Kamis, 14 Februari 2008

Caring for Customer

Kejadian ini kira-kira seminggu yang lalu. Gue kerja di bagian EDP sebuah perusahaan swasta di daerah Kuningan, Jakarta. Untuk sambilan gue juga punya usaha kursus private komputer. Siang itu Ibu Susan, salah satu klien telpon. Katanya dia belum tahu juga cara kirim e-mail. Maklum baru 2 x gue ajarin. Dari pembicaraan disetujui untuk ketemu jam 7 malam. Karena dia sampai rumah jam 6 sore. Dia kerja jadi interpreter bahasa Jepang.
Jam 7 kurang 10 gue sudah sampai di Lobby Apartemen-nya di bilangan Benhil. Nggak lama dia nongol di Lobby dengan masih pakai pakaian kerjanya. dan segera mengajak saya naik ke Apartemennya. Tanpa ganti baju, dia langsung ke meja komputernya dan menghidupkannya. Nggak lama masalahnya beres, e-mailnya bisa terkirim semua. Dia cuma lupa nggak clik “send & receive”.
Terus dia minta diajarin browsing pakai Explorer. Berhubung dia jarang pakai komputer, kagok bener dia pegang mouse-nya. Entah apa sebabnya gue bermaksud kasih contoh, eh tangan dia masih pegangin mouse. Yah tangan nya keremes tangan gue yang gede. Waduh …. alus juga tuh tangan. Gue buru-buru tarik tangan, nggak enak ntar dikatain kurang ajar. Suami-nya adalah temen boss gue. Kalau dilaporin bisa-bisa gue dipecat. Dia lepasin mouse, dan gantian gue pegang sambil ngasih tau dia bedanya bentuk kursor.
Gue belum suruh dia coba, eh … tangannya udah nyelosor duluan megang mouse yang masih gue pegang. Yah tahu sendiri khan tangan gue yang dia pegang. Gua pengin lepasin tapi sayang abis halus banget telapaknya. Dan bau parfumnya juga lembut, membuat gua betah didekatnya. Gue antepin aja. Gua pikir dia akan lepasin …. eh nggak juga. Malah tangan gua dielus-elus. Maklum tangan gua bulunya oke punya.
Gue beranikan diri untuk menegurnya “Ibu …. , sebentar lagi Bapak pulang….” Belum sempat ngomong banyak, jari telunjuk tangan satunya diletakan didepan bibir sambil …. psst….., dan kata dia “hari ini dia ke bini tuanya …..”. Aduh rejeki nomplok nih, kata gue dalam hati. Tapi gue pura-pura nggak berminat. Meski dalam hati udah suka banget.
Tangan gua yang masih pegang mouse masih di elus. Kebetulan gua duduk disebelah kanannya, jadi tangan kiri gua bebas. Dan lagi kursinya nggak pakai tangan-tangan. Makin enak aja …. Tangan kiri nya mengelus tangan kiri gue dan diangkatnya, dan ditaruh diatas pahanya yang putih and mulus. Meski dia pakai rok nggak mini, tapi karena duduk ketarik juga keatas. Roknya yang biru tua menambah kontrasnya warna.
Abis naruh tangan gue,tangannya bergerak lagi ke tengkuk gue, dan dielusnya. Wow makin on gua. Secara reflek tangan gua juga membalas aksinya, dan gua elus pahanya pelan-pelan. Makin lama makin keatas menuju pangkalnya. Roknya pun makin tersibak keatas terdorong tangan gua. Makin keatas makin mulus. Gua usap pangkal pahanya dan matanya mulai nanar.
Ibu Susan sebenarnya biasa saja, nggak terlalu istimewa. Tingginya jugatidak sampai 160 cm (perkiraan gue sih). Kalau berdiri dia tidak lebih tinggi dari pundak gue. Cuma dia menang body yang memang yahut dan kulitnya yang putih mulus. Maklum dia masih keturunan Chinesse dan kali aja nggak pernah main di got waktu kecilnya, jadi nggak ada bekas lukanya. Cuma kasihan dia, cuma jadi bini muda. Jadi jatah batinnya nggak terima full. Padahal usianya belum sampai 30 – an, hampir sebaya gue. Kali aja dia “older than me”
Tangan gua ngilang didalam rok kerja nya ngusap-usap pangkal pahanya.Kemudian di berdiri di depan gua yang masih duduk. Lalu kancing baju-nya dibuka semua. Tapi bajunya nggak dilepas. Dia tarik tangan gua dipindahkannya ke pinggangnya dia. Kaus dalamnya gua angkat, dan perutnya yang putih bersih pun terpampang didepan gua. Kuciumi perutnya dan sekeliling pusarnya kujilati. Dia menggelinjang kegelian. Kedua tangannya mengacak-acak rambutku dan kadang kala dijambaknya. Pedes juga sih.
Baju dan kaus dalamnya sudah lepas dari roknya. Kaus dalamnya kuangkat lebih keatas, dan tampak BH nya menyangga bukit yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil. Pokoknya bentuknya bagus dan ukurannya pas. Dan tentu saja halus. Kebetulan kancing BH-nya didepan, jadi tanpa usaha lebih keras gua udah bisa nglepas tu BH. Bukit kembarnya tersaji jelas di depan gua. Sedikit kendor, tapi masih oke.
Gua sambut salah satu putingnya yang berwarna coklat muda dengan bibir dan lidah. Sementara tangan kanan gua melintir puting nya yang satu lagi. Seperti cari gelombang radio. Betul juga … nggak lama terdengan desis seperti gelombang FM stereo. Tangan gua yang satu lagi nyusup lagi kedalam roknya dan meremas remas pantatnya yang juga sudah agak turun. Maklum lah sudah hampir 30 an.
Tangannya Ibu Susan (Oh ya gua tetep panggil dia Ibu karena dia customer gue, padahal umur sih paling beda 1 – 2 tahun tuaan dia) yang satu lagi sudah pindah aktivitasnya ke selangkangan gua. Barang gua yang sudah on tampak jelas menonjol dari balik pantalon gua. Itu yang menjadi sasaran aktvitasnya. Bahkan zipper pantalon gua udah dia turunin, jadi tampak jelas ujung moncong meriam gue dari balik kancut gue.
Karena dielus terus moncong meriem gua tambah panjang terus sampai ukuran maksimalnya.kira 2 centimeter dibawah puser. Tangannya pun udah masuk kedalam CD gua dan mulai mengocok-ngocoknya. Akhirnya ujung moncong meriam keluar dengan sendirinya dari CD gua. Gua juga nggak mau kalah set, tangan gua yang dipantat gua pindahin aktivitasnya ke sela-sela paha dia. Dari CD nya udah terasa kalau vaginanya udah basah. Gua tarik sedikit CD nya kebawah, dan dengan sedikit digeser kesamping, gua udah bisa pegang belahannya. Lalu gua usap-usap dengan jari tengah. Sementara desis FM stereonya makin keras terdengar …. sssst ……… uuhhhhhh ……. uhhhhhhh ……. sSssssssssstttttt.
Dengan dibantu jari telunjuk, gua pegang kacang/itilnya -yang kebetulan agak panjang- dan gua pelintir-pelintir. Dianya makin keras gerakan badannya dan kepalanya sering ditarik kebelakang. Dan badannya bergetar. Suaranya makin seru ….. untung di apartemen. Coba kalau kalau tinggal dikampung ….. pasti banyak yang nyamperin dikira ada berantem.
“Dan ….. lepasin celana ik, ….. ik udah nggak tahan. Dengan patuh gua penuhi permintaannya. Sementara tangannya sibut melepas sabuk gua dan memelorotkan pantalon dan CD gua sekaligus hingga lutut. Dia agak terkejut melihat moncong meriam gua. “Jij punya ukuran boleh juga…… dari pertama jij kesini udah ik perhatikan, makanya ik pingin” katanya setengah sadar setengah terdengar
Sementera CD nya sudah tergeletak dilantai. Gua masih duduk di kursi tanpa sandaran tangan. Gua angkat roknya dan gua ciumin pahanya. Bahkan gua sempat kasih tanda merah /cupang di kedua pangkal pahanya. Dia sudah nggak sabar lagi, tanpa beri gua kesempatan untuk nglepasin celana secara sempurna, dia udah pegang ujung meriem gua dan dibimbingnya, lubangnya nan basah dan hangat. Serta berbulu sedikit pada tasnya saja. Persis kaya memek anak-anak. Pelahan tapi pasti Ibu Susan menurunkan pantatnya, blesssssssssss ……………Matanya terbelalak merasakan batang gua nyusup dengan hangat ke lubangnya. Rupanya basahnya sudah sempurna hingga tanpa kesulitan sudah ¾ batang gua masuk ke tubuhnya. Tapi berhenti sampai disitu saja, nggak di terusin lagi.
“Dan ….. batang jij panjang betul” katanya sambil mulai menaik turunkan pantatnya. Sementara gua tenangin pikiran, ambil napas, dan kosentrasi ketempat lain. Biar customer gua puas duluan. Gua coba perhatiin TV yang lagi nyiarin sinetron. Jadi konsentrasi gua nggak ke kontol yang lagi dikerjain ... abis-abisan sama Ibu Susan. Naik turun …. digoyang kekiri dan kekanan……. diputar. Entah diapain lagi. Eh …. Bener nggak lama badannya terasa bergetar lalu melenguh kaya sapi .. uhhhh …. yang lebih keras dari sebelumnya dan tiba memeluk gua kenceng bener dan jarinya meremas punggung gua. Untung gua masih pakai baju. Kalau nggak bisa nancep tuh kuku ke punggung. Peluhnya menetes ke baju kerjanya yang belum sempat dilepas, terlihat makin cantik dengan peluh di rambut keningnya.
Sementara telor gua juga terasa basah kena cairan dari vaginanya. “Uggghh … gila, enak sekali” katanya. “Ibu terusin aja” gua nimpali. “Ah … panggil San aja, entar ik lemes banget” jawabnya. Batang gua juga udah terasa senut-senut, mau explode muatan. Tapi gua tahan dulu. Gua angkat kedua kakinya pada belakang lututnya dengan kedua tangan, sehingga seperti digendong. Tapi batang gua masih nacep di lubang vaginanya.
Lalu gua jalan ke tembok dan gua pepetin dia ketembok dengan tetap gua gendong. Buat gua tidak ada masalah ngangkat dia. Nggak percuma gua hobby olah raga. Lalu gua mulai kerja nggoyangin pinggang maju mundur … goyang kiri …. goyang kanan. Matanya sebentar-sebentar terpejam, sebentar-sebentar terbuka lebar. Sisa air yang dia keluarkan tadi menimbulkan irama yang teratur ….. cik … cik …. cik ….. seirama dengan goyangan pantat gua. Nggak lama dia keluarkan lagi muatan dari dalam vaginanya. Suara erangannya lebih seru dari yang pertama. Leher gua dipeluknya kenceng didekep ke dadanya, disela sela bukit.
“Dan …. jij sudah nyampe belum ?” tanyanya setelah berhasil mengatur nafasnya. “Hampir bu”. “Turunin ik dulu” tanpa mengiyakan dia gue turunin lalu melangkah ke meja tamu mengambil tisue. Dia masukin tangannya ke rok dan dia lap memeknya yang basah kuyup. Sementara batang saya senut-senutnya makin keras pertanda muatan minta dibongkar. Dengan tidak sabar gua ikuti Ibu Susan ke ruang tamu, dan dari belakan gua peluk dia. Lalu gua minta dia menunduk dengan kaki mengangkang. Lalu gua naikin rok kerjanya hingga pantatnya yang putih kemerahan (lo percaya nggak kalau pantatnya berjerawat, padahal lainnya mulus) dan memeknya yang putih kemerahan dengan bulu yang tipis tampak menantang untuk dijamah. Dengan bepegangan pada sandaran tangan kursi tamu.
Dia menikmati lagi sentuhan gua. Kali ini yang bekerja lidah gua. Gua jilat sedikit kacangnya dan di "suck” agar basah lagi. Nggak samapai dua menit udah tampak ada cairan bening lagi di memeknya. Maklum lampu-nya nggak dimatiin dan terang lagi. Jadi detilnya kelihatan jelas. Gua udahin “sucking & licking”, karena muatan gua udah meronta minta dikeluarin. Lalu gua masukin lagi dari belakang kontol gua ke memeknya. Dia mendesis lagi demikian juga gua. Hangat dan lembab. Lalu gua mula goyang kiri kanan, kadang-kadang gua putar. Sementara gua makin berat nahan muatan gua, gua tanya .
“Bu boleh keluari di dalam …. “. “Boleh, emang sudah hampir…. “. “Ya”. “Kita sama-sama ya”. Gua goyang terus sampai gua terasa enak bener karena muatan gua udah sampai deket pintu. Lalu gua peleuk dia dari belakang sambil gua remes dadanya. Dan ….. cret ……. cret ……… cret……. cret, air mani gua muncrat didalam lubang vaginanya. Dan Ibu Susan pun merintih dan lalu mencengkeram tangan tangan kursi dengan erat serta badannya bergetar dan menegang.. Rupanya dia klimaks juga. Dengan kontol dan memek masih bersatu gua tetep peluk dia dari belakang.
“Thanks Dan, … you’re very marvelous. You give me a wonderful evening”. Cuma kujawab “You’re welcome”. Tiba tiba gua merasa ada cairan hangat meleleh dari vaginanya, dan “pluk” jatuh kelantai. Rupanya air mani gua dan air kenikmatannya bercampur jadi satu dan jatuh. Lalu gua cabut kontol gua yang udah lemas dan “pluk” suaranya seperti botol sampanye dibuka. Dengan rok kerja yang masih terangkat dan dipeganginya, dia berbalik ke arah saya dengan memperlihatkan bulu kemaluannya yang tipis dan tersenyum. Nggak lama dari memeknya jatuh lagi campuran mani gua dan air kenikmatannya dilantai dan kali ini lebih banyak. Ada juga yang meleleh di pahanya yang mulus. Rupanya dia menikmati betul air mani gua. Gua mau bersihin dengan tisue … eh nggak boleh. “Let’s them stay there, I ‘m enjoy it”. Wah , erotis juga ni orang. Rupanyanya dia belum pernah merasakan klimaks sebelumnya. Hal itu gua tahu saat dia nganterin turun ke lobby. Suaminya paling banter tahan cuma 3 menit. Dia kawin karena suka duitnya doang (Cewek matre juga). Maklum temen boss gua bisnisnya oke punya, eksportir hasil bumi yang nggak kena dampak turunnya nilai rupiah terhadap dollar. Di lift sekali lagi di bilang thank you, dan dia berharap komputernya sering ngadat. Wah … gawat juga. Mesti sering rajin minum madu telor dan olah raga.

Tidak ada komentar: