Selasa, 04 Maret 2008

Lara Croft in Deep Forest of Borneo

Gunung Poteng, Ketapang, Kalimantan Barat
21.45 WIB
Lara menghela napas panjang. Raut wajahnya menunjukkan kelelahan yang amat sangat. Setelah 2 jam berjuang untuk mendaki bukit terjal dalam malam yang mencekam dan di tengah hujan gerimis yang seakan tiada pernah menunjukkan tanda-tanda untuk reda. Masih jelas dalam ingatannya kecelakaan mobil yang baru saja dialami beberapa jam yang lalu. Ban mobil yang tertembak oleh peluru yang dilontarkan salah satu anak buah Vincent. Beruntung Lara dapat keluar dari Jeep tersebut sebelum jatuh terguling di jurang yang terjal dan licin akibat guyuran hujan. Lara memang berhasil menyelamatkan diri namun dia belum mengetahui nasib dua temannya yaitu Mary Ann dan Demosh yang menyertainya dalam petualangan ini.
Lara menyeka wajahnya yang mulus dengan ujung kaos ketatnya yang kini telah basah dan terasa lengket di badannya. Kaos yang robek di beberapa bagian termasuk di bagian dada kirinya sehingga menampakkan kulit dada montoknya yang kotor tersapu debu dan tanah sewaktu mendaki tadi. Puting susunya tercetak dengan jelas tidak dirisaukan lagi karena yang ada dalam pikirannya kini hanyalah bagaimana menemukan jalan untuk dapat keluar dari Gunung ini tanpa tertangkap oleh musuh-musuhnya yang dapat dipastikan masih berpatroli untuk dapat menangkap Lara dalam keadaan hidup maupun mati. Direbahkan tubuhnya yang padat berisi di hamparan rumput sambil memijit urat pahanya yang kini berdenyut pelan akibat kelelahan. Pikirannya melayang kembali di saat kejadian, masih terngiang jelas di telinganya teriakan Mary Ann dan Demosh sebelum keduanya terguling bersama mobil Jeep yang mereka tumpangi ke tebing terjal di beberapa ratus meter di bawah.
Belum sempat beristirahat sejenak, tiba-tiba Lara dikejutkan oleh suara tembakan dari sisi kiri tempat dia berbaring dan dengan gerak reflek yang cepat dia segera berguling ke arah sebaliknya. Tetapi segera pula dia sadar bahwa di pangkal paha kirinya telah tertancap sejenis jarum dengan bulu warna warni di ujungnya. Perlahan dirasakan tubuhnya semakin ringan dan melemah dan matanya seakan tidak mampu menahan rasa kantuk yang amat sangat. Apa yang dilihat dari sela-sela kelopak matanya sebelum terkatup rapat adalah tubuh-tubuh besar dengan teriakan-teriakan yang tidak dimengerti olehnya berlarian menghampiri dirinya yang kini telah terkulai lemas akibat tertembak jarum yang mengandung obat bius.
Ruangan Bawah Tanah, Markas Komplotan Vincent DeGaule
03.24 WIB
Guyuran air yang dingin menyadarkan Lara dari pengaruh obat biusnya. Segera Lara terbangun dan pada saat yang sama pula dia mendapati dirinya terikat di salib besar berbentuk huruf X yang terbuat dari kayu. Kedua tangannya terikat dengan tali tambang yang erat dan kasar sementara kedua kakinya yang berada dalam posisi terbuka lebar juga mengalami hal yang sama dengan tangannya. "Bangun!! Dasar pelacur murahan!!" Terdengar teriakan membahana dari arah depannya.
Lara mendongakkan sedikit kepalanya untuk mencari tahu pemilik suara tersebut. Matanya mendapati sesosok tubuh tegap bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana cawat saja. Tangan kirinya memegang sebuah ember kosong sementara tangan kanannya mengusap kepalanya yang botak. Sambil menyeringai dia kembali berteriak keras: "Hei pelacur!! Ayo bangun!!" Lara tidak menggubris si Botak itu, dia lebih berkonsentrasi pada kepalanya yang masih terasa berat dan seakan tidak mampu untuk mendongak lebih lama lagi.
Tiba-tiba dia merasakan rambut panjangnya yang terurai dijambak dengan kasar oleh si Botak yang rupanya kesal karena dicuekin. "Kau jangan berlagak macam-macam disini!! Nasibmu sepenuhnya berada di tanganku sekarang!! Apa yang bisa kau lakukan dalam keadaan tersalib seperti sekarang??!!"
Lara tetap diam membisu. Pikirnya, lebih baik menyimpan tenaga daripada harus melayani pertanyaan-pertanyaan bodoh dari si Botak. Tapi ternyata si Botak bukan tipe orang yang sabar. Tiba-tiba saja tangan kirinya melayang dan mendarat di pipi kanan Lara. Plaak!! Tamparan keras itu membuat Lara sedikit berteriak kesakitan. "Kau suka itu?? Hah??!! Ayo jawab!!" Plaak!! Kembali pipi kiri Lara menerima tamparan yang sama, kali ini bahkan lebih keras dari sebelumnya.
"Apa maumu Botak jelek??!!" Lara tak tahan untuk diam kali ini. "Aku mau kau menunjukkan Mandau Emas yang kau curi dari kami" Jawab Botak dingin. "Kalau kau mau tahu tempat mandau itu, lebih baik kau bunuh saja aku, mandau itu lebih berharga daripada harus jatuh ke tangan penjahat-penjahat terkutuk seperti kalian!!" "Grr..!!" si Botak menggerutu geram sambil menjambak rambut Lara lebih keras. "Aku akan membuatmu menderita untuk membayar akibat perbuatanmu ini!!"
Setelah berkata demikian, dia kemudian melepaskan tangannya dari rambut Lara. Sebelum Lara sempat bernapas lega, si Botak merobek kaos ketatnya dan dan satu tarikan saja kaos itu robek menjadi 2 bagian besar dan menampakkan tubuh dan sepasang dada montok Lara yang tergantung dengan bebasnya seakan lega terlepas dari himpitan kaos ketat selama ini. "Apa maumu jahanam??!!" jerit Lara ke si Botak. Tanpa berkata sepatah katapun, kembali tangan si Botak beraksi untuk melepas celana mini jeans Lara dengan bantuan sebilah belati combat. Tanpa kesulitan berarti, mini jeans itu terlepas dengan sekali betot saja.
Seulas senyum puas tergambar di wajah si Botak menyaksikan pemandangan indah di depan matanya. Tubuh telanjang Lara yang kini tergantung di salib itu membuat nafsu birahi si Botak menggelora. Tanpa menghiraukan sumpah serapah Lara, segera dia mendaratkan jilatan lidahnya ke puting susu Lara bergantian dari kiri ke kanan. Kedua tangannya sibuk bergerak antara meremas susu besar Lara ataupun mengusap vagina Lara. Sesekali jari tengahnya menyodok ke dalam lubang kenikmatan Lara dan membuat Lara mendelik, melotot dan menyumpahi si Botak dengan derasnya. Tapi tak dapat dipungkiri, perlahan-lahan dua puting susunya mengeras karena terangsang oleh jilatan dan remasan si Botak apalagi disertai dengan permainan tangan dan jari si Botak di clitorisnya.
Entah sadar ataupun tidak, justru Lara kini mendesah pelan dan napasnya semakin memburu cepat. Tidak lagi terdengar sumpah serapah dari mulutnya melainkan yang terdengar kini hanyalah suara napas yang saling susul menyusul antara Botak dan Lara. Jilatan dan kuluman Botak berpindah daerah. Setelelah puas 'mengepel' susu Lara, kini dia mengalihkan daerah operasinya ke arah perut Lara yang atletis. Perlahan tapi pasti lidahnya bergerak ke arah vagina Lara yang bersih tanpa ditumbuhi bulu apapun. Rongga dalam liang surga Lara seakan bergolak dahsyat ketika ujung lidah Botak menjilati tiap milimeternya. Sementara ujung lidahnya beroperasi, tangan kiri Botak tidak alpa untuk meremas sepasang susu yang tergantung dengan anggun serta tak lupa pula dia memilin puting susu yang berdiri tegak seakan menanti tak sabar menunggu untuk dikulum. Saat Lara semakin melayang tinggi oleh kenikmatan saat itu, tiba-tiba terdengar teriakan keras membahana dalam ruangan bawah tanah tersebut.
"Dickhead!! Apa yang kau lakukan!!"
Si Botak menghentikan agresinya dan memalingkan muka ke arah pintu masuk. Didapatinya sesosok tubuh kurus tinggi dengan rambut panjang yang terurai awut-awutan. Mata yang menatap tajam ke arahnya membuat Botak mundur dan menunduk tanpa berani berkata sepatah katapun. "Dasar bodoh!! Aku tak pernah memerintahkan kau untuk melakukan ini terhadap wanita jalang ini!! Kau harus membayar mahal perbuatanmu ini!!" Si Botak semakin ketakutan dan hanya bisa berkata pelan, "Ma.. Maaf Bos Vincent.. A.. Aku hanya berusaha membuatnya memberitahukan kita letak mandau itu" "Diam kau!! Aku tak menyuruhmu membuka mulut!!"
Vincent berjalan mendekati Lara yang terengah-engah menahan nafsu birahinya yang terinterupsi oleh kehadiran bos komplotan ini. Semakin dekat jarak antara mereka berdua membuat Lara dapat melihat dengan jelas sosok Vincent DeGaule, penjahat dan buronan internasional atas kejahatan dan aksi-aksi terorisme yang dilakukan di berbagai belahan dunia. Sosok tinggi dan kurus dengan wajah yang sangat mengerikan, matanya yang melotot besar menyembul dari wajah tirusnya. Bekas luka di pipi kanannya sepertinya terlalu dalam untuk dapat dihilangkan dan sekarang menjadi salah satu dari atribut untuk menambah kengerian wajahnya."Jadi inilah Lady Lara Croft yang terkenal itu" Katanya sembari tersenyum sinis ke arah Lara. "Apa yang kini nona jagoan bisa lakukan selain tersalib telanjang dengan keadaan dikuasai nafsu seperti ini?" Tanyanya lagi. Lara diam seribu bahasa dan menatap penuh kebencian dan dendam ke Vincent yang nampaknya sangat menikmati kemenangannya ini. Tiba-tiba saja Vincent tertawa keras sambil setengah berteriak ke si Botak yang sejak tadi berdiri mematung di sudut ruangan. "Dickhead!! Sini kau!! Aku punya tugas untukmu!!"
Dickhead segera mendekat sambil tetap menundukkan kepala botaknya. "Buka celanamu!!" perintah Vincent yang langsung dilakukannya tanpa bertanya lagi. "Dengar baik-baik, Nona Lara Croft adalah tamu kita dan sebagai tuan rumah yang baik, kita harus melayani tamu kita yang terhormat ini sebaik mungkin. Dan dalam hal ini, sepertinya Nona Lara sedang dalam keadaan horny berat oleh karena itu adalah tugas kita untuk memuaskan nafsunya ini. Kau mengerti maksudku, Dickhead??!!" "Aku mengerti Tuan Vincent" Jawab Dickhead yang segera menghampiri Lara.
Lara dapat melihat "pistol" Dickhead yang entah sejak kapan telah berada dalam keadaan terkokang dan siap tempur. Kontol hitam yang berdiri tegak seakan telah siap menyongsong tubuh Lara. Tanpa banyak basa-basi lagi, Dickhead kembali beraksi dengan tangan, mulut dan lidahnya di tubuh telanjang Lara yang kini kembali merasakan kenikmatan yang tadi sempat tertunda sejenak. Lara menggelinjang nikmat ketika ujung lidah Dickhead kembali menyapu daerah memeknya yang berangsur-angsur basah oleh cairan pelumas yang dihasilkan memeknya yang semakin membuka lebar mempersilahkan kontol Dickhead untuk masuk.
Seakan mengerti dengan kemauan Lara, Dickhead berdiri sejajar dengan posisi Lara dan sambil tetap meremas susu Lara dengan tangan kiri sementara tangan kanannya memegang kontolnya dan menuntun Mr. Dickhead Junior untuk masuk ke lubang surga milik Lara. Tanpa mengalami kesulitan berarti dikarenakan vagina Lara yang telah basah. Kontol Dickhead bergerak maju dan mundur merangsek ke dalam rongga vagina Lara yang membuat Lara mendesah tak karuan. Sementara Dickhead asyik menservis Lara, Vincent hanya berdiri diam dan menyaksikan adegan di depan matanya sambil tersenyum tipis. Lama kelamaan rupanya Vincent tak kuat juga menahan nafsunya yang kini timbul karena pemandangan indah yang terpampang jelas. Dia segera melepas baju dan celananya dan dengan setengah berlari kemudian menghampiri keduanya. "Awas kau, minggir!!" Teriaknya sambil mendorong Dickhead menjauh dari Lara.

Vincent menekan tombol dibagian belakang salib besar itu dan tiba-tiba saja salib itu bergerak memutar turun dan kemudian bergerak lagi membawa tubuh Lara diatasnya berada dalam keadaan terbaring terlentang sekarang. Belum sempat Lara sadar dari kagetnya, tiba-tiba dia telah ditindih oleh Vincent yang lansung menggerayangi tubuh telanjangnya. Dirasakan kuluman Vincent pada kedua puting susunya yang berukuran ekstra besar itu. Putingnya yang berwarna coklat muda kini berdiri mengeras dan hal itu semakin membuat Vincent semakin bernafsu untuk mengulum dan menyedot puting itu. Vincent menggigit kecil ujung-ujung puting Lara dan semakin membuat Lara melayang tinggi oleh rasa geli sekaligus nikmat.
Vincent segera mengambil posisi untuk menyarangkan kontolnya ke gundukan bukit kecil Lara. Bibir vagina yang merekah indah itu diusap dengan pelan menggunakan kontolnya. Tanpa sadar Lara memejamkan mata dan mendesah pelan kepada Vincent. "Ayo cepat sodok memekku.." "Tenang Bitch!! Sebentar lagi kau akan merasakan kenikmatan kontolku ini.." Selesai mengatakan hal itu, Vincent segera melesakkan kontolnya ke dalam vagina Lara yang segera menyongsong masuknya kontol itu dengan goyangan erotis. Vincent merasakan kontolnya seperti dijepit oleh dinding lunak yang seakan dapat menarik semua urat-urat penisnya. Penetrasi maju dan mundur yang dilakukan Vincent dengan cepat membuat Lara merem melek dan sesekali menjilati bibirnya dengan ujung lidahnya.
Keterbatasan tempat yang hanya mengandalkan balok salib besar itu membuat keduanya tak leluasa melakukan permainan panas itu. Vincent hanya dapat menyetubuhi Lara dalam satu posisi saja. Peluh membasahi punggung Vincent yang dihiasi tato naga yang tengah marah. Tangan Vincent yang tak berhenti meremas payudara Lara dan menarik pelan ujung pentilnya semakin menghasilkan desahan keras dari Lara. Salib besar berbentuk huruf X ini memang membuat kaki Lara selalu terbuka lebar. Vincent menghentikan sosokannya dan sekarang berdiri dengan kontolnya yang tegak menghadap tepat di depan vagina Lara. Hanya dengan satu dorongan frontal Vincent kembali membenamkan meriamnya ke lubang surgawi Lara yang seakan tidak pernah puas dan tak kenal lelah untuk menerima segala kenikmatan dunia. "Akh.. Akh.. Teruuss.. Teruuss jahanaam.." Desah lirih Lara menambah semangat Vincent untuk terus mengebor ke dalaman vagina lara. "Lebih ceepet.. F**k Me Harder!!" Seiring dorongan Vincent pantat Lara pun ikut bergoyang membentuk suatu rangkaian irama yang sinkron.
Sementara itu, Dickhead yang tersingkirkan oleh Vincent DeGaule dari tadi juga tak pernah sedetikpun melepaskan pandangan matanya ke arah dua manusia yang meskipun saling membenci tetapi takluk dalam kekuasaan nafsu birahi yang menggelora. Dickhead mengocok kontolnya sendiri bergantian antara tangan kanan dan kirinya. Tak tahan hanya menjadi penonton, Dickhead memberanikan dirinya untuk melangkah mendekati balok tersebut. Masih dengan tangan yang mengocok kontolnya, dia berdiri disamping kiri Lara yang masih terayun dalam cengkeraman api nafsu. Mata Dickhead menatap nanar ke dua bukit montok yang terayun-ayun kesana kemari karena mengikuti goyangan pinggul pemiliknya. Dengan tangan kanannya ia mengusap puting susu kiri Lara. Menyadari bahwa tidak terjadi reaksi dari Vincent yang asyik berperang urat kemaluan dengan Lara, Dickhead semakin memperlebar daerah jajahannya dan kini bukan hanya dengan tangan saja tetapi kontolnya kini diusapkan ke susu Lara. Mulut Lara yang sedikit ternganga sambil terus mendesah menimbulkan keinginan Dickhead untuk disepong oleh Lara. Perlahan dan dengan sedikit perasaan khawatir akan kemungkinan kontolnya digigit oleh Lara, Dickhead melakukan gerakan memoles seputar bibir Lara dengan kontolnya yang masih tegang menunggu perintah tuannya.
Lara yang semakin terbang dalam kenikmatan tentu tidak menyia-nyiakan momen ini. Dengan ujung lidahnya dia berusaha menggapai kepala kontol Dickhead yang mengusap halus kesana kemari. Menyadari bahwa dirinya diberi angin oleh Lara, akhirnya Dickhead memberanikan diri untuk memasukkan batangan daging itu ke dalam mulut Lara yang langsung disambut dengan kuluman dan sedotan maut milik Lady Croft. Dickhead mengelinjang dan napasnya semakin memburu kencang. Jantungnya berdegub makin kencang ketika dirasakan sensasi nikmat tak terkira sewaktu sedotan Lara yang memilin dan menjilati serta menggigit pelan batangannya itu. Sepongan Lara semakin bertambah cepat pula seiring dorongan Vincent yang rupanya hampir mencapai puncaknya.
Dickhead tak tahan lagi, kumpulan lahar panas yang dari tadi terkumpul akhirnya ditembakkan juga ke dalam mulut Lara. Sekitar 6 kali tembakan lahar panas ke dalam mulut Lara segera dijilati dan ditelan oleh Lara. Belum sempat tertelan semua, tiba-tiba Vincent mengerang dengan keras sambil terus membetot meriamnya dari dalam benteng Lara. "Akh.. Eat this!!" Serunya ketika dirasakan semprotan cairan panas yang menyerbu keluar dari meriamnya ke dalam vagina Lara.
Lara bergumam tak jelas ketika merasakan semprotan panas yang melesak didalam memeknya. Beberapa tembakan lahar Vincent yang dilakukan di dalam memeknya ditambah sperma Dickhead yang belum sempat tertelan semua semakin membuat gumamannya tidak jelas. Yang jelas dari lirikan matanya dilihat Vincent dan Dickhead terduduk lemas sambil bersandar di balok besar setelah mengalami orgasme.
Vincent yang terlebih dahulu berdiri diikuti oleh anak buahnya dan mereka segera memungut pakaian mereka yang berserakan di lantai ruangan. Belum selesai Vincent mengancingkan bajunya, tiba-tiba mereka semua dikejutkan oleh suara pintu yang didobrak dari luar. Bersamaan dengan itu, dari arah pintu masuk berhamburan beberapa anak buah Vincent dalam keadaan berlumuran darah. Belum sempat menguasai keterkejutannya, terdengar berondong senapan mesin yang langsung menyambar para pengawal Vincent yang seketika itu pula menemui ajalnya masing-masing. Dickhead yang baru terpikir untuk mengambil belati di dekatnya tiba-tiba tersungkur jatuh dengan sebatang anak panah yang menancap di kepalanya.
Tepat di belakangnya berdiri sesosok tubuh tegap bertelanjang dada dengan sebilah busur panah bermotif Dayak di tangan kirinya. "Demosh, cepat bebaskan Lara!!" Terdengar perintah dari sosok di pintu masuk.
Dengan senapan mesin terkokang ditangannya, Mary Ann berjalan masuk menyeruak ke dalam ruangan bawah tanah itu yang kini menyisakan dirinya, sosok lelaki yang dipanggil Demosh, Lara yang masih terikat di salib besar, Vincent DeGaule serta mayat-mayat anak buahnya. Demosh memungut belati dekat mayat Dickhead dan langsung melepaskan ikatan Lara. Sesaat setelah terlepas sepenuhnya dari ikatannya, Lara langsung memeluk Demosh dan mendekapnya dengan erat. Demosh sedikit terkesiap karena dirasakan dada Lara yang telanjang bersentuhan dengan dada telanjangnya. Dirasakan puting Lara yang masih mengeras dan tumpukan daging lunak yang membangkitkan selera. Segera dibuang jauh-jauh pikiran kotornya dan kemudian langsung berseru ke Mary Ann.
"Mary Ann, tembak saja jahanam itu!!" serunya dengan tatapan penuh dendam ke arah Vincent."Tidak segampang itu Demosh!" Balas Mary Ann sambil tetap menodongkan senapannya."Dia tidak layak untuk mati sedemikian mudahnya. Akan kusiksa dia sebelum kutembak.""Jangan.. Mohon jangan bunuh aku.. Akan kuberikan semua kekayaanku asal kalian bersedia mengampuni nyawa hinaku ini.." Ratap Vincent kepada kumpulan malaikat maut yang siap mencabut nyawanya.
Lara berjalan menghampiri Vincent yang kini terpekur dengan sekujur tubuh gemetaran dan berkeringat dingin. "Enak saja kau berkata begitu. Kami tidak akan membunuhmu, tapi akan kami bawa ke mahkamah internasional yang akan segera mengganjarmu dengan hukuman penjara seumur hidup atas segala perbuatanmu." Katanya kepada Vincent. "Benar. Kau akan segera mempertanggungjawabkan perbuatan kejimu selama ini", Timpal Mary Ann lagi.
Lara menatap ke arah Mary Ann. Seorang gadis putih berambut pirang asal Texas yang bersama Demosh menyertainya dalam menumpas komplotan DeGaule. Gadis cantik yang mempunyai potongan tubuh sangat proporsional dengan dada dan pinggul yang dipastikan akan membuat semua pria menelan ludah ketika bertemu dengannya.
Sementara itu, Demosh mengumpulkan bekas tali yang tadi dipakai untuk mengikat Lara dan kini diikatkan ke sekujur tubuh Vincent DeGaule yang telah tak berkutik. "Tunggu dan nikmatilah kebebasanmu yang akan segera berakhir" senyum sinisnya dilemparkan ke arah Vincent.Setelah selesai mengikat Vincent dibalok salib itu, Demosh segera bergabung dengan 2 temannya. "Bagaimana keadaanmu Lara?" Tanyanya kepada Lara yang masih telanjang bulat."Aku baik-baik saja. Mereka tidak menyakitiku malahan memberiku sedikit hiburan kecil tadi""Dasar Lara, dalam keadaan begini saja masih sempat mikir begituan" Timpal Mary Ann. Lara hanya tersenyum dan kembali bertanya, "Bagaimana kalian bisa selamat dari kecelakaan itu?""Ceritanya panjang Lara. Akan kuceritakan bila kita keluar dari Gunung ini" Jawab Demosh."Benar. Sekarang lebih baik kita hubungi polisi hutan untuk membereskan komplotan cecunguk ini" Tukas Mary Ann kembali sambil bergegas ke arah pintu disusul Lara dan Demosh.
Ruangan Kantor DeGaule
06.18 WIB
Lara menatap jam yang tergantung di dinding dalam ruangan yang sepertinya merupakan kantor tempat Vincent DeGaule melaksanakan semua kegiatan terorismenya. Meja yang berantakan serta telepon satelit serta seperangkat komputer yang terhubung dengan internet tentu sangat membantu operasional komplotan ini.
"Kau yakin tidak memerlukan baju ataupun sesuatu untuk menutupi tubuh telanjangmu itu, Lara? Aku takut nanti kau kedinginan." Tanya Mary Ann. "Aku baik-baik saja Mary Ann. Justru aku menikmati kondisi ini. Dengan tubuh telanjang kau akan dapat lebih meresapi alam ini." "Meresapi alam? Kau ini aneh sekali, Lara" Timpal Mary Ann sambil tertawa. "Dimana Demosh?" Tanya Lara sambil celingukan mencari Demosh. "Dia dibawah sana membantu polisi dan petugas dari Dinas Kehutanan untuk membereskan komplotan ini." "Sudahkah kau menghubungi Markas Besar CTU untuk menjemput kita disini?" Tanya Lara. "Yup. Helikopter mereka sedang dalam perjalanan kemari" "Oh ya Lara, sebenarnya dimana kau simpan Mandau Emas itu" Tanya Mary Ann penasaran. "Mandau itu tidak pernah ada Mary Ann. Itu hanya isapan jempol belaka. Seandainya Mandau Emas itu ada, kurasa lebih baik kita membiarkannya dalam legenda masyarakat saja. Jauh lebih baik daripada harus jatuh ke tangan pihak yang salah mengingat kemampuan magisnya yang luar biasa." "Aku setuju denganmu dalam hal ini.", "Sebelum aku lupa, aku mau bilang terima kasih kepada kau dan juga Demosh. Tanpa kalian aku rasa memekku masih dijeboli oleh kontol Vincent dan Dickhead sampai sekarang" "Bukannya kamu menikmatinya?" Mary Ann tertawa ketika mengatakan hal itu. "Iya sih, cuma aku lebih membayangkan bercinta dengan kau dan Demosh di ranjang empuk di LA daripada di tengah hutan seperti sekarang" Lara ikut tertawa menimpali Mary Ann yang sudah terlebih dahulu tergelak dangan canda Lara.
Sementara pagi yang semakin menyingsing di hutan Kalimantan, suara kicauan burung-burung di pagi itu terkoyak oleh raungan suara baling-baling helikopter milik CTU (Counter Terorist Unit) yang diperintahkan untuk menjemput Lara dan teman-teman. Selepas helikopter itu berlalu dan suaranya tak terdengar lagi, hutan kembali tenang dan segala aktivitasnya kembali berjalan seakan melupakan apa yang telah terjadi beberapa jam sebelumnya. Canda para penghuni hutan dan riak air sungai yang mengalir mengantar Lara Croft dalam menuntaskan petualangannya di Hutan Kalimantan.

Tidak ada komentar: