malam berikutnya kami lewati dengan menikmati jalan-jalan, belanja oleh-oleh untuk Cempaka dan Melati, kedua puteri Mbak Evie, makan, medengarkan musik di beberapa pub/kafe kemudian pulang dan bercinta, bercinta dan bercinta seolah tiada habisnya.
Kesokan hari kami kembali ke Jakarta, dan seperti biasa aku laporan sama Mas Echa dan Mbak Ranti tentang apa yang diminta Mas Echa selama aku menemani Mbak Evie dan tentu saja 'Petualangan Bercinta' kami berdua tidak pernah keluar dari mulutku or I'M DEAD MAN. Hubunganku dengan Mbak Evie berlanjut sampai dengan tahun 1980 dalam konteks pembuatan film bersama Mas Echa dan juga hubungan 'Istimewa'.
Setelah aku lulus berkat bantuan Mas Echa sekeluarga, aku bekerja di bidang perminyakan. Dan perpisahan yang tak terelakkan dengan Mbak Evie karena Mas Irawan mendapat tugas dari perusahaannya ke Jepang selama 3 tahun yang mana mereka bermukim di sana lebih dari 3 tahun. Hubungan kami terputus total, tidak ada surat menyurat, telepon maupun komunikasi lainnya. Salah satu pengalaman yang amat berkesan bagiku, Mbak Evie.. oh Mbak Evie!
Kegiatan shooting film sementara 'break' istilahnya atau istirahat karena hampir seluruh insan perfilman Indonesia dan negara-negara anggota FFA tumpah ruah di Yogya, berarti aku menganggur, tidak ada 'site-income' dari shooting film. Aku terpaksa mencari pekerjaan yang sifatnya Part Time yang berhubungan dengan FFA itu dan kiranya Sang Nasib masih memberiku kesempatan dimana aku mendapat pekerjaan dari satu organisasi pengatur konferensi dan aku ditempatkan di Yogya dimana FFA tersebut dibuka dan bersambung juga di Bali untuk acara penutupannya, aku juga terus mengikutinya.
Selama di Yogya aku bertemu dengan Mas Echa dan Mbak Ranti, mereka tinggal di hotel Ambarukmo dan hatiku berbunga-bunga sewaktu mendengar dari Mbak Ranti bahwa Mbak Evie juga akan datang ke Yogya menyusul mereka 1 hari sebelum upacara pembukaan.
"Dhit, selama Evie ada di Yogya, aku mau kamu yang menemani dia dan bantu dia untuk segala sesuatunya ya, ngerti!, kamu harus atur bagaimana caranya terserah kamu, luangkan waktumu untuknya." demikian perintah tegas Mas Echa kepadaku di depan isterinya, Mbak Ranti. "Baik Mas, saya akan usahakan supaya saya dapat menemani Mbak Evie." jawabku pasrah dan senang, kalau boss sudah berbicara demikian, yah harus dituruti daripada kehilangan kesempatan kerja lagi dengan Mas Echa serta lebih-lebih lagi kehilangan kesempatan menikmati tubuh montok Mbak Evie yang kebetulan jauh dari Mas Irawan. Kepalaku sempat pusing sejenak, berpikir bagaimana caranya membagi waktu antara pekerjaan untuk dapat uang tambahan dan tempat tidur plus kenikmatan tubuh wanita setengah baya berumur 38 tahun yang bernama Mbak Evie yang cantik dan mempunyai buah dada yang besar, montok dan nikmat itu dan 38A ukuran BH-nya. Sejenak aku terbayang, aku menghisap susunya seperti bayi menikmati ASI.
Siang hari kira-kira jam 11:00, pada hari akan dibuka secara resmi FFA di Yogya, aku sedang berada di lobby hotel Ambarukmo mengurus keperluan beberapa peserta FFA dari Filipina di depan front office desk dengan petugas front office, terdengar di belakangku suara seorang wanita menegurku dengan merdu, "Hai tukang urut yang keren, mana kamar yang khusus pesananku?" Perlahan-lahan aku berbalik, dan di hadapanku berdiri makhluk wanita impianku yang bernama Mbak Evie dengan anggunnya, wajahnya yang manis serta tubuh montok dibalut celana jeans biru tua agak ketat, sepatu model Moccasin merah Maroon serta kombinasi kemeja casual dengan kancing depan terbuka rendah sampai ke dadanya dari bahan blacu putih dan tidak dapat menghindari bentuk buah dadanya yang besar dan montok itu. Di belakangnya tampak Mas Echa dan Mbak Ranti memandang kami berdua dengan tersenyum.
"Mbaak.." kataku bersemangat sambil mengulurkan tanganku untuk bersalaman dan yang terjadi adalah Mbak Evie mengulurkan kedua tangannya ke arahku sambil memeluk leherku serta mencium kening dan kedua belah pipiku. Aku kaget mengalami hal tersebut dan jadi salah tingkah, soalnya ini dia lakukan di depan umum juga Mas Echa dan Mbak Ranti. Aku jadi kikuk dan mungkin ada perubahan di wajahku yang tidak kusadari, tapi Mbak Evie sepertinya tidak peduli dengan tenangnya dia menggandeng tanganku dan menarikku ke arah Mas Teguh dan Mbak Ratih.
"Excuse me gentlemen, I will be back in couple of minutes," kataku dengan hormat kepada delegasi Filipina, mereka mengangguk sambil tersenyum. Sesampai kami di depan Mas Echa dan Mbak Ranti, wanita cantik ini berkata, "Mas, sudah ketangkap body guard khusus yang Mas janjikan padaku, thank's yaa." celoteh seenaknya Mbak Evie kepada Mas Echa. "Nah tukang urut keren, tugasmu sudah menanti seperti yang aku bilang kemarin, Oke!" Mas Echa berkata dan sambil memeluk pinggang isterinya mereka meninggalkan kami berdua. Aku kembali ke front office desk sambil membawa sebuah koper besar milik Mbak Evie, aku mohon maaf serta membereskan masalah peserta FFA dari Filipina yang sempat tertunda gara-gara kedatangan Mbak Evie tadi.
Setelah mendaftarkan serta membereskan hal-hal yang berhubungan dengan administrasi kamar untuk Mbak Evie, kami berdua menuju kamarnya. Sesampai kami di dalam kamar dan room boy telah keluar setelah meletakkan koper, baik Mbak Evie maupun aku sendiri tidak tahan untuk berpelukan melepaskan rasa rindu, maklum sejak kegiatan FFA ini kami berdua tidak bertemu hampir 2 minggu.
"Dhitya sayang.. aku kangen kamu deh," kata Mbak Evie memeluk leherku sambil tidak henti-hentinya menciumi bibir, hidung serta keningku bergantian. "Aduh Mbaak.. aku juga kangen Mbak.." jawabku tidak mau kalah sambil memeluk pinggangnya yang ramping tapi aku tidak diberi kesempatan olehnya membalas apa yang sedang dilakukannya. "Maafkan aku Mbak, nggak sempat ngasih kabar sama Mbak soalnya waktuku di sini tersita dengan pekerjaan yang banyak dan hampir tidak mengenal waktu untuk istirahat ditambah lagi aku lebih banyak kerja di luar, maksudku jemput para peserta dari airport Adisucipto, mengantar mereka ke hotel balik lagi terus begitu tiap hari selama 4 hari terakhir ini. Sekarang agak relaks soalnya hampir semua anggota delegasi sudah tiba semua." kataku menerangkan setelah mendapat kesempatan duduk di tempat tidur dan dia duduk di atas pahaku dengan tenangnya, kedua kakinya melingkari pinggangku dan kedua tangannya melingkari leherku dan matanya yang hitam indah itu tanpa berkedip mengikuti dan memandangiku selama aku berbicara dan kedua tanganku menopang ke atas tempat tidur menahan beban indah di depanku.
"Oke sayang, cerita kamu sudah selesai?, sekarang aku mau bertanya, selama di sini kamu tinggal dan tidur di mana?" tanyanya lembut sambil mengusap-usap keningku penuh kasih sayang. "Oh, di belakang hotel ini, ada satu penginapan sebangsa motel, lumayan murah dan sudah dibayar selama aku tidur di sana oleh perusahaan yang mengontrakku, kenapa Mbak?" jawabku enteng sekenanya sambil mencoba memeluk pinggangnya. Dia mendorong badanku sehingga aku jatuh tertidur di atas kasur dan tubuh indah itu menindih tubuhku. Dikecup lembut bibirku, dadanya yang montok menekan dadaku dengan lembut.
"Dhitya sayang, mulai malam ini kamu tidur di sini menemani Mbak dan jangan membantah!" katanya memotong cepat pada saat aku baru membuka mulutku untuk menjawab. Aku jadi bingung bagaimana menjawabnya karena disatu segi aku sedang bekerja dan dilain segi aku sudah dipesan sama Mas Echa untuk menemani adiknya yang manis ini, akhirnya aku menyerah. "Iya deh.. terserah Mbak bagaimana baiknya, tapi gimana dengan Mas Echa dan Mbak Ranti dan aku harus check out dari penginapan tersebut." jawabku masih bingung. "Pokoknya aku nggak mau tahu bagaimana caranya kamu check out dari penginapan kecil itu, dan urusan Mas Echa and Mbak Ranti itu urusanku, now you have to take all your belonging from that motel and move here.. Pleaase.." katanya lagi dengan manja sambil mencubit kedua belah pipiku dan mengecup bibirku dengan lembut.
Kami bangkit dari tempat tidur dan setelah pamit aku kembali ke lobby hotel dan aku menemui boss-ku tempat part time aku bekerja. Aku ceritakan bahwa aku diminta oleh Panitia FFA setempat untuk membantu mereka di hotel tersebut dan aku diizinkan untuk tidur di salah satu kamar yang dipakai sebagai ruang sekretatriat panitia, boss-ku setuju saja, beres kan! Aku segera check out dari penginapan yang telah kusebutkan tadi dan memindahkan semua barangku ke kamar Mbak Evie, tidur di hotel Ambarukmo tidak terbayang sebelumnya olehku dengan wanita cantik serta sexy lagi, kapan lagi!
Malam pembukaan FFA berlangsung di Istana Kepresidenan Yogya, dibuka oleh Sri Sultan (alm), dan aku sudah dipesan oleh Mbak Evie sebelum berangkat ke acara pembukaan bahwa selesai atau belum paling lambat jam 22:30 aku sudah harus kembali ke hotel.. mau "diurut nih"?
Sepuluh menit sebelum jam 22:30 aku bisa kembali ke hotel bersama-sama rombongan beberapa delegasi negara peserta, kutelepon Mbak Evie dari front office, "Hallo.." terdengar suaranya yang terdengar malas-malasan itu. "Selamat malam Ibu Evie.." jawabku pelan menggoda. "Mmm.. siapa.." jawabnya agak malas. "Saya Bu.. tukang urut dari villa Cibodas yang dipesan Ibu tadi sore." candaku sambil tersenyum membayangkan ekspresi wajahnya. "Sontoloyo.. cepetan naik, aku sudah kesel nungguin kamu, Sayang.." katanya mulai bersemangat lagi terdengar suaranya olehku.
Aku naik ke kamarnya, kuketuk pintunya dan pintu pun terbuka dan Mbak Evie-ku yang cantik berdiri di hadapanku sambil menarik tanganku masuk, kututup pintu dengan kaki. Aduh Mak.. dia hanya memakai kemeja tipis biru tua lengan panjang seperti kemeja pria sebatas paha dengan kancing terbuka sebatas dada tanpa celana, kontras dengan kulitnya yang putih dan mulus, dan bukan main! dadanya yang membusung jelas terlihat dengan putingnya membentuk di baju tipis itu. Edan! aku menelan ludah tertegun dan benar-benar pusing kepalaku tujuh keliling menikmati pemandangan yang menakjubkan, menggairahkan serta membuat penisku tegang lebih dari "XX" volt barangkali.
Dia mendekatiku, kami berhadapan face to face, dia melingkarkan tangannya di leherku kemudian bibir yang sensual itu mengecup lembut bibirku sambil menggeser-geserkan susunya yang besar serta montok itu dengan lembut ke dadaku. "Dhitya sayang, aku kangen kamu.." dia berkata sambil matanya yang hitam menatapku dengan sayu. "Mbak, aku juga Mbak.. ingin.." jari telunjuknya menutup bibirku sambil dieluskan perlahan. "Aku tahu Sayang, sekarang kamu mandi dulu supaya segar yaa.. nanti Mbak pesankan teh hangat dan kamu sudah makan belum?" tanyanya lagi. "Sudah Mbak, nasi gudeg bungkus, pembagian panitia." jawabku dengan datar, habis mau bilang apa lagi, memang itu jatah makan panitia.
Aku mandi dengan air panas, sungguh nikmat mandi air panas di hotel Ambarukmo (aku tidak habis berpikir bisa tidur di hotel mahal), sementara kudengar room service sudah datang mengantarkan pesanan Mbak Evie. Aku keluar dari kamar mandi dengan hanya sepotong handuk membungkus tubuhku sebatas perut sampai di bawah lutut sedikit dan.. "Aduuh sexy benar tukang urutku.." celotehnya dari arah tempat tidur di mana dia membaringkan diri dengan posisi yang membuat penisku tegak seperti meriam si Jagur pada saat aku menoleh ke arahnya. Dia bebaring bertelekan tangan kirinya menahan kepala dengan posisi kaki kanan menumpang ke kiri sehingga baju tipis biru tua itu tersingkap memperlihatkan paha putih mulus dan amat indah bentuknya.
Kemudian dia bangkit dan mendekatiku sambil membawa secangkir teh hangat manis sambil berkata, "Minum dulu Sayang, kamu masih capek belum sempat minum teh manis seperti kebiasaanmu kalau lagi ada shooting, iya kan?" aku menerima cangkir itu dan sambil mencicipi teh tersebut aku tidak sadar bahwa pada saat yang sama Mbak Evie memelukku dan melepaskan simpul handuk yang meliliti tubuhku dan.. "Byaarr.." lepas handuk yang menutupi tubuhku. I am completely naked dan tangan yang mungil Mbak Evie langsung memegang serta meremas lembut penisku yang memang sejak keluar dari kamar mandi sudah tegang gara-gara posisi erotis Mbak Evie di tempat tidur.
"Aduuh Mbak, gimana nih.. nanti tehnya tumpah.." kataku kebingungan, lagi pegang cangkir teh panas, keadaan telanjang bulat, penisku tegang, diremas lagi oleh tangan mungil halus, di depanku ada seraut wajah wanita cantik berbibir merah sensual umur 38 tahun dengan susunya yang membuatku jadi.. "Aduhh, gilaa.. nikmaatt dan gilaa!" "Minum tehnya pelan-pelan Sayang, nikmati dengan perasaan halusmu, juga tanganku ini kangen dengan burungmu yang 16 cm." jawabnya dengan wajah yang menengadah ke wajahku yang terlihat kebingungan. Kuhirup tehnya dan aku merasakan ada yang aneh di lidah seperti rasa obat, jangan-jangan dicampur sesuatu yang.. aku melihat ke arahnya. "Kenapa Sayang.. Hhm, aneh rasanya yaa.. jangan kawatir itu hanya Ginseng, obat supaya kamu tidak mudah lelah setelah bekerja seharian. Aku dapat dari Mas Echa yang juga dapat dari temannya produser film Korea, masih ragu?" katanya lagi tanpa melepaskan tangannya yang tetap mengusap serta meremas penisku yang makin tegang dengan suaranya yang manja. "Aduh maaf Mbak, soalnya aku kan nggak pernah merasakan yang seperti itu sebelumnya, jadi agak aneh saja. Aku kira dicampur obat perangsang.. kalau iya bisa mati aku.. besok soalnya masih banyak kerjaan." jawabku sekenanya sambil tersenyum. Remasan tangannya yang mungil terhenti sejenak dan terlihat sorotan matanya yang hitam dan tajam.
"Aku nggak suka kamu ngomong begitu.. aku nggak suka pakai obat-obatan itu.. aku suka yang normal-normal saja.. aku suka kamu Dhiet, just the way you are.." jawabnya agak marah. "Maaf Mbak.. aku minta maaf, aku nggak bermaksud Mbak mau pakai obat-obatan seperti itu, maaf Mbak aku hanya ngomong kok, nggak pa-pa kan?" kujawab agak menyesal sambil terus menghabiskan teh hangat tersebut, kuletakkan cangkir dan sekarang tangan kiriku memeluk pinggangnya yang ramping dan tangan kananku mulai mengusap buah dada besar dan montok di depanku. Kudekatkan wajahku ke wajahnya, kukecup bibirnya yang sensual itu dengan lembut.
"Ooohh.. Dhitya sayang, aku kangen kamu.. sekarang Dhiet, sekarang.." desah Mbak Evie disertai nafasnya mulai tidak teratur. Perlahan-lahan kutarik tubuhnya mendekati sisi tempat tidur, kuangkat dan kulepaskan baju tipis biru tua yang dikenakannya dan Mbak Evie, oh Mbak Evie.. tubuh telanjangnya begitu mendekati sempurna bagiku, buah dadanya yang besar dan montok serta masih kenyal itu dihiasi puting coklat muda mencuat bergantung lembut, perutnya yang masih agak rata meskipun telah pernah mengandung 2 anak, pinggulnya yang bulat dan padat, pantatnya yang gempal dan agak tinggi, pahanya masih padat dengan bentuk proporsional dengan betis indahnya bagaikan padi bunting dan akhirnya rambut hitam lebat diantara kedua celah pahanya yang indah menutupi vaginanya yang pernah pertama kali membuatku lupa diri di villa Cibodas dahulu. Dan tubuh indah ini ada di hadapanku disertai desahan yang menggairahkan pemiliknya yang jauh lebih tua dari segi umur dariku, menyerah total kepadaku sekaligus memberi banyak pengalaman bagaimana seharusnya dan menikmati serta memberi nikmat, "BERCINTA-SANGGAMA-MAKE LOVE" entah apa lagi namanya itu.
Kupeluk Mbak Evie dengan segala daya dan rasa disertai kecupan-kecupan lembut di bibirnya yang sensual itu. Kurebahkan tubuh indah dan montok itu ke atas tempat tidur dengan hati-hati, matanya yang hitam indah itu terus menerus menatapku dan, "Dhitya sayang.. sekarang.. sekarang Dhit.. aku mau sekaraang.." erangannya halus keluar dari bibir mungil itu sambil kedua tangannya memeluk leher dan kepalaku serta mengusap-usap rambutku yang sesekali terasa direnggutnya dengan mesra.
Kembali kukecup bibirnya, turun ke leher yang jenjang terus turun menjilati dan menghisap bergantian kedua susunya yang menjadi kecintaan serta favoritku yang besar lembut serta kugigit-gigit kecil kedua puting coklat muda itu bagaikan bayi, yaa aku bagaikan bayi yang merindukan ASI, dengan kenikmatan penuh aku menghisap-hisap buah dada yang menggemaskan milik Mbak Evie-ku yang cantik, sementara desahan serta teriakan-teriakan kecilnya terdengar merdu.
"Dhitya.. oohh Dhitya.. isep teruuss susuku itu.. oohh.. enaakk Sayang!" kedua pahanya terasa olehku terbuka dan penisku menyentuh bulu-bulu hitam lebat vaginanya yang terasa mulai basah, kecupanku bertambah buas dan menggila turun ke arah perut, pusar dan berhenti dipucuk rambut penutup vaginanya yang hangat itu. Aku merasakan nikmat tersendiri, penisku tegang berdenyut, perlahan-lahan aku merayap sehingga membuat posisi kami sebagaimana yang disebut "69 Position" samping menyamping. Terasa tangan Mbak Evie menyambut dan kembali meremas serta mengurut turun naik penisku yang makin menegang dan hangat itu. Gila benar lidah tipis nan halus terasa menjilati kepala penisku dan bibirnya yang hangat mulai mengulum senjata kenikmatanku dengan menggairahkan serta bertubi-tubi itu. Aku sendiri rasanya sudah menuju puncak kegilaan menikmati tubuh Mbak Evie dengan permainan mulut dan lidahku, vaginanya kujilat mulai pucuknya, klitorisnya yang membuatnya kesetanan.
"Oohh.. Dhityaa.. mmff.. aahhnngg.." erangannya makin menggila sambil menekan kepalaku diantara kedua pahanya disertai jepitan yang mulai terasa mengeras. Aku tidak peduli lagi, tidak ada siapa-siapa kecuali aku dan Mbak Evie. Mbak Evie menginginkanku dan aku juga secara jujur tergila-gila dengan keindahan serta kehangatan tubuhnya dan kami berdua memang gila untuk bermain cinta.
Cairan hangat mulai keluar dari lubang kenikmatannya yang hangat dan dengan aroma yang khas vagina perempuan, tapi ini lain entah aku tidak tahu lagi mau ngomong apa. Kuhisap, kutelan dengan segala perasaan nikmat yang tinggi dan dia menggelinjang hebat tatkala mulutku, bibirku menyedot habis ke arah lubang kenikmatan vaginanya dengan cengkeraman yang kuat kedua belah pahanya di kepalaku. Gerakannya berputar membuat posisi kami berdua benar-benar dalam keadaan "69 position" dengan dia di atas mengulum penisku dan aku di bawah menghirup, menjilat serta menghisap klitorisnya dengan kenikmatan yang edan."Aaahh.. mmff.. Dhityaa sayang.." teriak kecil suaranya bagaikan hendak menangis karena aku tahu pencapaian kenikmatan orgasmenya telah mendekati titik puncak dan "Maass.. akuu.. oohh.." inilah puncak orgasmenya, bibirku, mulutku, lidahku terasa kelu akibat cairan kental hangat memenuhi rongga vagina indah itu disertai jepitan hebat kedua pahanya yang putih, mulus dan montok itu, pinggulnya bergerak ke atas ke bawah dan diam sejenak. Sementara aku bergetar rasanya di ujung penisku yang berdenyut dan aku merasa ngilu yang hebat pada pangkal pahaku sehingga aku tidak tahan lagi.
"Mbaakk.. mmff.." aku tidak kuat menahan lagi. Kedua tanganku melingkar menahan pantatnya yang gempal dan kukecup labia mayora-nya sambil menyedot klitoris mungil itu dan pantatku terangkat ke atas menekankan penisku ke dalam mulut Mbak Evie dan, "Creett.." rasa nikmat dunia yang lain tidak dapat menyaingi apa yang sedang kualami, spermaku muncrat keluar beberapa kali (sampai terasa agak perih pada ujung lubang penisku) Masuk ke mulut sensual Mbak Evie-ku yang cantik, kami sama-sama diam mengejang kaku akibat orgasme bersama dalam permainan oral seks. Aku menjatuhkan pantatku disertai keluhan panjang, dan Mbak Evie berguling tertelentang setelah melepaskan penisku dari mulutnya yang sensual itu. Aku bangun perahan sambil bergeser mendekati wajahnya yang manis terlihat puas dengan mata agak tertutup, aku terus bergeser sampai kami berbaring bersebelahan. Completely naked a pair of man and woman.
"Mbaak.." aku menyapanya dengan lembut sambil mengusap pipinya. Dia membuka matanya dan menengok ke arahku sambil tersenyum manis. "Oohh Dhitya sayang.. aku sayang kamu.. aku mau kamu peluk aku Dhiitt." jawabnya dengan lirih, langsung kupeluk dia dengan mesra dan dia pun membalas pelukanku dengan kecupan-kecupan lembut di bibirku dan terasa masih ada sisa spermaku sendiri di bibirnya. I don't care. Sejenak kami berpelukan dan akhirnya dia bangun terus menindih tubuhku sambil meletakkan kepalanya di dadaku.
"Dhitya sayang, mengapa kita baru bertemu sekarang yaa, aku seperti nggak merasa lebih tua dari kamu dan aku juga nggak merasa sudah punya anak dua ataupun sudah punya suami sejak apa yang terjadi di villa Cibodas dulu." kata-katanya meluncur dari mulutnya yang mungil itu sambil mengelus dadaku, kemudian diangkatnya kepalanya dan memandangku dengan manisnya serta tangannya sekarang memegang kedua belah pipiku, aku sendiri dari sejak orgasme sudah tidak bisa berkata banyak saking nikmatnya rasa tersebut.
"Aku mau kamu.. aku mau bercinta terus sama kamu.. aku mau sama kamu terus Dhitya sayang.. sikap kamu tidak seperti anak muda lainnya," desahnya dengan lembut. Aku mencoba memperbaiki posisi tidurku dengan menambah bantal di bawah kepalaku dan sekarang aku dapat memandangnya, kupeluk dia sambil menariknya perlahan hingga wajah kami sekarang berhadapan berjarak kira-kira kurang dari 5 cm. Hidung kami bersentuhan lembut, aroma nafasnya yang harum tercium dengan nikmat di hidungku.
"Mbak Evie yang manis, aku juga sayang sama Mbak.. aku pernah punya pacar 5 tahun yang lalu Mbak dan aku juga sudah bercinta sama dia, tapi mungkin karena dia masih perawan pada waktu itu dan yah namanya juga masih SMP tapi kami akhirnya yaa.. bercinta.." Sekonyong-konyong Mbak Evie sambil merenggut kepalaku hingga tertegak dalam cengkeramannya,"Kamu perwani dia Dhit.. iya kamu lakukan! Gila kamu!" sergahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sejenak aku jadi kikuk menghadapi tatapan matanya yang tajam tiba-tiba itu."I.iya Mbak.. habis kita berdua sudah kepingin banget waktu itu dan sudah kayak begini ini keadaannya.. kayak seperti kita ini lho Mbak." jawabku bingung kehabisan kata-kata. Dia memandangku agak lama, sepertinya ada sesuatu yang hendak dikatakannya dan dia tersenyum perlahan dan akhirnya tertawa renyah tertahan. "Oh Dhitya-ku yang manis, kamu memang benar-benar playboy cap rantang, dasar tukang urut keren, akhirnya bagaimana ceritamu itu.. berapa kali kamu bercinta dengan pacarmu itu." katanya disertai tepukan-tepukan halus di pipiku sambil menggigit-gigit kecil ujung hidungku.
Kuceritakan pengalamanku secara singkat sewaktu aku masih kuliah aktif di tingkat II sambil mengusap punggungnya yang halus serta sekali-sekali meremas pantatnya yang masih gempal itu dan Mbak Evie mendengarkan dengan penuh perhatian diselingi dengan tersenyum manis, menggelengkan kepala, mencubit hidungku juga sesekali menggoyangkan pinggulnya sehingga rambut vaginanya menggesek-gesek penisku hingga mulai tegang perlahan, sepertinya dia terangsang lagi mendengar kisahku bercinta dengan pacarku tadi. Kuakhiri cerita pengalamanku padanya sambil mengecup bibirnya yang indah, dibalasnya dengan ganas dan pinggulnya sekarang benar digoyangkan sedemikian rupa yang membuat penisku benar-benar naik darah lagi dan terasa mulai dijepit diantara bibir vaginanya yang hangat. Tanganku bergerilya ke susunya yang besar dan menggemaskan.
"Oooh Dhitya sayang, aku mau lagi, mau lagi bercinta sama kamu lagi.. aku mau burungmu berada di dalam vaginaku dengan hangat, sayang.. ayo kamu mau kan, nggak capek kan?" katanya manja dan disertai pagutan-pagutan yang mulai garang dan liar itu. Tanpa banyak bicara kulayani kemauannya dengan membalas kecupannya, lidahku bermain dengan agak kasar di dalam mulutnya sementara dia tetap berada di atas tubuhku, vaginanya digosokkan ke penisku dengan agak kasar juga dengan harapanku terangsang. Memang aku sudah sangat terangsang."Dhitya.. oh Dhitya.. aku nggak tahan Sayang.. masukin burungmu sekarang.. sekarang!" jeritnya sendu sambil mengangkat pantatnya serta merta diarahkan ke penisku yang tegak 16 cm itu, dan aku pun memegang dan menempelkan pada lubang kenikmatannya dengan tangan kananku sementara tangan kiriku meremas susu dan putingnya yang mengeras dan nikmat terasa kami berdua waktu penisku amblas ke dalam vagina Mbak Evie yang terasa hangat dan basah serta licin itu.
"Ooohh Dhitya sayaangg, kamuu.. akuu.. puasi aku sayang!" kembali jeritnya tertahan sambil menggoyangkan pantatnya yang bulat dan gempal itu naik turun.. naik.. turun makin cepat.. makin cepat.. makin cepat dan terasa makin licin serta hangat, basah di penisku, denyut-denyut ngilu menggigit di kepala penisku menandakan tanda-tanda orgasme akan mencapai pada puncaknya. Aku mencoba bertahan sambil meremas lembut kedua susunya yang bergoyang dengan hebatnya seiring gerakan tubuh Mbak Evie yang makin liar dan garang itu di atas tubuhku. Tiba-tiba dia menjatuhkan tubuhnya ke atas tubuhku sambil menjepitkan kedua pahanya ke pinggangku dan otot-otot vagina perempuan cantik yang sedang memperkosaku ini menjepit serta mengurut penisku dengan kenikmatan luar biasa rasanya. Dia mencapai orgasme yang kesekian kalinya.
"Aaawww.." teriakku tanpa sadar karena terasa sakit dan pedih di dadaku sebelah kanan yang ternyata digigit oleh Mbak Evie yang mencapai puncak orgasme beberapa detik yang lalu."Ooohh.. nnggmmff, Dhitya sayang.. Dhiitt.." kembali suaranya seperti melolong, jepitan pahanya tidak mengendur dan terasa denyutan ototnya pun tidak berhenti beberapa saat, aku mulai tidak tahan dengan denyutan-denyutan di kepala penisku ini dengan rasa ngilu dan setengah memaksa kupeluk Mbak Evie dan kubalikkan badanku sehingga aku berada di atasnya dengan kedua belah kaki serta pahanya yang menggemaskan itu masih mengelilingi dan menjepit pinggangku. Aku menggenjot dan memompakan tubuhku, pantatku, dadaku dengan segala daya yang masih ada pada diriku saat itu, kuhujamkan habis-habisan penisku ke dalam vaginanya yang hangat dan nikmat sampai akhirnya, "Mbaakk.. aahh.. mmff.." aku mengerang dan spermaku lepas, mucrat, keluar dengan dahsyatnya di dalam lubang kenikmatan perempuan cantik, putih yang amat menggemaskan itu hingga perih terasa di ujung lubang penisku itu dan untuk kesekian kalinya aku sudah melupakan siapa aku, siapa wanita yang sedang kutiduri ini, di mana kami sedang berada, dalam rangka apa kami di sini, yang ada dalam benakku saat ini adalah nikmat bercinta, nikmat sanggama, enjoying Make Love tidak peduli dengan siapa.
Kami berpelukan dengan eratnya seolah-olah tidak akan dapat terpisahkan oleh apapun, tanpa sadar aku menyusupkan kepalaku sambil menciumi leher jenjang dan putih Mbak Evie, dia pun memeluk erat dan menciumi kepalaku dengan lembut.
Jepitan pahanya mengendur disertai keluhan panjang, kedua betis indah bagai padi bunting itupun terasa lepas dari pinggangku, elusan tangannya tetap membelai punggungku, sementara aku masih tertelungkup di atas tubuhnya seperti anak kecil takut ditinggal ibunya. Hancur rasanya semua sendi-sendi tulangku, habis rasanya semua cairan tubuhku dihisap oleh kekuatan magis tubuh Mbak Evie-ku yang cantik.
Aku bergerak mundur seolah-olah akan melepaskan pelukannya tapi Mbak Evie menahanku sambil berkata, "Jangan dilepas Sayang, aku ingin merasakan burungmu tetap ada disarangnya sampai aku merasa puas, Sayang.. kamu mau kan?" Mbak Evie berbisik di telingaku dengan mesra. "Dhitya sayang, hey.. kenapa kamu Sayang.." lagi sapanya lembut sambil mengelus pipiku, aku tersadar dan mencoba bangun sambil memutar badanku ke kanan sehingga aku berada di sebelah kanan Mbak Evie dan dia mengikuti gerakanku sambil tetap memelukku seperti memeluk guling, guling hidup yang berpredikat tukang urut. "Oooh Sayang, dadamu luka Sayang, kenapa? Oh gara-gara kugigit tadi yaa.. maaf.. maaf ya Sayang.. aduh kasihan, sakit yaa.. aduuh maafkan Mbak ya Sayang.. mmuah.." katanya penuh penyesalan sambil mengecup dadaku yang terluka itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Aku meringis menahan pedih sedikit waktu lidahnya yang tipis menyentuh luka di dadaku itu.
Kemudian sambil menyusupkan wajah serta kepalaku di dada yang membusung dan nikmat itu sambil menciumi puting coklat muda yang menjadi kegemaranku itu dan berkata, "Mbaak, aku juga sayang sama Mbak, tapi gimana dengan Mas Iwan dan adik-adik, Mbak?" jawabku dengan manja diselingi mengecup susunya yang montok persis seperti bayi minum ASI. "Ah kamu nggak perlu mikirin soal itu, Mas Iwan cukup memberikan apa-apa yang kuminta untukku dan anak-anak. Aku juga akan tetap memperhatikan mereka.. sudah ah, nggak usah ngomongin yang begituan, sekarang aku hanya mau sama kamu, mau dekat kamu dan mau bercinta sama kamu, Sayang." katanya sambil menciumi kepalaku dengan lembut. Malam itu kami bercinta dua kali lagi sampai seluruh persendianku mau lepas rasanya.
Kegiatan FFA berlangsung terus sampai ke Denpasar, Bali dan aku beserta rombongan termasuk Mas Echa, Mbak Ranti, Mbak Evie terbang ke sana. Acara penutupan seperti biasa dihadiri oleh seluruh negara peserta termasuk para aktor, aktris, sutradara, produser berlangsung meriah dihadiri oleh menteri penerangan saat itu Bpk A.M.(alm). Tugasku dapat kuselesaikan dengan baik dan menerima honor yang cukup lumayan untuk tambah-tambah uang ujian dan uang saku.
Hari-hari terakhir FFA di Bali kulalui bersama Mbak Evie dengan mesra, kami menginap di Sanur Beach Hotel sampai dengan malam penutupan FFA. Kami jalan-jalan mengendarai mobil sewaan yang banyak di sana, kemudian kami mencari penginapan sejenis home stay yang menurutku lebih santai dan tidak banyak aturan ataupun formalitas seperti di hotel-hotel berbintang, Mbak Evie menuruti apa permintaanku yang tentu saja aku juga sudah memperhitungkan bahwa hal-hal tersebut tidak akan menyusahkan dia.
Kami mendapatkan satu home stay berbentuk rumah panggung kira-kira 1 meter tingginya dari permukaan tanah yang agak terpisah dengan villa/bungalow/hotel lainnya tetapi cukup bersih, rapi dan jaraknya kira-kira 100 m dari pantai Sanur.
"Oh Dhitya sayang, kamu kok pinter cari tempat seperti ini.. sepi, tenang dan exotis." Dia berkata saat kami berdiri berhadapan bagaikan sepasang kekasih (memang kami sepasang kekasih kok) sambil memandangku di depan halaman tempat kami akan menginap untuk dua hari lagi, tangannya yang putih halus dengan nakalnya mengelus dadaku yang bidang dengan kancing baju terlepas sampai ke perutku, terus turun di balik celana pendek pantai yang baru saja kubeli dari hasil kerja part time, mengelus halus benda di pangkal pahaku yang mulai menegang akibat tangannya yang nakal itu. Aku melihat ke sekitar tempat tersebut, sepi dari lalu lalang orang desa maupun para turis lokal dan mancanegara.
Aku kembali menatapnya dengan tersenyum lembut, kukecup bibir sensualnya sambil tanganku juga bermain menyusup dan meremas susunya yang montok di balik baju casual-nya dengan kancing terbuka sampai ke bagian dada yang seperti kuceritakan sewaktu kami bertemu di Yogya. Dia mendesah merasakan remasan lembut tanganku di buah dadanya yang selalu menggairahkanku, kutuntun Mbak Evie dengan mesra tanpa melepaskan pelukan kami berdua serta tangan kami yang nakal tetap pada tempat kenikmatan masing-masing. Kami masuk ke dalam rumah, terus ke dalam kamar menuju kasur tertutup sprei berwarna biru muda lembut ukuran king size yang terhampar di lantai (kamar exotis tanpa tempat tidur konvensional).
Kembali kami berdiri berhadapan, saling memandang dengan mesra, kemudian dengan hati-hati dan perlahan kubuka kancing baju Mbak Evie yang tersisa 4 buah itu dan dia pun membuka kancing bajuku yang tersisa 2 buah itu, baju kami jatuh ke lantai, tubuhku telanjang sebatas perut diusapnya dengan lembut sambil menatapku dengan matanya yang hitam indah itu. Aku tidak tinggal diam, tanganku dengan hati-hati mencoba membuka BH putih tipis dengan renda halus yang berusaha menyangga buah dada yang besar, indah, putih serta montok seolah-olah akan keluar dari BH tersebut. Akhirnya terlepas sudah penyangga susu yang montok itu terlihat dengan indahnya bergantung lembut mencuat di dada Mbak Evie-ku yang manis. Tanganku menyentuh puting susunya yang berwarna coklat muda dan memilinnya dengan lembut.
"Oooh Dhitya.. Dhitya sayangku.. teruss, Sayang.. teruss.." desahnya berbisik sambil berusaha memelukku dan menempelkan kedua buah dadanya yang besar dan montok itu ke dadaku. Akhirnya kuhentikan permainan tanganku dan menyambut dekapan dadanya yang lembut dan amat menggemaskanku itu. Kepalanya menempel di dadaku sejenak, kemudian dia menengadah menatap ke arah wajahku sambil menyentuhkan dagunya yang lucu di dadaku dan tangannya melingkar di pinggangku, aku pun memeluknya dengan melingkarkan kedua tanganku ke lehernya yang jenjang dan putih itu.
"Mbak Evie sayang.. aku juga mau memperkosamu, now!" kataku sambil agak kasar membuka celana kulotnya serta menjatuhkannya ke lantai, sementara dia tetap memandangku dengan sikap acuh tak acuh dan tetap menempelkan dagunya di dadaku. "Coba kalau kamu berani.. aku mau lihat keberanian serta kejantanan si tukang urut memperkosaku." jawabnya enteng sambil tersenyum, aku tersenyum juga dan mengangkat tanganku seperti orang menyerah. "Iya deh, aku menyerah karena aku nggak bisa melakukan itu sama Mbak.." dan tangannya dengan cepat membuka celana pantaiku sekaligus CD-ku dan, "Tuing!" Penisku dipegang, diremas dengan lembut, kulepaskan CD-nya juga dan kami berdua sudah telanjang bulat. Tanganku meremas kembali mainan bayinya yang besar, montok, dihiasi puting coklat muda yang amat menggemaskan serta membuat Birahi Tinggi bagiku.
Keluhannya terdengar panjang dan mendayu-dayu, kedua paha putihnya nan mulus merenggang mencoba agar vaginanya yang hangat itu menyentuh penisku yang sedang dipegangnya. "Dhitya sayang, aku mau make love yang lama ya hari ini sama kamu, yaa.." katanya dan dia menarikku dengan pelan, kami duduk di pinggir kasur sambil berpandangan mesra. Dengan lembut kurebahkan Mbak Evie dan kukecup keningnya, matanya yang hitam indah itu, pipi lembutnya, terus turun ke sudut bibirnya yang sensual, kugigit pelan bibir bawahnya disertai desahan serta tarikan nafasnya terdengar, "Mmmff.." pelukan tangannya di leherku, di kepalaku sambil mengusap punggungku. Dia membalas kecupanku dengan membalas menggigit kedua bibirku sehingga aku terdiam sejenak tidak bisa menggerakan kepalaku.
Dilepaskan bibirku dari gigitannya sambil memandangku tersenyum manis, kusentuh lagi bibirnya yang sensual itu, dia mencoba membalasnya, kuhindari dengan menciumi dagunya yang indah terus turun ke lehernya yang putih jenjang, turun lagi sampai di kedua susunya yang besar, montok dihiasi puting coklat muda yang amat menggemaskan itu. Kukecup puting itu dengan lembut dan mesra.
"Aduuh Dhitya.. teruuss Sayang.. aduuh kamu gila! kamu gilaa!" erangnya nikmat.Akupun menjadi bertambah nafsu menggumuli buah dadanya yang montok itu secara bergantian kukecup, kuciumi, kujilati, kuhisap dengan keras dan kugigit agak keras saking gemasnya. "Aaawww.. pelan-pelan Sayang, tapi terus.. oohh.." sahutnya penuh gairah. Mulutku bergerilya di susunya sampai basah keduanya oleh air liurku. Sementara tanganku menyusup diantara kedua pangkal pahanya yang telah direnggangkan sehingga tanganku, jariku bebas menyentuh, mengusap serta memasuki lubang vaginanya yang mulai basah oleh cairan putih kental dan harum khas itu. Jariku masih bermain di klitorisnya yang lembut dan tangan Mbak Evie mendorong kepalaku ke arah vaginanya, kuikuti kemauannya dan akhirnya kukecup, kujilat kugigit kecil klitoris mungil itu dan tersa cairan hangat meleleh pelan menyentuh bibirku, kujilat dan kuhisap tanpa berpikir panjang.
"Aaahh.. nnggmmff.. aduuhh Sayang aku mau mm.." jeritnya kecil sambil menjepit kepalaku dengan pahanya yang indah dan montok itu disertai renggutan tangannya di rambutku yang agak gondrong. Jepitan pahanya mengendur dan rambutku, dijambaknya pelan sambil menarikku ke arah dadanya yang menantang itu. Tiba-tiba dia bangun sambil memeluk leherku dan berbalik sehingga dia berada di atas tubuhku dan memandangku mesra.
"Kamu memang gila dan pintar membuat aku kewalahan, Sayang.. sekarang aku akan perkosa kamu sampai lemas, loyo.." katanya dengan garang. Mbak Evie memeluk leherku dan mulai menciumi bibirku yang masih basah dari sisa-sisa cairan hangat vaginanya, mulutnya yang mungil menjalar ke dadaku dan kecupan lembut halus menyentuh luka yang sudah mengering bekas gigitannya di Yogya dulu, secara refleks aku bergerak. "Kenapa Sayang.. masih sakit yaa.. maafkan Mbak yaa.." Dia memandangku dengan menyesal penuh kekhawatiran, aku menggelengkan sambil tersenyum ringan.
Bibirnya kembali menyentuh puting susuku dan lidahnya yang tipis menjilati dan aku menggigil dan serasa lemas tidak berdaya karena ini termasuk bagian yang sensitif dari tubuhku bahkan aku pernah orgasme gara-gara putingku dikecup oleh salah seorang gadis yang pernah menjadi kekasihku semasa SMA dan kejadian ini terulang lagi dan kali ini oleh Mbak Evi-ku dengan segudang pengalaman bercinta, aduh mati aku!
Mulut, bibir serta lidah mungil itu terus menelusuri tubuhku sampai ke penisku yang sudah tegak 16 cm, tangannya dengan lembut mengusap dan meremas penisku itu, aku terpejam menikmati remasan tangan Mbak Evie serta tanganku secara tidak sadar ikut meremas pinggiran kasur dan ada perasaan ngilu pada lubang penisku dan makin hangat, makin hangat. Aku merasa penisku makin hangat dan kepalaku terasa berdenyut, kubuka mataku sambil memandang ke arah Mbak Evie. Dengan garangnya penisku sedang dijiilati dan dikulumnya dengan sikap birahi yang tinggi, sebentar-sebentar terdengar desahan nikmat keluar dari mulut dan hidungnya yang bangir itu. Sang '16 cm'-ku sudah keras rasanya seperti kayu.
Dia bangkit dan merayap di atas tubuhku dan aku pun mengulurkan kedua tanganku menyambutnya dalam pelukan mesra. "Ooohh Dhitya sayang, sekarang.. sekarang Dhiitt.. now pleaase.." dia berkata dengan suara bergetar dan diangkat pantatnya sehingga rambut hitam lebat yang menutupi vagina terlihat dan aku mengarahkan penisku sambil menyibakkan rambut-rambut itu dan amblas penisku ke dalam lubang kenikmatan Mbak Evie yang langsung terasa hangat dan berdenyut-denyut akibat dari gerakan otot vaginanya disertai teriakan kecilnya, "Aduuhh.. Maass!"
Mbak Evie menjatuhkan tubuhnya yang montok ke atas tubuhku dan susunya yang besar menekan dadaku dengan lembut membuatku bertambah ngilu dan merinding nikmat. Pinggul, pantat yang bulat gempal itu digerakkannya dengan garang serta buas seakan-akan mau menghancurlumatkan penisku yang dijepit diantara celah bibir dan lubang vaginanya sambil mengerang, "Aahh.." mendesah, "Mmmff.." menjerit kecil, "Nnngg.."
Sekali-sekali kecupan bibirnya dengan liar mengunci bibirku dengan lidah tipisnya yang menelusuri lidahku serta kedua tangannya memeluk kepalaku dan sekaligus mencengkeram rambutku. Aku sendiri rasanya tidak bisa kontrol dengan tanganku yang sebentar-sebentar meremas pantatnya yang bulat gempal dan juga kadang-kadang naik untuk meremas rambut panjangnya yang tak pernah lepas dari model kepang satu itu.
Tiba-tiba dia mengangkat kepalanya sambil memandangku sejenak dan perubahan air mukanya yang sambil menggigit bibir bawahnya dia menekankan vaginanya sehingga penisku habis tertelan olehnya disertai jepitan paha pada pinggulku dan jeritannya yang beberapa saat keluar dari mulut yang mungil itu dengan cepat kututup dengan tanganku karena kalau tidak akan terdengar keluar dan, "We are dead!"
Mbak Evie menjatuhkan kembali kepalanya di dadaku sementara rasa ngilu di ujung kepala penisku makin bertambah dan dengan kasar kubalikkan badanku sehingga aku berada di atas tubuhnya, segera aku pun menggerakkan pantatku naik turun dengan irama cepat serta putaran pinggulku yang ikut menjadi kasar dan garang.
"Oohh.. oohh.. aahh.. Mbaakk, akuu.. akuu.." sambil memeluk dadanya. "Iyaa.. oohh.. iyaa Sayangg.. iyaa aahh!" sergahnya, desahannya dan akhirnya kami saling merengkuh, saling berpagut bibir dengan buas, jepitan pahanya mengeras, pahaku meregang dan, "Srroott.." spermaku, cairan nikmatnya saling keluar membasahi penisku dan lubang vaginanya.Rasanya lama kami berpelukan menikmati luar biasa Together Orgasme. Nafasku dan dan nafas Mbak Evie yang cantik terdengar tersengal-sengal beberapa saat. Luar biasa kali ini kami bermain cinta, hari masih pagi kira-kira jam 09:00, di tempat yang agak sepi lebih kurang 100 m dari pantai Sanur, hampir 1 jam aku bercinta dengan Mbak Evie dan kami bebas serta jauh dari semua orang yang kami kenal selama ini.
Aku bergerak ingin melepaskan tindihan tubuhku dari tubuh Mbak Evie tapi begitu aku memutarkan tubuhku dia memelukku dengan kaki yang dilingkarkan ke pinggangku seraya berkata, "Ngg.. jangan dilepas, jangaann.. aku nggak mau dilepas Dhit, biarkan kayak begini.. aku masih mau burungmu di dalam sarangku yang lamaa sekali.." "Aku lemes banget Mbak.. dan lapar sekali, hanya telor setengah matang kan yang aku makan tadi pagi sebelum mengantar Mas sama Mbak Ranti ke airport." jawabku sambil mengelus puting coklat muda kegemaranku. "Salah sendiri.. siapa suruh nggak sarapan.. rasakan akibatnya." celotehnya manja sambil menyusupkan wajahnya di dadaku. Aku tersenyum sambil berbisik halus di telinganya, "Mbak Sayang, Dhitya tukang urut, playboy cap rantang.. lapaarr Mbak." Sambil meniup halus kupingnya, Mbak Evie menggelinjang dan mengangkat wajahnya sambil tertawa renyah, dia mengecup bibirku lembut dan mengusap pipiku mesra. "Iya deh.. kita mandi dan cari makanan yaa, yuuk!" katanya seraya melepaskan pelukannya dan burungku keluar dari sarangnya.
Kami mandi membersihkan diri, saling menyabuni tubuh kami, saling siram menyiram dengan santai dan mesra. Hari itu kami berdua lewatkan dengan makan dan minum, jalan-jalan di pantai bergandengan tangan dengan sikap mesra dan masa bodoh dengan orangan-omongan di sekitar kami, tidur berpelukan sampai sore hari.
Malam hari kami makan di restaurant yang terdekat kemudian pulang sambil menyusuri pantai sampai dekat home stay, dia menahan langkah. "Sayang.. kita berenang yuuk.." katanya sambil memandang ke arah laut kemudian menoleh ke arahku dengan senyumnya yang manis. Aku termenung sejenak memikirkan sesuatu sambil membalas tatapan mata hitam yang indah itu. "Oke.. tapi dengan syarat.." jawabku sambil memandang dan memegang kedua lengannya itu. "Apa syaratnya Dhiet?" katanya lagi dengan wajah bertanya-tanya. Tanpa menjawab kugandeng tangannya dan kami berjalan menuju villa. "Apa dong syaratnya, Sayang.. ayo jawab." katanya lagi sambil menggoyangkan tangannya yang kucekal lembut dengan suara penasaran. Aku tetap tidak memberikan jawaban tapi tersenyum sambil berjalan memandanginya menuntun ke arah villa.Kami kembali keluar villa dengan masing-masing membawa handuk besar dan lebar, aku mengenakan celana pendek pantai yang lebar dan plong dan Mbak Evie juga mengenakan celana pendek pantai yang lebar dan plong dan kaos tanpa lengan yang plong juga, sambil bergandengan tangan kami berjalan berpelukan pinggang menuju pantai. Handuk kutebarkan berdampingan sebagai alas duduk/tidur, pantai Sanur di bagian kami tinggal telihat dan terasa sepi dari pengunjung, ada satu dua turis bule lalu lalang dan seperti biasa mereka acuh tak acuh dengan keadaan sekitarnya.
Malam yang indah dengan langit terang berbintang, kami berdua berenang dengan baju lengkap seperti yang kuceritakan di atas, berendam, saling menyiramkan air ke tubuh dan wajah masing-masing. Kutangkap tubuhnya yang menggemaskan dan kutarik ke tempat yang agak dangkal sehingga air hanya sebatas pantat kami, di bawah langit yang bersih serta bintang-bintang menyinari keremangan laut dan pantai, kami saling pandang dengan mesra, terlihat dalam keremangan itu Mbak Evie dengan rambut dilepas tergerai basah, wajahnya yang bersih dari segala macam make up, polos tapi tetap cantik, kaos tanpa lengan basah memperlihatkan lengannya padat menempel rapat ke tubuhnya yang indah, montok dan buah dada yang besar serta puting yang tercetak jelas pada bagian depan kaos yang dikenakannya karena dia tidak mengenakan BH serta celana pantai tipis yang menekan rapat pantatnya, pangkal pahanya menonjol jelas karena dia juga tidak mengenakan CD, itulah yang kumaksud dengan plong! dan itu yang menjadikan Syarat yang kuutarakan kepadanya waktu kami berjalan menuju villa.
Aku tertegun sejenak dan penisku mulai tegak dan jelas terlihat, tercetak di balik celana pantaiku yang plong karena aku juga tidak memakai CD, cukup fair dan cukup membangun birahiku dan juga Mbak Evie, aku yakin. Gila benar, aku tidak tahan dan memeluk pinggangnya.
"Mbak.. cantik sekali deh, Mbak.. aku rasanya nggak mau pisah sama Mbak." kataku lembut sambil mengeratkan pelukanku. "Iya Sayang.. aku juga nggak mau pisah sama kamu, aku mau kamu menemaniku teruus." jawabnya sambil memandangku. Perlahan wajah kami saling mendekat dan tanpa menunggu reaksinya yang lain kukecup bibir sensual itu, dibalasnya dengan memainkan lidahnya yang pernah membuatku tersengal-sengal di hotel di Yogya sambil tangannya mengusap dan meremas penisku di balik celana pantai yang tipis. Buah dadanya yang besar dan menggemaskan menempel lembut di balik kaos tanpa lengan tipis karena basah, aku tidak tahan, seluruh badanku gemetar saat berpelukan dengan Mbak Evie dalam keadaan basah seperti ini. Gila! aku merasa terangsang hebat dengan kondisi tubuh indah Mbak Evie dalam keadaan ini.
"Mbaak.. aku mau.. aku nggak tahan Mbaakk.. oohh!" kulepaskan kecupan bibirku dari bibirnya yang sensual dan memeluknya erat sementara tangannya dengan lembut dan mesra terus meremas membelai penisku yang mulai terasa ngilu di bagian kepalanya. "Iya Sayang.. aku juga mau sekarang Dhiiett..!" bisiknya di telingaku dengan desahan yang menggemaskan.
Kembali kukecup bibirnya yang sensual sambil menariknya ke arah pantai pasir putih yang hanya berjarak 10 m dari tempat kami berdiri. Kurebahkan tubuhnya di atas handuk yang sudah kami tebarkan di atas pasir, kupandangi matanya lembut dan kukecup bibirnya dengan sedikit kasar. Aku tidak tahan, tanganku meremas buah dadanya yang besar dan kenyal itu tanpa membuka kaos tipis basahnya, dia memegang kedua belah pipiku sambil membalas kecupan garang dariku. Tanganku turun terus mengusap pahanya sambil mencoba menaikkan celana pantainya yang memang seperti rok itu dan tanganku menyentuh rambut lebat vaginanya yang tidak memakai CD seperti yang kuceritakan di atas. Kuusap belahan bibir hangat dan akhirnya klitorisnya yang mungil dengan lembut tapi dengan penuh nafsu.
"Ooohh Dhitya sayang.. teruuss.. aahh.." desahnya lembut sambil memeluk dan mengelus rambutku yang basah. "Mbaakk, sekarang Mbaakk, aku nggak tahan lagi Mbaak!" kataku kehilangan kontrol. "Iyaa Sayaang, aku mauu sekaraanngg.. ayoo.." katanya sambil membuka kedua pahanya. Kuturunkan celana pantaiku dan penisku tegang 16 cm! Kemudian dengan nafas agak tersengal-sengal kuangkat kaki celananya yang memang longgar seperti rok itu dan kuarahkan penisku ke lubang vaginanya dengan perasaan sebab di pinggir pantai itu agak gelap hanya keremangan cahaya bintang saja yang ada.
"Ooohh Sayang.. ayoo masukkan burungmu itu cepaatt.. aku nggak tahan lagii.." erangnya sambil mencoba menekan pantatku seraya membuka pahanya lebih lebar dan amblas penisku ke dalam lubang vaginanya yang hangat dan terasa rambutnya yang basah menempel di perutku. Dia mendesah nikmat di balik kecupan buas bibirku yang sudah hilang kontrol. Edan! kami bercinta dengan dahsyat di pantai pasir Sanur, malam hari dibawah cahaya bintang-bintang, dengan badan basah asin air laut, tanpa melepas celana masing-masing. Penisku masuk lewat salah satu kaki celananya tanpa dibuka, turun naik di dalam vaginanya yang hangat tanpa halangan apapun. Goyangan pinggul dan pantatnya yang membuat penisku terasa diurut oleh super otot dengan kuatnya. Aku mencoba meremas buah dadanya yang besar dan montok itu yang masih tertutup kaos tipis dengan putingnya terasa mengeras. Tiba-tiba kegilaanku muncul sesaat, kucengkram kaos tipis tanpa lengan dan dengan sekali sentak (sentakan tukang urut man!) "Breett..", robek dan muncullah pemandangan yang menggemaskanku, payudara, buah dada, susu Mbak Evie dengan puting yang menggairahkan langsung kujilati, kuhisap, kugigit-gigit dengan nafsu birahi tinggi dan gemas, sambil tetap menggenjot vaginanya dengan irama yang berubah-ubah diselingi oleh desahan-desahan nikmat Mbak Evie. "Ooohh.. aahh.. mmff.. Dhiieet.. ohh.. oohh.. teruuss sayaang!"
Entah berapa lama kami bersenggama dengan posisi lotus itu (menurut KAMASUTRA) dengan segala gerakan yang berusaha memuaskan diri masing-masing. Aku merasa badanku ngilu, bergetar hebat, kedua kakinya dilingkarkan ke pinggangku dan mulai terasa menjepit dan penisku terasa dijepit otot-otot vaginanya dengan kuat disertai desahan-desahan keluar dari mulutnya sanbil menciumi ubun-ubunku karena aku sedang menyusu bagaikan bayi minum ASI yang segar dan penuh air susu itu.
"Mmmff.. oohh, Dhiieett.. oohh.." erangnya dan aku merasa akan mencapai klimaks tidak lama lagi, kulepaskan kedua puting susunya dan kembali kukecup bibirnya yang sensual dengan ganas sampai nafasnya tersengal-sengal. "Mbaakk.. aku nggak tahaann, Mbaakk.." jeritku tertahan sambil menyusupkan kepalaku di lehernya yang putih jenjang. Mbak Evie memelukku dengan hangat dengan kedua tangannya sambil mengecup kepalaku.
Tiba-tiba jepitan kedua belah pahanya menguat menjepit pinggangku disertai cengkraman tangan dan jari-jarinya di leherku, di kepalaku, di rambutku yang agak gondrong dan basah itu dan, "Aaahh.. Dhiieett.. akuu.." jeritnya tertahan, penisku terasa ngilu, hangat, basah dan berdenyut. Mbak Evie-ku yang manis mencapai orgasme dan beberapa saat kemudian terasa perih di lubang penisku dan, "Crroott.. crroott.. croott.." entah berapa banyak spermaku juga cairan kenikmatan Mbak Evie saling menyemprot di dalam vaginanya yang gila benar nikmatnya. Kami berpagut dengan ketatnya seolah tidak akan terlepas selamanya.
Gila! Edan! Nikmat! Orgasme bersama di tepi pantai Sanur, dibawah keremangan cahaya beribu bintang. Aku, pemuda lajang berumur 27 tahun bersama Mbak Evie, wanita ibu rumah tangga berumur 38 tahun bercinta dengan kegilaan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata yang jauh dari semua orang yang kami kenal dan kami cintai sebelum kami bertemu.
Sejenak kami masih belum saling melepaskan pelukan kami masing-masing, kami masih menikmati kebersamaan kami tanpa memikirkan di mana kami berada, pakaian basah kami yang masih melekat atau entahlah. Aku bergeser melepaskan diri, penisku masih tegang segera kunaikkan kembali celana pantai yang masih basah menutupinya dan berbaring memejamkan mata di sebelah Mbak Evie yang juga berputar menghadap ke arahku sambil berusaha menutupi payudaranya, buah dadanya, susunya yang sudah menjadi milikku setiap kali kami bercinta itu dengan mencoba menarik kaosnya yang robek.
"Dhitya sayang.. aku cinta kamu.. aku.." katanya pelan dengan sebelah tangannya dia mengusap bibirku sementara aku masih memejamkan mata mencoba menikmati apa saja yang baru terjadi dengan diriku. Sambil masih terpejam mataku, kuraih tangannya yang lembut itu, kukecup pelan, aku berputar menghadapnya dan membuka mataku memandangnya sambil tersenyum."Mbak Evie yang manis, mari kita jalin hubungan kasih ini tanpa meninggalkan orang-orang yang kita cintai sebelum kita berdua bertemu, Oke Mbak?" sahutku lembut sambil tetap menggenggam tangannya, dia mengangguk lembut juga sambil tersenyum sementara tangan yang satu tetap memegang ujung kaosnya untuk menutupi itu, payudara indahnya. Aku bangkit sambil membereskan alas handuk kami, dia masih terduduk memandangku dengan sayu, kuulurkan tanganku yang segera disambutnya, kutarik perlahan dan dia berdiri. Kututupi tubuh yang basah itu dengan handukku dan sambil berjalan menuju villa kami berpelukan di mana kepalanya disenderkan ke dadaku.
Malam berikutnya kami lewati dengan menikmati jalan-jalan, belanja oleh-oleh untuk Cempaka dan Melati, kedua puteri Mbak Evie, makan, medengarkan musik di beberapa pub/kafe kemudian pulang dan bercinta, bercinta dan bercinta seolah tiada habisnya.
Kesokan hari kami kembali ke Jakarta, dan seperti biasa aku laporan sama Mas Echa dan Mbak Ranti tentang apa yang diminta Mas Echa selama aku menemani Mbak Evie dan tentu saja 'Petualangan Bercinta' kami berdua tidak pernah keluar dari mulutku or I'M DEAD MAN. Hubunganku dengan Mbak Evie berlanjut sampai dengan tahun 1980 dalam konteks pembuatan film bersama Mas Echa dan juga hubungan 'Istimewa'.
Setelah aku lulus berkat bantuan Mas Echa sekeluarga, aku bekerja di bidang perminyakan. Dan perpisahan yang tak terelakkan dengan Mbak Evie karena Mas Irawan mendapat tugas dari perusahaannya ke Jepang selama 3 tahun yang mana mereka bermukim di sana lebih dari 3 tahun. Hubungan kami terputus total, tidak ada surat menyurat, telepon maupun komunikasi lainnya. Salah satu pengalaman yang amat berkesan bagiku, Mbak Evie.. oh Mbak Evie!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar