Hari itu hari Sabtu, waktu menunjukkan pukul 07:30 WIB. Aku pergi kuliah, mobil kubawa menuju ke kampus. Pas sampai perempatan jalan di depan alun-alun, aku melihat cewek cantik jalan di trotoar. Aku menggoda dan menyapanya, karena aku tidak melihat jalan maka saat lampu menunjukkan warna merah aku mendadak berhenti. Dan.. “Brakk..” mobilku ditabrak dari belakang. Aku turun dari mobil, lalu kulihat keadaan bagian belakang mobilku. Aku terkejut sekali dan marah sekali, karena bemper belakang mobilku penyok. Lalu, kuhampiri mobil yang menabrakku, dan kusuruh turun sopirnya. Lalu.. terbukalah pintu mobil itu, darahku mendadak naik. Kulihat sepasang kaki yang indah dan putih itu menginjak tanah. Ternyata dia seorang cewek, dia memakai rok mini sebatas pahanya yang mulus, putih dan berbulu halus itu. Wajah cantik dan body-nya yang sexy mirip perpaduan antara Tia Ivanka dan Cindy Crawford. Lalu..
“Aduh.. maaf ya Mas.. Mas sih, berhenti mendadak di tengah jalan. Tapi Mas jangan kuatir, nanti saya akan ganti semua kerugian. Ini kartu nama saya, Mas bisa hubungi saya bila ada hal penting. Dan sekarang, Mas pergi saja ke bengkel langganan saya. Nanti masalah biaya, saya akan menanggungnya, oke. Saya pergi dulu Mas, soalnya udah telat nich. Bye..” katanya sambil masuk mobil terus membawa mobilnya pergi.
“Eee.. Mbak. Mbak. tunggu..!” Aku dari tadi bengong dan tidak bisa ngomong, bingung dan juga senang. Sudah semua biaya bengkel sudah ditanggung oleh Mbak tadi itu. Aku juga bisa kenalan dengan cewek cantik. Lalu, aku membawa mobilku ke bengkel yang dikatakannya tadi. Setelah mengurus segalanya, kutinggal mobilku terus aku naik angkot ke kampus. Angkot berhenti pas di depanku, aku masuk ke belakang tapi sudah penuh, terpaksa aku naik di depan bersama seorang cewek yang kira-kira umurnya seumur kakakku. Aku duduk di sebelahnya, lalu kulirik dia. Dia tersenyum padaku. Busyet.. betapa cantik, wajahnya mirip Larasati. Dia memakai celana jeans LEA warna biru tua sehingga aku bisa melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang oke punya itu.
“Mau kemana Mbak..?” tanyaku. “Ke kampus Mas..” jawabnya. “Kampus mana Mbak..? tanyaku lagi. “STIKI, Mas..” “Lho.. STIKI, saya mahasiswa STIKI lho..?” jawabku. “Jadi, Mas mahasiswa STIKI ya.?” tanyanya. “Ya, ehmm.. Mbak juga mahasiswa STIKI ya..?” tanyaku lagi. “Saya.. Bukan Mas. Saya di STIKI mengajar mata kuliah akuntansi..” “Upss.. I didn’t Again. Jadi Mbak seorang dosen dan Mbak adalah dosen saya. Karena sekarang saya ke kampus ini karena ada mata kuliah akuntansi.” “Oh ya, jadi Mas adalah mahasiswa saya dong.” “Maaf Bu, saya tidak tahu kalau ibu adalah dosen saya.” “Nggak apa-apa kok. Oh ya, siapa nama Mas..?” tanyanya padaku. “Eee.. Sony Bu,” jawabku agak malu. “Bagus ya namanya, sebagus orangnya..?” jawabnya menggoda. “Akh.. Ibu bisa saja,” jawabku. “Oh.. ya ibu sendiri siapa namanya..?” tanyaku. “Sari..” jawabnya. “Nama ibu begitu indah, secantik orangnya.” “Akhh.. masa kamu jangan berlebihan, menurutku sih aku biasa-biasa saja.” “Ibu jangan merendah begitu, saya jujur mengatakannya.. I Swear..” “Aduh.. aku jadi tersanjung.”
Beberapa menit kemudian, sampailah kami di kampus. Aku jalan berdampingan dengan Ibu Sari. Tiba-tiba, tas yang dibawanya jatuh dan isinya berserakan kemana-mana. “Biar saya saja Bu, Ibu jalan saja terus.” “Terima kasih, Son kamu anak baik.”
Lalu, setelah selesai memasukkan semuanya ke dalam tas tersebut aku menyusul di belakangnya. Darahku jadi mendesir, aku melihat pantat Ibu Sari yang bulat dan panjang itu seperti tersembul dari balik celananya. Lekuk tubuhnya yang aduhai membuatku terkesima. Setelah kita jalan berdampingan lagi, kuserahkan tas tadi padanya. Setelah itu.. “Sony aku ke kantor dulu ya, kamu masuk aja ke ruang 6.”
Aku berjalan menuju ruang 6, di situ teman-temanku sudah ngumpul semuanya. Henry salah satu temanku bertanya padaku, “Son, kamu tahu nggak kita punya teman baru.” “Akh.. masa siapa namanya, Hen?” “Eee.. kalau tidak salah namanya Rita. Dia anaknya orang kaya lho. Dia sekarang ada di dalam bersama teman-teman.” Aku langsung saja masuk ke dalam lalu kucari mana anak baru itu, nah itu pasti dia. ehmm.. Cantik juga orangnya. Lalu aku hampiri dia, “Halo anak baru, boleh kenalan nggak?” Dia melihatku, “Kamu pasti Sony, ya kan..? Cowok playboy yang terkenal itu kan.” “Kok, tahu sih..?” “Ya tahu dong, lihat aja “anu”-mu sudah berdiri dari tadi. Apa sih yang kamu lihat.?”
Memang aku jadi teransang melihat penampilan anak baru itu, celana jeans-nya yang ketat terus ditambah payudaranya yang segede gentong. “Eee.. nggak punyaku memang gini kok dari tadi, nggak berdiri.” “Alah, ngaku aja dech bilang aja kamu terangsang tubuhku, ya kan?” “Oke dech, kali ini aku kalah. Boleh kenalan nggak..?” “Rita..” sambil mengulurkan tangannya padaku. “Sony..” aku mengulurkan tanganku, lalu kita berjabat tangan. Ohh.. betapa halus tangannya, seandainya tangan ini dipakai untuk memegang dan mengelus penisku, betapa nikmatnya. “Nah.. kan kambuh lagi dech. Baru pegang tangan aja udah bengong nggak karuan, dasar playboy edan.” “Aduh, gitu aja marah. Sayang lho cantik-cantik hobinya marah, nanti ilang cantiknya lho.” “Dasar sinting..”
Tiba-tiba dari arah pintu masuklah Ibu Sari, tapi betapa kagetnya aku, dia sekarang tidak memakai celana jeans lagi. Dia memakai rok mini, kakinya yang jenjang dan putih mulus itu membuatku tidak berkonsentrasi pada pelajaran yang dia berikan. Waktu dia membalikkan badan saat menulis, aku tambah jadi nggak karuan, pantatnya yang bulat itu sepertinya menantangku untuk menjamahnya. Aku melihat dengan potongan tubuh yang aduhai itu, aku yakin Ibu Sari tidak memakai celana dalam. Saat dia membalikkan badannya lagi, aku melihat belahan payudaranya dari balik bajunya. Sangat montok dan menggairahkan sekali. Setelah itu, dia memberi soal latihan agar dikerjakan. Aku tetap memandangnya tanpa berkedip. Mungkin karena curiga lalu dia menyuruhku maju ke depan untuk mengerjakan soal itu. Aku kaget dibuatnya, lalu aku bingung mencari jawaban soal itu dari teman-teman. Tapi sebelum aku mendapat jawabannya, Ibu Sari memanggilku, “Sony ayo kerjakan soalnya.” Aku bingung tapi apa boleh buat, dengan tekad rawe-rawe rantas malang-malang putung aku maju ke depan. Aku berdiri di depan papan, aku diam dan tak bergerak. Beberapa saat kemudian, aku melirik Ibu Sari yang menatapku tajam sekali. Lalu.. “Sony, kamu bisa nggak mengerjakan soal itu?” “Tidak bisa Bu?” kataku terus terang. “Baiklah, kamu sekarang kembali ke tempatmu..”
Setelah kuliah selesai, aku melangkah keluar tapi sebelum mendekati pintu. “Sony coba kemari sebentar, ibu ada perlu sama kamu.” “Ya, Bu..” jawabku lirih. “Kenapa kamu tadi, kayaknya kamu nggak konsentrasi dengan kuliah yang Ibu berikan, apa Ibu terlalu cepat?” “Tidak Bu, itu semua salah saya. Karena.. anu.. Bu..” “Karena apa Son, ayo terus terang saja Ibu bisa mengerti kok..” “Bolehkah, Sony berterus terang sama Ibu..” “Silakan saja, Ibu akan mendengar semua ucapanmu.” “Eee.. begini Bu sebetulnya saya tidak bisa berkonsentrasi dikarenakan oleh Ibu sendiri.” “Lho, saya. Apa salah saya hingga kamu tidak bisa berkonsentrasi saat kuliah tadi.” “Ibu kan tahu saya di sini terkenal dengan cowok playboy, nah biasanya cowok demikian itu dianugerahi mata yang sehat, tajam dan liar. Saya sebelumnya minta maaf sama Ibu kalau nanti ucapan saya ini akan menyinggung perasaan ibu. Sejak Ibu masuk dalam ruangan ini, Ibu telah membuat saya jadi tidak karuan.”
“Coba jelaskan lebih rinci lagi Son, agar Ibu mengerti..” “Saya tahu Ibu tidak memakai BH dan CD. Hingga saya bisa melihat onderdil milik Ibu. Mulai dari ujung rambut sampai ujung jempol kaki Ibu.” “Aduh.. Son kamu lancang sekali. Tapi kamu tahu darimana kalau ibu tidak memakai BH dan CD.” “Saya tahu, Ibu ini orangnya sangat haus akan seks, Ibu coba memperlihatkan aurat Ibu kepada semua cowok yang melihat Ibu. Agar mereka jadi terangsang dan tujuan Ibu dapat terlaksana.” “Ya ampun Son, aku tidak mempunyai maksud tertentu.” “Tapi dengan bukti yang sudah saya jelaskan tadi itu apa belum membuat Ibu jadi berterus-terang dan bertanggung jawab atas kejadian tadi.” “Apa Son, aku harus bertanggung jawab. Tidak.. tidak kamu tidak bisa memaksa ibu untuk bertanggung jawab atas kejadian tadi.” “Kalau ibu tidak mau bertanggung jawab, maka saya akan melaporkan kepada rektor kalau ibu mengajar dengan pakaian yang tidak pantas untuk dilihat.” “Baiklah Son, sekarang apa maumu. Ibu akan menuruti semua keinginanmu asalkan kamu tidak melaporkan hal ini ke rektor.” “Ibu coba menyuap saya. Saya sebetulnya tidak akan menuruti permintaan ibu tapi karena ‘adik kecil’ saya membutuhkan pasangannya maka saya setuju saja. Ibu harus memuaskan ‘adik kecil’ saya, OK”.
Lalu, kami berdua menuju ke kamar mandi khusus dosen. Ruangannya cukup luas dan harum baunya. Setelah itu, aku bertanya kepadanya, “Bagaimana Bu? Kira-kira Ibu sudah siap tempur belum?” “Ayolah. Apa sebaiknya kita langsung telanjang bulat aja?” “OK, deh.” jawab Ibu Sari dengan agak tersenyum malu. Akhirnya kita berdua mulai melepas pakaian satu-persatu dan akhirnya poloslah semua. Bulu kemaluan Ibu Sari bentuknya lurus dan tertata dengan bentuk segitiga ke arah bawah, ya mirip “punya”nya Asia Carrera bintang BF itu lho. Lalu aku menyentuh payudaranya yang montok dan besarnya minta ampun, sampai-sampai tanganku tidak muat. Kujilati kedua putingnya yang berwarna agak kemerah-merahan, rasanya enak juga. Lalu kujilati secara keseluruhan payudaranya. Ibu Sari nampak terangsang dan napasnya mulai memburu. “Ohh.. enak.. teruss.. Sonn..?”
Aku kemudian memohon Ibu Sari untuk duduk di bawah serta menelentangkan badannya dan langsung dia kangkangkan kedua kakinya dan terlihatlah vagina Ibu Sari yang masih OK punya. Aku mulai mendekatkan wajahku ke vaginanya. Ibu Sari merasakan sesuatu yang agak basah menyentuh vaginanya. Ibu Sari mengangkat kepalanya dan dia melihatku mulai berani menyentuh-nyentuhkan ujung lidahku ke vaginanya. “Terus.. terus.. Son.. ohh.. I feel so good.. ohh.!” Ibu Sari mulai terangsang. “Ehmm.. mmh.. oohh.. ooh nikmat sekali. Sedaap..” Terasa semakin lincah gerakan lidahku, Ibu Sari mengangkat kepalanya lagi dan melihatku sudah mulai tenggelam dalam kenikmatan, lama-kelamaan semakin enak. Ibu Sari merintih nikmat, “Ehmm.. hhmmh.. ouw.. aah.. aah.. uuh..uuh.. terus.. Teruus..” Bibir vagina Ibu Sari terasa dikulum oleh bibir mulutku. “Emm.. hhmm.. enaknya..”
Kemudian aku menyisipkan lidahku ke dalam vaginanya. Kutekan lidahku ke lubang di antara bibir vaginanya. “Aaahh.. aakh!” Ibu Sari mulai naik dan terasa lubang vaginanya semakin hangat, lendir vaginanya sudah banyak yang keluar. Akhirnya dia pun mencapai klimaks merintih, “Aaahh.. aahh..” “Bagaimana rasanya Bu, ngetop nggak?” “Aduhh.. Son sungguh luar biasa, kamu memang seorang cowok sejati. Tidak rugi kamu dijuluki Playboy. Sudah berapa cewek yang sudah takluk sama kamu..?” “Ehhmm.. kira-kira yang kesekian-sekian.. itu rahasia saya.. kalau ibu sendiri ini sudah yang keberapa?” “Idihh.. kamu nakal dech?”
Setelah itu.. “Ibu udah baik kan, sekarang giliran Ibu, ok?” Segera saja Ibu Sari membungkuk, melahap penisku yang sudah tegang itu. Kepalanya naik turun nikmatnya, Ibu Sari memainkan lidahnya di leher penisku. “Oohh..” sedapnya lidah itu mengkilik-kilik leher dan kepala ‘NAZI’-ku. Nikmatnya bibir itu turun naik menelusuri seluruh batang penisku. Kepala Ibu Sari turun naik mengulum penisku. Ibu Sari memang pintar berimprovisasi. Kelihatannya ia sudah biasa ber-oral sex. Lidahnya tak melewatkan seinci pun batang penisku. Kadang ditelusuri dari ujung ke pangkal, kadang berhenti agak lama di “leher”. Kadang bibirnya berperan sebagai “bibir” bawahnya, menjepit sambil naik-turun. Terkadang nakal dengan sedikit menggigit! Aku bebas saja mendesah, melenguh, atau bahkan menjerit kecil, “Oohh..” Gerakan kepalanya memang cepat. Aku menuju puncak. Ibu Sari makin cepat. Sebentar lagi.. hampir..!
Ibu Sari mempercepat lagi, sampai berbunyi dan.. “Croott..” Kusemprotkan laharku ke dalam mulut Ibu Sari. “Ohh..” lalu Ibu Sari menyuruhku tidur terlentang, penisku yang panjang menegang ke atas. Ibu Sari tanpa ragu-ragu segera mengangkangiku dan menyodorkan vaginanya ke mulutku. Aku kegirangan dan segera menjilatinya dengan rakus sampai berbunyi cipak-cipuk. Ibu Sari pun keenakan sambil menyosor-nyosorkan vaginanya ke mulutku agar lidahku lebih masuk ke dalamnya. Aku semakin gigih menyedot cairan vagina Ibu Sari. Setelah itu, ia bangkit lalu dikangkanginya lagi kakinya terus segera setelah mengarahkan penisku tepat di bawah vaginanya, Ibu Sari mulai beraksi. Bertepatan dengan anjloknya tubuhnya ke bawah, penisku pun langsung tertelan seluruhnya dalam vaginanya. Aku tidak mau berdiam diri saja. Segera kuputar-putar penisku di dalam lubang vagina Ibu Sari. Sementara itu Ibu Sari ikut mengimbangi dengan menaik-turunkan sembari memutar-mutar pantatnya yang semok itu. Kami berdua semakin lama semakin mempercepat tempo gerakan kami. Tanganku ikut ambil bagian, meremas-remas susu Ibu Sari dengan gemasnya.
Beberapa menit kemudian, Ibu Sari melenguh keras, “Aahh..” Rupanya dia mengalami orgasme, berbarengan dengan penisku memuntahkan air “lahar” masuk ke dalam vagina Ibu Sari. Akhirnya dengan tubuh bermandikan keringat yang mengalir deras, terus kami membersihkan badan. Aku cepat-cepat keluar dari WC itu setelah aku memakai pakaianku, setelah itu menyusul Ibu Sari. “Ibu, nanti nggak usah naik angkot. Kita naik mobil saya aja. Nanti ibu saya antar pulang..?” “Lho.. kamu tadi kan berangkatnya naik angkot, kok sekarang naik mobil?”“Tadi pagi mobil saya masuk bengkel, terus tadi saya sudah pesan sama montirnya kalau sudah selesai, saya suruh antar ke sini dan kuncinya dititipkan ke satpam. Ibu, tunggu sebentar di sini saya akan ambil mobil dulu..” “Jangan lama-lama ya Son, nanti kulit Ibu yang putih dan mulus ini terbakar kena panas matahari.” “Sebentar kok Bu, I Swear, ok..”
Lalu, aku bergegas ke tempat parkir. Setelah itu kuantar Ibu Sari. Sesampai di rumahnya.“Udah ya Son.. Ibu masuk dulu. Kapan-kapan kamu harus mampir dan wajib menginap di sini, soalnya Ibu sendirian sih. Nanti ada perampok terus Ibu diperkosa gimana, dan kalau Ibu kedinginan di waktu malam siapa dong bisa menghangatkan tubuh Ibu.. nggak ada kan.. jadi kapan pun kamu mau, kamu boleh tinggal di sini. Udah ya, cuupp..” katanya sambil ngecup bibirku. “Tentu Bu, Sony kapan-kapan akan ke sini dan Ibu tidak perlu takut akan hal-hal tadi, ok..”
Setelah dia turun, aku langsung tancap gas. Waktu dalam perjalanan, aku teringat cewek yang menabrakku tadi pagi, terus kupikir bagaimana kalau aku menemuinya. Tapi dimana ya kantornya..? Terus aku ingat dengan kartu namanya, di situ tertulis namanya Dini dan alamat kantornya. Langsung aku menuju ke kantor yang tertera di kartu nama itu. Sesampainya di situ aku memarkir mobilku, dari jauh kulihat mobilnya yang menabrak mobilku tadi. Aku masuk dan menanyakan apa dia ada di tempat atau tidak. Resepsionis mengatakan bahwa dia masih berada di kantin kantor. Lalu kulihat jam tanganku, dan benar juga ini waktunya makan siang. Aku menuju ke kantin yang berada di sebelah kantor itu. Aku melihat sekeliling dan kulihat dia sedang makan dengan lahapnya. Kuhampiri dia, pada saat dia mengangkat wajahnya, dia kaget melihat kedatanganku.
“Halloo.. Mbak yang cantik dan baik hati gimana kabarnya siang ini. Tentu baik saja bukan, nah sekarang bolehkah saya yang hina ini duduk menemani Mbak makan.” kataku lancang.“Ehhmm.. kalau saya tidak salah lihat Mas ini yang tadi pagi mobilnya saya tabrak ya kan?” “Ya.. itu betul sekali. Dan kalau Mbak bersedia, saya juga mau lho ditabrak sama Mbak.. becanda lho Mbak.” Dia kaget hingga tersendak.. “Akhh.. Mas ini bisa aja. Oh ya Mas, bagaimana mobilnya apa sudah beres?” “Bagaimana tidak beres, lha yang ngurus aja ceweknya cantik, baik dan ‘big boss’ lagi.”
Dia ketawa mendengar ucapanku. “Mas ini orangnya lucu juga ya..” “Tergantung situasinya Mbak, kalau situasinya mengharuskan saya melucu ya saya akan jadi lucu seperti anak kecil. Tapi kalau saya lagi serius, Mbak pasti takut dengan saya.. bener lho Mbak.. Oh ya, kita kan masih belum tahu nama kita masing-masing, saya Sony..” “Saya Dini Mas.. Saya boleh nggak panggil Sony saja..?” “Tentu boleh Mbak, soalnya saya menduga Mbak pasti lebih tua dari saya.” “Saya lebih tua dari Mas, akh masa sih. Emangnya Mas Sony umurnya berapa sih..?”“Umur saya 22 tahun 11 bulan 11 hari 12 jam 30 menit 10 detik.. Begicu Mbak..” “Oh my god.. jadi Sony masih kuliah atau..” “Ya Mbak saya memang masih kuliah. Mbak sendiri umurnya berapa?” “Umurku sekarang, akh.. jangan dech.. kamu nanti kaget lho..” “Nggak pa-pa Mbak, saya ini orangnya sabar kok.. jadi nggak mungkin saya menghina Mbak berapapun usia Mbak..”
“Eee.. Umurku sekarang 7 tahun lebih tua dari kamu..?” “Jadi sekarang usia Mbak sudah menginjak kepala tiga.. Ohh..?” “Kenapa emangnya Son, kamu kecewa ya, soalnya usia Mbak sudah tua..?” “Nggak Mbak, bukan begitu maksud saya. Saya merasa nggak percaya bila Mbak usianya sudah kepala tiga.” “Lho, emangnya kenapa Son denganku.. aku jadi nggak ngerti?”“Kalau boleh saya tanya, apa Mbak sekarang sudah menikah.. gicu ganti.. roger.?” “Haa.. haa.. haa.. pertanyaan kamu kok menjurus kesitu sih, tapi nggak apa-apa lah.. Saya sampai sekarang memang belum menikah..” “Ohh.. Jadi Mbak masih ‘perawan’ oh my god..” “Son, kamu nakal dech.. emangnya kalau saya masih ‘perawan’ mau kamu apakan aku..?” “Akhh.. cuman becanda kok Mbak. Kenapa Mbak sampai sekarang belum menikah.. kan Mbak sudah punya segalanya.. uang ada, rumah besar, mobil Mercy, dan yang paling penting Mbak itu orangnya cantik, bodynya semok dan mulus.. maaf lho Mbak..?”
“Kamu mirip wartawan aja Son. Saya belum menikah dikarenakan ya memang jodoh saya belum datang.. that’s all.” “Kalau misalnya saya ingin jadi ‘pasangan’ Mbak gimana, setuju nggak..?”“Aduhh.. kamu lancang sekali ya. Udah akhh.. kamu jangan becanda terus.” “Kalau misalnya Mbak suka sama saya ‘luar dalam’, saya serius dengan ucapan saya tadi lho..” “Memangnya kamu belum punya pacar?” “Saya memang sudah punya pacar Mbak. Tapi kan seperti kata pepatah, Sebelum janur kuning melengkung, itu berarti masih ada kesempatan.. ya kan Mbak?”“Ya itu wajar saja. Tapi apa yang membuat kamu suka sama saya, padahal pacar kamu itu kan masih muda. Ya meskipun aku dan pacar kamu itu statusnya masih ‘perawan’ tapi tentu punya pacar kamu jauh lebih enak dari punyaku.. ya kan?”
“Ohh. jadi benar Mbak masih perawan. ohh.. betapa bahagianya diriku. ohh.. uppss.. ee.. begini Mbak saya suka sama Mbak bukan hanya dari segi sex aja, tapi terus terang Mbak itu orangnya kalem, baik, bertanggung jawab dan romantis. Wuih selangit dech..” “Sony, kamu memang hebat sekali, aku sangat ‘tersanjung’ dengan pujianmu dan aku jadi ‘terpikat’ dengan kamu. Sebetulnya pada waktu bertemu di perempatan jalan tadi pagi itu. Aku memang tertarik dengan kamu Son..” “Jadi gimana Mbak, lamaran saya diterima atau Mbak tolak.” “Terus bagaimana nanti dengan pacar kamu?” “Aduh.. gimana ya Mbak, saya jadi bingung nich?”“Begini aja Son, dia jangan kamu putusin, ya..” “Lho, terus bagaimana dengan hubungan kita Mbak..?” “Hubungan kita masih terus berlanjut. Eee.. begini maksudku, kamu bilang sama dia kalau dia harus mau jadi ‘isteri ke-2′ setelah aku. Aku nggak mau dia kecewa karena kamu putusin..” “Jadi maksud Mbak, saya harus kawin dengan kalian berdua?” kataku jadi pusing 1001 keliling. “Emangnya kenapa, bukankah nanti kamu kan senang punya isteri 2, sama-sama perawan lagi.. gimana Son?” “Tapi apa saya sanggup punya isteri 2?” “Saya yakin kamu pasti sanggup melakukan kewajibanmu. Untuk membuktikan kata-kataku kamu sekarang ikut aku ke ruanganku.. ayo Son..” katanya sambil menarik tanganku.
Setelah aku berada di ruangannya, dia memberi pesan pada sekretarisnya kalau dia dalam 1 jam ini jangan diganggu. Setelah itu, dia langsung mencium bibirku, aku membiarkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Setelah kira-kira 5 menit bercumbu, mulai tanganku meraba dan meremas dadanya yang montok. Dia pasrah dengan apa sedang kulakukan padanya, karena mungkin dia belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini. Tanganku masuk ke dalam bajunya dan mulai memainkan puting payudaranya, lalu aku mulai menyingkapkan baju dan melepaskan roknya hingga dia tinggal mengenakan BH dan CD saja. Lalu dia membantuku membuka baju dan celanaku, sehingga aku hanya mengenakan CD saja. Tampak jelas penisku sudah tegang di balik CD-ku. Aku memegang tangannya dan menuntun tangannya ke dalam CD-ku. Setelah itu dia mulai membuka CD-ku, tampak jelas penisku yang sudah membesar dan menegang. Mungkin karena dia baru sekali itu melihat kemaluan cowok secara langsung dia kaget tapi juga geli melihat penisku. Dia terpana melihat penisku, lalu aku mulai melepas BH dan CD-nya.
Setelah itu badanku mulai menindih badannya di atas meja kerjanya dan aku mulai menjilati puting payudaranya sampai dia menggeliat keenakan, aku melihat vaginanya sudah basah kuyup, aku telah membuatnya benar-benar terangsang. Lalu tanganku mulai meraba bibir vaginanya dan mulai memainkan klitorisnya. Aku membuatnya benar-benar terangsang dan tidak bisa berbuat apa-apa selain mendesah dan menggeliat di atas meja. Cukup lama aku memainkan tanganku di vaginanya, lalu aku mulai menjilati bibir bagian bawah vaginanya dengan nafsuku yang memburu, tangan kananku masih memainkan klitorisnya.
Kira-kira 5 menit kemudian, aku melihat badannya meregang dan aku merasakan cairan hangatnya mengalir dari liang vaginanya itu, aku tanpa ragu menjilati cairan yang keluar sedikit demi sedikit itu dengan nafsunya sampai hanya air liurku membasahi vaginanya itu. Badannya terasa lemas sekali lalu aku duduk di atas pinggir meja dan memandangi wajahnya yang sudah basah bermandikan keringat.
Aku berkata padanya sambil tersenyum, “Bagaimana Mbak enak nggak?” “Aduhh.. Son kamu sungguh hebat.. ohh.. kamu membuatku melayang sampai ke langit.. ohh..” Lalu, dia jongkok di hadapanku dan mulai mengelus-ngelus penisku, sambil sesekali menjilati dan menciumi penisku yang semakin menegang. Aku jadi terangsang, aku meregangkan badan ke belakang sambil mengeluarkan suara-suara kenikmatan. Lalu tak berapa lama kemudian dia memegang pangkal penisku dan mulai mengarahkannya masuk ke dalam mulutnya, aku merasakan ujung penisku itu menyentuh dinding tenggorokannya ketika hampir semua bagian batang penisku masuk ke dalam mulutnya, terus dia mulai memainkan penisku di dalam mulutnya, terasa benar penisku mulai mengeluarkan cairan basah tanda kalau aku sudah benar-benar terangsang padanya. Badanku sudah basah dengan keringat itu mulai bergoyang-goyang keras sambil ia berkata, “Aaarghh.. aku udah nggak tahan lagi nih Mbak.. aku mau keluarr..” Dia tidak mendengarkan omonganku, ia masih saja terus memainkan penisku, sampai cairanku yang hangat kental putih dan asin muncrat dari lubang penisku, dia langsung mengeluarkan penisku itu dan seperti kesetanan dia malah menelan cairan spermaku terus menghisap penisku sampai cairan spermaku benar-benar habis. Dia lalu duduk sebentar di kursi, dan memperhatikan aku yang tiduran di meja kerjanya sambil mencoba memelankan irama nafasku yang terengah-engah itu.
Dia hanya tersenyum padaku, lalu aku bangun dan menghampirinya, aku tersenyum padanya. Cukup lama kami berpandangan dengan keadaan bugil dan basah berkeringat. “Mbak sungguh cantik dan baik banget pada Sony.” kataku tiba-tiba. Dia hanya tertawa kecil dan mulai mencium bibirku. Aku membalas dengan nafsu sambil memasukkan tanganku ke dalam lubang vaginanya, cukup lama kami bercumbu lalu..
“Mbak.. boleh nggak Sony ehmm.. itu.. tu.. itu..” “Itu apa Son?” tanyanya. “Itu.. masa Mbak nggak tau sih?” balasku lagi. Sebelum dia menjawab, aku merasakan kepala batang penisku sudah menyentuh bibir vaginanya. Lalu.. “Crestt.. creest..” terasa ada yang terobek dalam vaginanya dan sedikit darah keluar kemudian aku berkata, “Mbak benar-benar masih perawan!” Dia hanya bisa tersenyum dan mungkin merasakan sedikit perih di vaginanya yang terasa agak serat waktu setengah penisku masuk ke vaginanya. Kugerak-gerakan perlahan batang penisku yang besar tapi setelah agak lama entah mengapa dia lalu tertawa kecil, mungkin merasakan geli, enak dan nikmat ketika aku mulai menggoyangkan badanku maju mundur pelan dan sepertinya dia tak tahan lagi seraya mendesah kecil keenakan. Kemudian semakin cepat saja aku memainkan jurus ‘Terjangan Dewa Cinta’-nya yang maju mundur, sesekali menggoyangkan pinggulku kekiri kekanan dan kupuntir-puntir putingnya yang berwarna pink. Aku membuatnya menggelepar-gelepar seperti ayam baru disembelih. Keringat sudah membasahi badan kita berdua, kusadari kalau saat itu tindakan kita berdua bisa saja dipergoki orang tapi kurasa kemungkinannya kecil karena dia tadi sudah berpesan kepada sekretarisnya kalau dalam 1 jam ini jangan diganggu.
“Ahh.. ahh.. ahh..” dia mendesah dengan suara kecil karena takut kedengarann orang lain. Cukup lama juga aku bermain dengannya sungguh luar biasa kekuatan Mbak Dini, biasanya aku hanya membutuhkan waktu sebentar untuk meng-KO cewek. “Ahh.. awww.. awww..” dia kegelian dalam lubang vaginanya dan kemudian tak tertahankan, tiba-tiba kurasakan sesuatu. Ya.. cairan hangat kurasakan muncrat dari dalam vaginanya dan membasahi penisku yang terus keluar masuk sarangnya. Badannya menggeliat dan mengejang. Kututup mulutnya, karena aku takut kalau dia mendesah terlalu keras. Meja kerjanya itu bergoyang-goyang karena ulah kita berdua. Aku berusaha untuk mencapai puncak organsmeku, lalu aku duduk di kursi kerjanya dan menyuruhnya untuk duduk di penisku. Dia menurut saja dan pelan-pelan dia menurunkan badannya terus duduk di penisku. Aku memegang pinggulnya dan menaik-turunkan badannya yang basah. Dia mendesah-desah dan aku semakin semangat menaik-turunkan dirinya. Lalu badanku mengejang dan berkata, “Mbak aku mau keluarr..” dia malah memacu gerakan tubuhnya naik turun agar aku bisa juga mencapai klimaksnya. Tapi lama aku mengeluarkan penisku dari vaginanya dan aku mendesah panjang, “Ahh.. Mbak.. aku keluar.. ohh..” Air maniku kececeran di lantai dan sebagian ada yang ke meja. Lalu kami berdua duduk lemas dengan saling berpandangan. Aku berkata, “Mbak nggak nyesel bukan.?” Dia menggeleng sambil berkata, “Nggak kok Son. Aku rela kok.. kan nanti kita akan menikah.. ya kan sayang..” katanya sambil mengecup bibirku lalu memeluk tubuhku. Lalu tanpa terasa kami tertidur, karena kenikmatan yang telah kita ciptakan sendiri.
“Aduh.. maaf ya Mas.. Mas sih, berhenti mendadak di tengah jalan. Tapi Mas jangan kuatir, nanti saya akan ganti semua kerugian. Ini kartu nama saya, Mas bisa hubungi saya bila ada hal penting. Dan sekarang, Mas pergi saja ke bengkel langganan saya. Nanti masalah biaya, saya akan menanggungnya, oke. Saya pergi dulu Mas, soalnya udah telat nich. Bye..” katanya sambil masuk mobil terus membawa mobilnya pergi.
“Eee.. Mbak. Mbak. tunggu..!” Aku dari tadi bengong dan tidak bisa ngomong, bingung dan juga senang. Sudah semua biaya bengkel sudah ditanggung oleh Mbak tadi itu. Aku juga bisa kenalan dengan cewek cantik. Lalu, aku membawa mobilku ke bengkel yang dikatakannya tadi. Setelah mengurus segalanya, kutinggal mobilku terus aku naik angkot ke kampus. Angkot berhenti pas di depanku, aku masuk ke belakang tapi sudah penuh, terpaksa aku naik di depan bersama seorang cewek yang kira-kira umurnya seumur kakakku. Aku duduk di sebelahnya, lalu kulirik dia. Dia tersenyum padaku. Busyet.. betapa cantik, wajahnya mirip Larasati. Dia memakai celana jeans LEA warna biru tua sehingga aku bisa melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang oke punya itu.
“Mau kemana Mbak..?” tanyaku. “Ke kampus Mas..” jawabnya. “Kampus mana Mbak..? tanyaku lagi. “STIKI, Mas..” “Lho.. STIKI, saya mahasiswa STIKI lho..?” jawabku. “Jadi, Mas mahasiswa STIKI ya.?” tanyanya. “Ya, ehmm.. Mbak juga mahasiswa STIKI ya..?” tanyaku lagi. “Saya.. Bukan Mas. Saya di STIKI mengajar mata kuliah akuntansi..” “Upss.. I didn’t Again. Jadi Mbak seorang dosen dan Mbak adalah dosen saya. Karena sekarang saya ke kampus ini karena ada mata kuliah akuntansi.” “Oh ya, jadi Mas adalah mahasiswa saya dong.” “Maaf Bu, saya tidak tahu kalau ibu adalah dosen saya.” “Nggak apa-apa kok. Oh ya, siapa nama Mas..?” tanyanya padaku. “Eee.. Sony Bu,” jawabku agak malu. “Bagus ya namanya, sebagus orangnya..?” jawabnya menggoda. “Akh.. Ibu bisa saja,” jawabku. “Oh.. ya ibu sendiri siapa namanya..?” tanyaku. “Sari..” jawabnya. “Nama ibu begitu indah, secantik orangnya.” “Akhh.. masa kamu jangan berlebihan, menurutku sih aku biasa-biasa saja.” “Ibu jangan merendah begitu, saya jujur mengatakannya.. I Swear..” “Aduh.. aku jadi tersanjung.”
Beberapa menit kemudian, sampailah kami di kampus. Aku jalan berdampingan dengan Ibu Sari. Tiba-tiba, tas yang dibawanya jatuh dan isinya berserakan kemana-mana. “Biar saya saja Bu, Ibu jalan saja terus.” “Terima kasih, Son kamu anak baik.”
Lalu, setelah selesai memasukkan semuanya ke dalam tas tersebut aku menyusul di belakangnya. Darahku jadi mendesir, aku melihat pantat Ibu Sari yang bulat dan panjang itu seperti tersembul dari balik celananya. Lekuk tubuhnya yang aduhai membuatku terkesima. Setelah kita jalan berdampingan lagi, kuserahkan tas tadi padanya. Setelah itu.. “Sony aku ke kantor dulu ya, kamu masuk aja ke ruang 6.”
Aku berjalan menuju ruang 6, di situ teman-temanku sudah ngumpul semuanya. Henry salah satu temanku bertanya padaku, “Son, kamu tahu nggak kita punya teman baru.” “Akh.. masa siapa namanya, Hen?” “Eee.. kalau tidak salah namanya Rita. Dia anaknya orang kaya lho. Dia sekarang ada di dalam bersama teman-teman.” Aku langsung saja masuk ke dalam lalu kucari mana anak baru itu, nah itu pasti dia. ehmm.. Cantik juga orangnya. Lalu aku hampiri dia, “Halo anak baru, boleh kenalan nggak?” Dia melihatku, “Kamu pasti Sony, ya kan..? Cowok playboy yang terkenal itu kan.” “Kok, tahu sih..?” “Ya tahu dong, lihat aja “anu”-mu sudah berdiri dari tadi. Apa sih yang kamu lihat.?”
Memang aku jadi teransang melihat penampilan anak baru itu, celana jeans-nya yang ketat terus ditambah payudaranya yang segede gentong. “Eee.. nggak punyaku memang gini kok dari tadi, nggak berdiri.” “Alah, ngaku aja dech bilang aja kamu terangsang tubuhku, ya kan?” “Oke dech, kali ini aku kalah. Boleh kenalan nggak..?” “Rita..” sambil mengulurkan tangannya padaku. “Sony..” aku mengulurkan tanganku, lalu kita berjabat tangan. Ohh.. betapa halus tangannya, seandainya tangan ini dipakai untuk memegang dan mengelus penisku, betapa nikmatnya. “Nah.. kan kambuh lagi dech. Baru pegang tangan aja udah bengong nggak karuan, dasar playboy edan.” “Aduh, gitu aja marah. Sayang lho cantik-cantik hobinya marah, nanti ilang cantiknya lho.” “Dasar sinting..”
Tiba-tiba dari arah pintu masuklah Ibu Sari, tapi betapa kagetnya aku, dia sekarang tidak memakai celana jeans lagi. Dia memakai rok mini, kakinya yang jenjang dan putih mulus itu membuatku tidak berkonsentrasi pada pelajaran yang dia berikan. Waktu dia membalikkan badan saat menulis, aku tambah jadi nggak karuan, pantatnya yang bulat itu sepertinya menantangku untuk menjamahnya. Aku melihat dengan potongan tubuh yang aduhai itu, aku yakin Ibu Sari tidak memakai celana dalam. Saat dia membalikkan badannya lagi, aku melihat belahan payudaranya dari balik bajunya. Sangat montok dan menggairahkan sekali. Setelah itu, dia memberi soal latihan agar dikerjakan. Aku tetap memandangnya tanpa berkedip. Mungkin karena curiga lalu dia menyuruhku maju ke depan untuk mengerjakan soal itu. Aku kaget dibuatnya, lalu aku bingung mencari jawaban soal itu dari teman-teman. Tapi sebelum aku mendapat jawabannya, Ibu Sari memanggilku, “Sony ayo kerjakan soalnya.” Aku bingung tapi apa boleh buat, dengan tekad rawe-rawe rantas malang-malang putung aku maju ke depan. Aku berdiri di depan papan, aku diam dan tak bergerak. Beberapa saat kemudian, aku melirik Ibu Sari yang menatapku tajam sekali. Lalu.. “Sony, kamu bisa nggak mengerjakan soal itu?” “Tidak bisa Bu?” kataku terus terang. “Baiklah, kamu sekarang kembali ke tempatmu..”
Setelah kuliah selesai, aku melangkah keluar tapi sebelum mendekati pintu. “Sony coba kemari sebentar, ibu ada perlu sama kamu.” “Ya, Bu..” jawabku lirih. “Kenapa kamu tadi, kayaknya kamu nggak konsentrasi dengan kuliah yang Ibu berikan, apa Ibu terlalu cepat?” “Tidak Bu, itu semua salah saya. Karena.. anu.. Bu..” “Karena apa Son, ayo terus terang saja Ibu bisa mengerti kok..” “Bolehkah, Sony berterus terang sama Ibu..” “Silakan saja, Ibu akan mendengar semua ucapanmu.” “Eee.. begini Bu sebetulnya saya tidak bisa berkonsentrasi dikarenakan oleh Ibu sendiri.” “Lho, saya. Apa salah saya hingga kamu tidak bisa berkonsentrasi saat kuliah tadi.” “Ibu kan tahu saya di sini terkenal dengan cowok playboy, nah biasanya cowok demikian itu dianugerahi mata yang sehat, tajam dan liar. Saya sebelumnya minta maaf sama Ibu kalau nanti ucapan saya ini akan menyinggung perasaan ibu. Sejak Ibu masuk dalam ruangan ini, Ibu telah membuat saya jadi tidak karuan.”
“Coba jelaskan lebih rinci lagi Son, agar Ibu mengerti..” “Saya tahu Ibu tidak memakai BH dan CD. Hingga saya bisa melihat onderdil milik Ibu. Mulai dari ujung rambut sampai ujung jempol kaki Ibu.” “Aduh.. Son kamu lancang sekali. Tapi kamu tahu darimana kalau ibu tidak memakai BH dan CD.” “Saya tahu, Ibu ini orangnya sangat haus akan seks, Ibu coba memperlihatkan aurat Ibu kepada semua cowok yang melihat Ibu. Agar mereka jadi terangsang dan tujuan Ibu dapat terlaksana.” “Ya ampun Son, aku tidak mempunyai maksud tertentu.” “Tapi dengan bukti yang sudah saya jelaskan tadi itu apa belum membuat Ibu jadi berterus-terang dan bertanggung jawab atas kejadian tadi.” “Apa Son, aku harus bertanggung jawab. Tidak.. tidak kamu tidak bisa memaksa ibu untuk bertanggung jawab atas kejadian tadi.” “Kalau ibu tidak mau bertanggung jawab, maka saya akan melaporkan kepada rektor kalau ibu mengajar dengan pakaian yang tidak pantas untuk dilihat.” “Baiklah Son, sekarang apa maumu. Ibu akan menuruti semua keinginanmu asalkan kamu tidak melaporkan hal ini ke rektor.” “Ibu coba menyuap saya. Saya sebetulnya tidak akan menuruti permintaan ibu tapi karena ‘adik kecil’ saya membutuhkan pasangannya maka saya setuju saja. Ibu harus memuaskan ‘adik kecil’ saya, OK”.
Lalu, kami berdua menuju ke kamar mandi khusus dosen. Ruangannya cukup luas dan harum baunya. Setelah itu, aku bertanya kepadanya, “Bagaimana Bu? Kira-kira Ibu sudah siap tempur belum?” “Ayolah. Apa sebaiknya kita langsung telanjang bulat aja?” “OK, deh.” jawab Ibu Sari dengan agak tersenyum malu. Akhirnya kita berdua mulai melepas pakaian satu-persatu dan akhirnya poloslah semua. Bulu kemaluan Ibu Sari bentuknya lurus dan tertata dengan bentuk segitiga ke arah bawah, ya mirip “punya”nya Asia Carrera bintang BF itu lho. Lalu aku menyentuh payudaranya yang montok dan besarnya minta ampun, sampai-sampai tanganku tidak muat. Kujilati kedua putingnya yang berwarna agak kemerah-merahan, rasanya enak juga. Lalu kujilati secara keseluruhan payudaranya. Ibu Sari nampak terangsang dan napasnya mulai memburu. “Ohh.. enak.. teruss.. Sonn..?”
Aku kemudian memohon Ibu Sari untuk duduk di bawah serta menelentangkan badannya dan langsung dia kangkangkan kedua kakinya dan terlihatlah vagina Ibu Sari yang masih OK punya. Aku mulai mendekatkan wajahku ke vaginanya. Ibu Sari merasakan sesuatu yang agak basah menyentuh vaginanya. Ibu Sari mengangkat kepalanya dan dia melihatku mulai berani menyentuh-nyentuhkan ujung lidahku ke vaginanya. “Terus.. terus.. Son.. ohh.. I feel so good.. ohh.!” Ibu Sari mulai terangsang. “Ehmm.. mmh.. oohh.. ooh nikmat sekali. Sedaap..” Terasa semakin lincah gerakan lidahku, Ibu Sari mengangkat kepalanya lagi dan melihatku sudah mulai tenggelam dalam kenikmatan, lama-kelamaan semakin enak. Ibu Sari merintih nikmat, “Ehmm.. hhmmh.. ouw.. aah.. aah.. uuh..uuh.. terus.. Teruus..” Bibir vagina Ibu Sari terasa dikulum oleh bibir mulutku. “Emm.. hhmm.. enaknya..”
Kemudian aku menyisipkan lidahku ke dalam vaginanya. Kutekan lidahku ke lubang di antara bibir vaginanya. “Aaahh.. aakh!” Ibu Sari mulai naik dan terasa lubang vaginanya semakin hangat, lendir vaginanya sudah banyak yang keluar. Akhirnya dia pun mencapai klimaks merintih, “Aaahh.. aahh..” “Bagaimana rasanya Bu, ngetop nggak?” “Aduhh.. Son sungguh luar biasa, kamu memang seorang cowok sejati. Tidak rugi kamu dijuluki Playboy. Sudah berapa cewek yang sudah takluk sama kamu..?” “Ehhmm.. kira-kira yang kesekian-sekian.. itu rahasia saya.. kalau ibu sendiri ini sudah yang keberapa?” “Idihh.. kamu nakal dech?”
Setelah itu.. “Ibu udah baik kan, sekarang giliran Ibu, ok?” Segera saja Ibu Sari membungkuk, melahap penisku yang sudah tegang itu. Kepalanya naik turun nikmatnya, Ibu Sari memainkan lidahnya di leher penisku. “Oohh..” sedapnya lidah itu mengkilik-kilik leher dan kepala ‘NAZI’-ku. Nikmatnya bibir itu turun naik menelusuri seluruh batang penisku. Kepala Ibu Sari turun naik mengulum penisku. Ibu Sari memang pintar berimprovisasi. Kelihatannya ia sudah biasa ber-oral sex. Lidahnya tak melewatkan seinci pun batang penisku. Kadang ditelusuri dari ujung ke pangkal, kadang berhenti agak lama di “leher”. Kadang bibirnya berperan sebagai “bibir” bawahnya, menjepit sambil naik-turun. Terkadang nakal dengan sedikit menggigit! Aku bebas saja mendesah, melenguh, atau bahkan menjerit kecil, “Oohh..” Gerakan kepalanya memang cepat. Aku menuju puncak. Ibu Sari makin cepat. Sebentar lagi.. hampir..!
Ibu Sari mempercepat lagi, sampai berbunyi dan.. “Croott..” Kusemprotkan laharku ke dalam mulut Ibu Sari. “Ohh..” lalu Ibu Sari menyuruhku tidur terlentang, penisku yang panjang menegang ke atas. Ibu Sari tanpa ragu-ragu segera mengangkangiku dan menyodorkan vaginanya ke mulutku. Aku kegirangan dan segera menjilatinya dengan rakus sampai berbunyi cipak-cipuk. Ibu Sari pun keenakan sambil menyosor-nyosorkan vaginanya ke mulutku agar lidahku lebih masuk ke dalamnya. Aku semakin gigih menyedot cairan vagina Ibu Sari. Setelah itu, ia bangkit lalu dikangkanginya lagi kakinya terus segera setelah mengarahkan penisku tepat di bawah vaginanya, Ibu Sari mulai beraksi. Bertepatan dengan anjloknya tubuhnya ke bawah, penisku pun langsung tertelan seluruhnya dalam vaginanya. Aku tidak mau berdiam diri saja. Segera kuputar-putar penisku di dalam lubang vagina Ibu Sari. Sementara itu Ibu Sari ikut mengimbangi dengan menaik-turunkan sembari memutar-mutar pantatnya yang semok itu. Kami berdua semakin lama semakin mempercepat tempo gerakan kami. Tanganku ikut ambil bagian, meremas-remas susu Ibu Sari dengan gemasnya.
Beberapa menit kemudian, Ibu Sari melenguh keras, “Aahh..” Rupanya dia mengalami orgasme, berbarengan dengan penisku memuntahkan air “lahar” masuk ke dalam vagina Ibu Sari. Akhirnya dengan tubuh bermandikan keringat yang mengalir deras, terus kami membersihkan badan. Aku cepat-cepat keluar dari WC itu setelah aku memakai pakaianku, setelah itu menyusul Ibu Sari. “Ibu, nanti nggak usah naik angkot. Kita naik mobil saya aja. Nanti ibu saya antar pulang..?” “Lho.. kamu tadi kan berangkatnya naik angkot, kok sekarang naik mobil?”“Tadi pagi mobil saya masuk bengkel, terus tadi saya sudah pesan sama montirnya kalau sudah selesai, saya suruh antar ke sini dan kuncinya dititipkan ke satpam. Ibu, tunggu sebentar di sini saya akan ambil mobil dulu..” “Jangan lama-lama ya Son, nanti kulit Ibu yang putih dan mulus ini terbakar kena panas matahari.” “Sebentar kok Bu, I Swear, ok..”
Lalu, aku bergegas ke tempat parkir. Setelah itu kuantar Ibu Sari. Sesampai di rumahnya.“Udah ya Son.. Ibu masuk dulu. Kapan-kapan kamu harus mampir dan wajib menginap di sini, soalnya Ibu sendirian sih. Nanti ada perampok terus Ibu diperkosa gimana, dan kalau Ibu kedinginan di waktu malam siapa dong bisa menghangatkan tubuh Ibu.. nggak ada kan.. jadi kapan pun kamu mau, kamu boleh tinggal di sini. Udah ya, cuupp..” katanya sambil ngecup bibirku. “Tentu Bu, Sony kapan-kapan akan ke sini dan Ibu tidak perlu takut akan hal-hal tadi, ok..”
Setelah dia turun, aku langsung tancap gas. Waktu dalam perjalanan, aku teringat cewek yang menabrakku tadi pagi, terus kupikir bagaimana kalau aku menemuinya. Tapi dimana ya kantornya..? Terus aku ingat dengan kartu namanya, di situ tertulis namanya Dini dan alamat kantornya. Langsung aku menuju ke kantor yang tertera di kartu nama itu. Sesampainya di situ aku memarkir mobilku, dari jauh kulihat mobilnya yang menabrak mobilku tadi. Aku masuk dan menanyakan apa dia ada di tempat atau tidak. Resepsionis mengatakan bahwa dia masih berada di kantin kantor. Lalu kulihat jam tanganku, dan benar juga ini waktunya makan siang. Aku menuju ke kantin yang berada di sebelah kantor itu. Aku melihat sekeliling dan kulihat dia sedang makan dengan lahapnya. Kuhampiri dia, pada saat dia mengangkat wajahnya, dia kaget melihat kedatanganku.
“Halloo.. Mbak yang cantik dan baik hati gimana kabarnya siang ini. Tentu baik saja bukan, nah sekarang bolehkah saya yang hina ini duduk menemani Mbak makan.” kataku lancang.“Ehhmm.. kalau saya tidak salah lihat Mas ini yang tadi pagi mobilnya saya tabrak ya kan?” “Ya.. itu betul sekali. Dan kalau Mbak bersedia, saya juga mau lho ditabrak sama Mbak.. becanda lho Mbak.” Dia kaget hingga tersendak.. “Akhh.. Mas ini bisa aja. Oh ya Mas, bagaimana mobilnya apa sudah beres?” “Bagaimana tidak beres, lha yang ngurus aja ceweknya cantik, baik dan ‘big boss’ lagi.”
Dia ketawa mendengar ucapanku. “Mas ini orangnya lucu juga ya..” “Tergantung situasinya Mbak, kalau situasinya mengharuskan saya melucu ya saya akan jadi lucu seperti anak kecil. Tapi kalau saya lagi serius, Mbak pasti takut dengan saya.. bener lho Mbak.. Oh ya, kita kan masih belum tahu nama kita masing-masing, saya Sony..” “Saya Dini Mas.. Saya boleh nggak panggil Sony saja..?” “Tentu boleh Mbak, soalnya saya menduga Mbak pasti lebih tua dari saya.” “Saya lebih tua dari Mas, akh masa sih. Emangnya Mas Sony umurnya berapa sih..?”“Umur saya 22 tahun 11 bulan 11 hari 12 jam 30 menit 10 detik.. Begicu Mbak..” “Oh my god.. jadi Sony masih kuliah atau..” “Ya Mbak saya memang masih kuliah. Mbak sendiri umurnya berapa?” “Umurku sekarang, akh.. jangan dech.. kamu nanti kaget lho..” “Nggak pa-pa Mbak, saya ini orangnya sabar kok.. jadi nggak mungkin saya menghina Mbak berapapun usia Mbak..”
“Eee.. Umurku sekarang 7 tahun lebih tua dari kamu..?” “Jadi sekarang usia Mbak sudah menginjak kepala tiga.. Ohh..?” “Kenapa emangnya Son, kamu kecewa ya, soalnya usia Mbak sudah tua..?” “Nggak Mbak, bukan begitu maksud saya. Saya merasa nggak percaya bila Mbak usianya sudah kepala tiga.” “Lho, emangnya kenapa Son denganku.. aku jadi nggak ngerti?”“Kalau boleh saya tanya, apa Mbak sekarang sudah menikah.. gicu ganti.. roger.?” “Haa.. haa.. haa.. pertanyaan kamu kok menjurus kesitu sih, tapi nggak apa-apa lah.. Saya sampai sekarang memang belum menikah..” “Ohh.. Jadi Mbak masih ‘perawan’ oh my god..” “Son, kamu nakal dech.. emangnya kalau saya masih ‘perawan’ mau kamu apakan aku..?” “Akhh.. cuman becanda kok Mbak. Kenapa Mbak sampai sekarang belum menikah.. kan Mbak sudah punya segalanya.. uang ada, rumah besar, mobil Mercy, dan yang paling penting Mbak itu orangnya cantik, bodynya semok dan mulus.. maaf lho Mbak..?”
“Kamu mirip wartawan aja Son. Saya belum menikah dikarenakan ya memang jodoh saya belum datang.. that’s all.” “Kalau misalnya saya ingin jadi ‘pasangan’ Mbak gimana, setuju nggak..?”“Aduhh.. kamu lancang sekali ya. Udah akhh.. kamu jangan becanda terus.” “Kalau misalnya Mbak suka sama saya ‘luar dalam’, saya serius dengan ucapan saya tadi lho..” “Memangnya kamu belum punya pacar?” “Saya memang sudah punya pacar Mbak. Tapi kan seperti kata pepatah, Sebelum janur kuning melengkung, itu berarti masih ada kesempatan.. ya kan Mbak?”“Ya itu wajar saja. Tapi apa yang membuat kamu suka sama saya, padahal pacar kamu itu kan masih muda. Ya meskipun aku dan pacar kamu itu statusnya masih ‘perawan’ tapi tentu punya pacar kamu jauh lebih enak dari punyaku.. ya kan?”
“Ohh. jadi benar Mbak masih perawan. ohh.. betapa bahagianya diriku. ohh.. uppss.. ee.. begini Mbak saya suka sama Mbak bukan hanya dari segi sex aja, tapi terus terang Mbak itu orangnya kalem, baik, bertanggung jawab dan romantis. Wuih selangit dech..” “Sony, kamu memang hebat sekali, aku sangat ‘tersanjung’ dengan pujianmu dan aku jadi ‘terpikat’ dengan kamu. Sebetulnya pada waktu bertemu di perempatan jalan tadi pagi itu. Aku memang tertarik dengan kamu Son..” “Jadi gimana Mbak, lamaran saya diterima atau Mbak tolak.” “Terus bagaimana nanti dengan pacar kamu?” “Aduh.. gimana ya Mbak, saya jadi bingung nich?”“Begini aja Son, dia jangan kamu putusin, ya..” “Lho, terus bagaimana dengan hubungan kita Mbak..?” “Hubungan kita masih terus berlanjut. Eee.. begini maksudku, kamu bilang sama dia kalau dia harus mau jadi ‘isteri ke-2′ setelah aku. Aku nggak mau dia kecewa karena kamu putusin..” “Jadi maksud Mbak, saya harus kawin dengan kalian berdua?” kataku jadi pusing 1001 keliling. “Emangnya kenapa, bukankah nanti kamu kan senang punya isteri 2, sama-sama perawan lagi.. gimana Son?” “Tapi apa saya sanggup punya isteri 2?” “Saya yakin kamu pasti sanggup melakukan kewajibanmu. Untuk membuktikan kata-kataku kamu sekarang ikut aku ke ruanganku.. ayo Son..” katanya sambil menarik tanganku.
Setelah aku berada di ruangannya, dia memberi pesan pada sekretarisnya kalau dia dalam 1 jam ini jangan diganggu. Setelah itu, dia langsung mencium bibirku, aku membiarkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Setelah kira-kira 5 menit bercumbu, mulai tanganku meraba dan meremas dadanya yang montok. Dia pasrah dengan apa sedang kulakukan padanya, karena mungkin dia belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini. Tanganku masuk ke dalam bajunya dan mulai memainkan puting payudaranya, lalu aku mulai menyingkapkan baju dan melepaskan roknya hingga dia tinggal mengenakan BH dan CD saja. Lalu dia membantuku membuka baju dan celanaku, sehingga aku hanya mengenakan CD saja. Tampak jelas penisku sudah tegang di balik CD-ku. Aku memegang tangannya dan menuntun tangannya ke dalam CD-ku. Setelah itu dia mulai membuka CD-ku, tampak jelas penisku yang sudah membesar dan menegang. Mungkin karena dia baru sekali itu melihat kemaluan cowok secara langsung dia kaget tapi juga geli melihat penisku. Dia terpana melihat penisku, lalu aku mulai melepas BH dan CD-nya.
Setelah itu badanku mulai menindih badannya di atas meja kerjanya dan aku mulai menjilati puting payudaranya sampai dia menggeliat keenakan, aku melihat vaginanya sudah basah kuyup, aku telah membuatnya benar-benar terangsang. Lalu tanganku mulai meraba bibir vaginanya dan mulai memainkan klitorisnya. Aku membuatnya benar-benar terangsang dan tidak bisa berbuat apa-apa selain mendesah dan menggeliat di atas meja. Cukup lama aku memainkan tanganku di vaginanya, lalu aku mulai menjilati bibir bagian bawah vaginanya dengan nafsuku yang memburu, tangan kananku masih memainkan klitorisnya.
Kira-kira 5 menit kemudian, aku melihat badannya meregang dan aku merasakan cairan hangatnya mengalir dari liang vaginanya itu, aku tanpa ragu menjilati cairan yang keluar sedikit demi sedikit itu dengan nafsunya sampai hanya air liurku membasahi vaginanya itu. Badannya terasa lemas sekali lalu aku duduk di atas pinggir meja dan memandangi wajahnya yang sudah basah bermandikan keringat.
Aku berkata padanya sambil tersenyum, “Bagaimana Mbak enak nggak?” “Aduhh.. Son kamu sungguh hebat.. ohh.. kamu membuatku melayang sampai ke langit.. ohh..” Lalu, dia jongkok di hadapanku dan mulai mengelus-ngelus penisku, sambil sesekali menjilati dan menciumi penisku yang semakin menegang. Aku jadi terangsang, aku meregangkan badan ke belakang sambil mengeluarkan suara-suara kenikmatan. Lalu tak berapa lama kemudian dia memegang pangkal penisku dan mulai mengarahkannya masuk ke dalam mulutnya, aku merasakan ujung penisku itu menyentuh dinding tenggorokannya ketika hampir semua bagian batang penisku masuk ke dalam mulutnya, terus dia mulai memainkan penisku di dalam mulutnya, terasa benar penisku mulai mengeluarkan cairan basah tanda kalau aku sudah benar-benar terangsang padanya. Badanku sudah basah dengan keringat itu mulai bergoyang-goyang keras sambil ia berkata, “Aaarghh.. aku udah nggak tahan lagi nih Mbak.. aku mau keluarr..” Dia tidak mendengarkan omonganku, ia masih saja terus memainkan penisku, sampai cairanku yang hangat kental putih dan asin muncrat dari lubang penisku, dia langsung mengeluarkan penisku itu dan seperti kesetanan dia malah menelan cairan spermaku terus menghisap penisku sampai cairan spermaku benar-benar habis. Dia lalu duduk sebentar di kursi, dan memperhatikan aku yang tiduran di meja kerjanya sambil mencoba memelankan irama nafasku yang terengah-engah itu.
Dia hanya tersenyum padaku, lalu aku bangun dan menghampirinya, aku tersenyum padanya. Cukup lama kami berpandangan dengan keadaan bugil dan basah berkeringat. “Mbak sungguh cantik dan baik banget pada Sony.” kataku tiba-tiba. Dia hanya tertawa kecil dan mulai mencium bibirku. Aku membalas dengan nafsu sambil memasukkan tanganku ke dalam lubang vaginanya, cukup lama kami bercumbu lalu..
“Mbak.. boleh nggak Sony ehmm.. itu.. tu.. itu..” “Itu apa Son?” tanyanya. “Itu.. masa Mbak nggak tau sih?” balasku lagi. Sebelum dia menjawab, aku merasakan kepala batang penisku sudah menyentuh bibir vaginanya. Lalu.. “Crestt.. creest..” terasa ada yang terobek dalam vaginanya dan sedikit darah keluar kemudian aku berkata, “Mbak benar-benar masih perawan!” Dia hanya bisa tersenyum dan mungkin merasakan sedikit perih di vaginanya yang terasa agak serat waktu setengah penisku masuk ke vaginanya. Kugerak-gerakan perlahan batang penisku yang besar tapi setelah agak lama entah mengapa dia lalu tertawa kecil, mungkin merasakan geli, enak dan nikmat ketika aku mulai menggoyangkan badanku maju mundur pelan dan sepertinya dia tak tahan lagi seraya mendesah kecil keenakan. Kemudian semakin cepat saja aku memainkan jurus ‘Terjangan Dewa Cinta’-nya yang maju mundur, sesekali menggoyangkan pinggulku kekiri kekanan dan kupuntir-puntir putingnya yang berwarna pink. Aku membuatnya menggelepar-gelepar seperti ayam baru disembelih. Keringat sudah membasahi badan kita berdua, kusadari kalau saat itu tindakan kita berdua bisa saja dipergoki orang tapi kurasa kemungkinannya kecil karena dia tadi sudah berpesan kepada sekretarisnya kalau dalam 1 jam ini jangan diganggu.
“Ahh.. ahh.. ahh..” dia mendesah dengan suara kecil karena takut kedengarann orang lain. Cukup lama juga aku bermain dengannya sungguh luar biasa kekuatan Mbak Dini, biasanya aku hanya membutuhkan waktu sebentar untuk meng-KO cewek. “Ahh.. awww.. awww..” dia kegelian dalam lubang vaginanya dan kemudian tak tertahankan, tiba-tiba kurasakan sesuatu. Ya.. cairan hangat kurasakan muncrat dari dalam vaginanya dan membasahi penisku yang terus keluar masuk sarangnya. Badannya menggeliat dan mengejang. Kututup mulutnya, karena aku takut kalau dia mendesah terlalu keras. Meja kerjanya itu bergoyang-goyang karena ulah kita berdua. Aku berusaha untuk mencapai puncak organsmeku, lalu aku duduk di kursi kerjanya dan menyuruhnya untuk duduk di penisku. Dia menurut saja dan pelan-pelan dia menurunkan badannya terus duduk di penisku. Aku memegang pinggulnya dan menaik-turunkan badannya yang basah. Dia mendesah-desah dan aku semakin semangat menaik-turunkan dirinya. Lalu badanku mengejang dan berkata, “Mbak aku mau keluarr..” dia malah memacu gerakan tubuhnya naik turun agar aku bisa juga mencapai klimaksnya. Tapi lama aku mengeluarkan penisku dari vaginanya dan aku mendesah panjang, “Ahh.. Mbak.. aku keluar.. ohh..” Air maniku kececeran di lantai dan sebagian ada yang ke meja. Lalu kami berdua duduk lemas dengan saling berpandangan. Aku berkata, “Mbak nggak nyesel bukan.?” Dia menggeleng sambil berkata, “Nggak kok Son. Aku rela kok.. kan nanti kita akan menikah.. ya kan sayang..” katanya sambil mengecup bibirku lalu memeluk tubuhku. Lalu tanpa terasa kami tertidur, karena kenikmatan yang telah kita ciptakan sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar