Hey kok ada di sini!” Kami sama-sama kaget ketika sore itu bertemu di front desk sebuah hotel terbaik di Yogyakarta. “Baru datang?, Mbak Irma sama siapa?” tanyaku. “Sendiri,” jawabnya, “Udah berapa lama disini?” ia balik bertanya. Mbak Irma adalah istri kakak iparku. Ia baru datang mendapat tugas mendadak dari kantornya dan besok sore sudah pulang lagi ke Jakarta. Sedangkan aku baru pulang dari tempat kerja, sudah tiga hari di Yogya dari rencananya seminggu. Karir Mbak Irma di kantornya memang cukup baik, bahkan penghasilannya jauh lebih baik ketimbang suaminya. Jika bertemu aku, ia cukup antusias membicarakan masalah-masalah pekerjaan. Sedangkan suaminya biasanya diam saja mendengarkan dan tidak bisa mengikuti pembicaraan.
Mbak Irma mempunyai paras yang cantik, tetapi yang lebih mengundang pikiran jorok para lelaki adalah tubuhnya yang mungil dan sintal amat seksi. Menyadari kelebihannya itu, ia selalu memakai celana panjang dan baju-baju atau kaos yang ketat. Seakan sengaja mempertontonkan buah dada dan lekukan-lekukan indah tubuhnya. Terus terang setiap bertemu atau berbicara dengannya aku tidak kuat lama-lama menatapnya. Aku seringkali berpaling ke arah lain kalau berbicara dengannya. Keadaan itu justru membuat janggal hubungan kami. Mbak Irma seakan mengerti usahaku untuk menjinakkan liar mataku. Aku hampir tak pernah bisa bicara dengannya secara santai. Parasnya yang sensual selalu membuatku gelisah. Pernah suatu saat aku mencoba untuk bersikap santai berbicara sambil menatap matanya yang bening. Tetapi lama-kelamaan mataku terasa berat kemudian semakin berat lagi seolah menahan beban puluhan ton. Akhirnya mataku merasa capai sehingga kemudian pandanganku turun, kemudian turun lagi dan berhenti pada buah dadanya yang menyembul di balik kaosnya yang ketat. Aku menarik nafas panjang sebelum kemudian tersadar kembali. Akan tetapi kesadaran itu sudah terlambat, Mbak Irma telah menangkap basah kelakuan mataku yang nakal. Entah apa yang dipikirkan Mbak Irma saat itu. Ia kemudian merubah posisi duduknya. Setelah kejadian itu aku semakin tidak berani menatap Mbak Irma.
Akan tetapi sekarang Mbak Irma ada di depanku. Setelah check in, aku membantu Mbak Irma membawakan tasnya ke kamarnya. Ketika berjalan di lorong hotel, aku sempat memperhatikan pantat Mbak Irma yang sintal seolah meliuk-liuk menggoda kejantananku. “Lumayan juga hotelnya,” ujarnya sambil memperhatikan sekeliling kamar. Setelah menyimpan barang-barangnya di lemari, aku kemudian duduk di kursi menghadap ke tempat tidur. Sementara itu Mbak Irma kemudian melepaskan jaketnya sehingga kini yang tersisa adalah tang top-nya yang berwarna hitam dengan celana ketatnya berwarna hitam juga. Dengan baju yang relatif minim itu, kini belahan dada dan pangkal lengan Mbak Irma semakin terbuka. Aku mengagumi begitu mulus dan putihnya tubuh Mbak Irma.
“Aduh capai juga,” gumannya. Setelah minum aqua yang tersedia di meja kecil kemudian dia berjalan menghampiri tempat tidur. Tidak disangka-sangka ia kemudian membalikkan badannya kemudian merebahkan badannya di tempat tidur sementara kakinya menggantung ke lantai. Apa yang terlihat adalah onggokan kewanitaannya yang menyembul di balik celananya yang relatif tipis. Bahkan belahan diantara dua bibir kemaluannya pun tampak dengan jelas terlihat. Suasana dalam kamar yang hening dan nyaman itu ikut membantu meningkatkan nafsuku. Detak jantungku semakin terasa memburu. Aku merasakan ada aliran panas antara jantung sampai ke tenggorokan. Nafasku menjadi tersengal-sengal. Beberapa kali aku menarik nafas panjang mencoba menenangkan diri. Kejantanan dan sekitarnya terasa panas dan kaku atau entah apa rasanya.
Kini kepalaku terasa pusing, mungkin peredaran darahku menjadi tidak teratur. Dalam keadaan tersebut pikiran warasku telah terbang entah ke mana. Aku mencoba lagi sekuat tenaga untuk mengendalikan diri, terlintas di pikiranku untuk segera lari secepat kilat menerjang pintu menjauhi situasi yang sangat menyiksa itu. Akan tetapi semakin lama aku semakin tidak dapat mengendalikan diri. Dalam pikiranku, aku ingin berbuat sesuatu. Kalaulah nanti terjadi apa-apa dan Mbak Irma marah, aku akan segera balik menyalahkan Mbak Irma, kenapa bersikap begitu, mengundang nafsuku sebagai laki-laki yang normal. Tekadku sekarang telah terfokus. Aku ingin meraba onggokan indah di selangkang Mbak Irma itu. Akan tetapi tanganku kini menjadi kaku. Seakan erat menempel pada sandaran kursi. Akan tetapi kepalaku yang sudah semakin pusing dan darahku yang semakin mendidih telah mendorongku untuk berbuat nekat.
Setelah aku berdiri, tampaklah wajah sensual Mbak Irma beserta dua payudaranya yang montok. Matanya menatapku, mestinya dia tahu gelagatnya bahwa aku sedang mendekatinya. Kalaulah dia akan menolak, semestinya dia segera merubah posisi tubuhnya pikirku. Akan tetapi ia hanya menatapku. Berarti dia tidak menghindar terhadap semua kemungkinan yang akan terjadi pikirku. Tanpa basa-basi aku mengelus onggokan yang kuimpikan itu, kemudian aku berjongkok mencium onggokan itu dalam-dalam. Aku menciumnya dengan nafas yang panjang sampai paru-paruku penuh. Betul juga dugaanku, dia tidak marah. Dia menggelinjang sebentar, tanpa merubah posisi tubuhnya. Setelah menciumnya dengan penuh kelembutan, aku bangkit kembali, kemudian merayap di tempat tidur menghampiri wajahnya. “Mbak aku nggak tahan..” ucapku mesra. “Ah Ronny..” sahutnya. “Mbak, aku ingin menyetubuhimu,” godaku.Sengaja aku mengucapkan kata-kata jorok untuk membangkitkan birahinya. Dia tertawa kecil.“Ron, seharusnya jadwalku ke Yogya baru minggu depan, tetapi sengaja kupercepat menjadi hari ini setelah tahu bahwa kamu ada di sini,” ucapnya. Nah lo. Pengakuannya bagaikan guntur yang menggema ke seluruh ruangan. Berarti dia ingin ketemu aku.
“Mbak..” gumanku. Aku segera merangkulnya kemudian menyeret tubuhnya ke atas sehingga seluruh tubuhnya kini berada di atas kasur. Aku memeluknya, menindihnya, kemudian menciumi pipi kiri dan kanannya penuh kemesraan. Sedangkan kedua tangan Mbak Irma merangkul pundakku, erat sekali. Nafas kami sama-sama memburu. Terasa kenyal buah dadanya. Lama aku menggumulinya, menciumi lehernya kemudian bawah telinganya baik kiri maupun kanan. Kami sama-sama menarik nafas panjang. Mbak Irma ternyata sangat bernafsu. Bibir sensualnya menyambar bibirku, kemudian kami saling mengulum. Tampaknya ia mencari lidahku, kemudian kujulurkan dan langsung dia hisap dalam-dalam. Tangan Mbak Irma terus merayap-rayap di sekitar punggungku. Kini selangkangan Mbak Irma terasa bergerak mengangkat ke atas dan ke bawah.
Kemudian aku duduk, kupelorotkan celana panjangnya berbarengan dengan CD-nya sampai benar-benar terlepas. Tidak begitu susah karena karet di sekitar pinggang celananya yang lentur, demikian juga Mbak Irma ikut membantu. Gila benar. Di hadapanku terhampar pemandangan surga dunia nan indah. Kulitnya sangat mulus, putih bersih bagaikan pualam. Sementara di sekitar lubang surganya ditumbuhi bulu-bulu tipis nan halus. Sementara bibir surganya sangat indah, mungil berwarna merah kecoklatan. Aku segera mengulum bibir surganya itu. Aku remas-remas menggunakan bibirku. Kembali aku melumat bibir-bibir surganya itu dengan buasnya. Kedua kakinya kemudian ditekuk sehingga telapaknya menapak di tempat tidur. Mbak Irma menggelinjang-gelinjang naik turun. “Oh.. oh.. oh, Ron..” Aku segera menjulurkan lidah menyapu lubang surganya dari bawah sampai ke atas. Sedangkan kedua tanganku memegangi kedua paha mungilnya. Lidahku kemudian berputar-putar di sekitar klitorisnya. Gerakan pinggulnya semakin lincah lagi demikian juga nafasnya semakin memburu. Tidak lama kemudian kedua kakinya rapat menjepit kepalaku diiringi erangan panjang yang memilukan. “Oh…” Terasa ada cairan hangat mengalir dari lubang kenikmatannya. Ternyata Mbak Irma telah mencapai orgasmenya. Aku menghentikan semua aktivitasku sampai tubuh Mbak Irma lunglai. Kakinya kemudian dijulurkan lagi.
Sejenak kemudian Mbak Irma duduk, ia membuka dasi yang masih mengikat di leherku, kemudian kancing bajuku satu-satu ia lepaskan. Akupun kemudian membuka baju dan BH-nya. Wow.. Tampaklah payudara yang montok menggantung kencang di dadanya. Aku tak habis pikir, mengapa tubuh Mbak Irma begitu bagusnya. Kemudian Mbak Irma meraih ikat pinggangku, melepaskannya kemudian celanaku pun ia pelorotkan. Akirnya kami sama-sama telanjang. Sementara itu senjataku sudah tegak berdiri. Aku langsung menyambar dan melumat payudara yang ranum itu dengan rakusnya. Kemudian mendorong Mbak Irma sehingga rebah kembali. Namun Mbak Irma meronta berusaha merubah posisinya, setelah kuberi kesempatan ternyata ia berputar membentuk posisi 69, kemudian ia mengulum kejantananku. Aku menggelinjang merasakan nikmatnya permainan bibir mungilnya. Sementara itu, aku menikmati indahnya pantat Mbak Irma kemudian meremas-remasnya. Mbak Irma pandai sekali memainkan lidah dan bibirnya mengocok kejantananku. Aku menggelinjang-gelinjang lagi merasakan nikmatnya yang tiada tara. Untuk mengimbangi permainan Mbak Irma yang luar biasa, kemudian aku memainkan lubang kenikmatannya yang sudah basah tidak karuan. Kemudian aku kocok menggunakan jari tengahku. Rupanya Mbak Irma sudah tidak tahan.
Mbak Irma bergerak merubah posisinya kemudian duduk di sampingku yang kini terlentang. “Ronn.. masukin yah,” pintanya memelas. Aku hanya mampu tersenyum. Mbak Irma kemudian mengangkang di selangkanganku. Ia membimbing dan mengarahkan kejantananku ke lubang kenikmatannya. Kemudian perlahan-lahan menurunkan pantatnya. Setelah kepala kejantananku masuk, kemudian ia mengeluarkannya lagi dan kemudian mengocoknya kembali. Kejantananku semakin dalam menerobos lubang kenikmatannya yang mungil. Semakin dalam semakin terasa nikmat sekali pijitan-pijitan lubang kenikmatannya. Aku tak dapat lagi menceritakan bagaimana nikmatnya saat itu, apalagi Mbak Irma adalah fantasiku selama ini. Kedua payudaranya kuremas-remas. Gerakan Mbak Irma semakin liar. Desahannya semakin kencang. “Oh.. oh.. oh..” Ia terus mengocok kejantananku. Semakin kencang. Semakin kencang lagi. Akhirnya Mbak Irma menjatuhkan badannya ke dadaku. Wajahnya lekat diselusupkan di leherku. Nafasnya tersengal-sengal. Sementara pantatku terus kudorong ke atas. “Ron aku mau keluar..” desahnya tertahan. “Aku juga Ir..” jawabku. Tak lama kemudian kami sama-sama mencapai klimaksnya. Terasa lubang kenikmatannya berdenyut-denyut meremas kejantananku. Kami sama-sama lunglai. Mbak Irma tertidur dalam pelukan di dadaku.
Sekitar sejam kemudian kami sama-sama kaget terbangun oleh dering suara telepon. Ternyata HP Mbak Irma yang berbunyi. Mbak Irma kemudian menjawabnya, “Hallo Pap..” Ternyata telepon dari kakak iparku, suaminya. Ia duduk dengan kaki kirinya bersila sementara kaki kanannya ditekuk tegak. Ia merunduk menempelkan HP di telinganya. Rambutnya terurai menutupi wajahnya. Kemudian ia menyibakkan rambutnya. Tampak sekali lagi wajah sensualnya seperti yang selama ini kulihat. Tapi kali ini aku melihatnya dalam keadaan telanjang bulat. Tiba-tiba nafsuku bangkit kembali. Kejantananku terasa memanas dan kemudian tegak berdiri. Aku kemudian menghampirinya dan memeluknya. Tangan kiri Mbak Irma berusaha mencegahku. Tetapi aku terus meremas payudaranya dari belakang dan menciumi pundaknya.
Akhirnya Mbak Irma mengikuti kegilaanku selagi dia telepon suaminya. Ia berusaha mengurangi pembicaraannya dan memancing suaminya untuk terus berbicara. Nafsuku semakin memburu. Demikian juga Mbak Irma. Ia menggeliat-geliat sambil memejamkan matanya. Kemudian aku membimbingnya untuk menungging. Ia mengikutinya. Nafsuku semakin memuncak lagi. Kali ini aku semakin terburu-buru. Kejantananku langsung kumasukkan ke lubang kenikmatannya dari belakang. Pelan-pelan akhirnya seluruh kejantananku masuk. Kedua pantat indahnya kupegang. Aku lanjutkan dengan mengocok kejantananku. Aku semakin bergairah kala itu. Tampaknya Mbak Irma semakin tidak tahan. Pipi kirinya jadi tumpuan di atas bantal sementara HP-nya terus menempel di pipi kanannya. Aku terus mengocoknya sampai terdengar bunyi, “Blep.. blep.. blep..” Tampaknya Mbak Irma menutup HP-nya dan dilanjutkan dengan erangan yang tadi tertahan. “Oh.. ohh.. oh..” tak lama kemudian kami sama-sama mencapai puncak kenikmatan lagi. Kemudian kami berpelukan lagi. “Gila kamu,” katanya sambil ketawa. Kemudian kami tertawa bersama-sama.
Ketika aku kembali ke Jakarta, aku beberapa kali menyakinkan diri bahwa tidak ada yang janggal dari sikapku. Aku takut sekali kalau perbuatanku sampai tercium. Demikian juga tatkala suatu saat Mbak Irma sekeluarga datang ke tempatku yaitu tempat mertuaku, aku berusaha menghindar darinya. Setelah basa-basi sebentar aku kemudian pergi ke halaman belakang menyiram bunga-bunga. Namun Mbak Irma memang nakal, ia malah sengaja mencari kesempatan menghampiriku pura-pura mau menjemur baju anaknya. “Ronn.. kapan tugas ke luar kota lagi?” bisiknya sambil melirik dan senyum menggoda.
Mbak Irma mempunyai paras yang cantik, tetapi yang lebih mengundang pikiran jorok para lelaki adalah tubuhnya yang mungil dan sintal amat seksi. Menyadari kelebihannya itu, ia selalu memakai celana panjang dan baju-baju atau kaos yang ketat. Seakan sengaja mempertontonkan buah dada dan lekukan-lekukan indah tubuhnya. Terus terang setiap bertemu atau berbicara dengannya aku tidak kuat lama-lama menatapnya. Aku seringkali berpaling ke arah lain kalau berbicara dengannya. Keadaan itu justru membuat janggal hubungan kami. Mbak Irma seakan mengerti usahaku untuk menjinakkan liar mataku. Aku hampir tak pernah bisa bicara dengannya secara santai. Parasnya yang sensual selalu membuatku gelisah. Pernah suatu saat aku mencoba untuk bersikap santai berbicara sambil menatap matanya yang bening. Tetapi lama-kelamaan mataku terasa berat kemudian semakin berat lagi seolah menahan beban puluhan ton. Akhirnya mataku merasa capai sehingga kemudian pandanganku turun, kemudian turun lagi dan berhenti pada buah dadanya yang menyembul di balik kaosnya yang ketat. Aku menarik nafas panjang sebelum kemudian tersadar kembali. Akan tetapi kesadaran itu sudah terlambat, Mbak Irma telah menangkap basah kelakuan mataku yang nakal. Entah apa yang dipikirkan Mbak Irma saat itu. Ia kemudian merubah posisi duduknya. Setelah kejadian itu aku semakin tidak berani menatap Mbak Irma.
Akan tetapi sekarang Mbak Irma ada di depanku. Setelah check in, aku membantu Mbak Irma membawakan tasnya ke kamarnya. Ketika berjalan di lorong hotel, aku sempat memperhatikan pantat Mbak Irma yang sintal seolah meliuk-liuk menggoda kejantananku. “Lumayan juga hotelnya,” ujarnya sambil memperhatikan sekeliling kamar. Setelah menyimpan barang-barangnya di lemari, aku kemudian duduk di kursi menghadap ke tempat tidur. Sementara itu Mbak Irma kemudian melepaskan jaketnya sehingga kini yang tersisa adalah tang top-nya yang berwarna hitam dengan celana ketatnya berwarna hitam juga. Dengan baju yang relatif minim itu, kini belahan dada dan pangkal lengan Mbak Irma semakin terbuka. Aku mengagumi begitu mulus dan putihnya tubuh Mbak Irma.
“Aduh capai juga,” gumannya. Setelah minum aqua yang tersedia di meja kecil kemudian dia berjalan menghampiri tempat tidur. Tidak disangka-sangka ia kemudian membalikkan badannya kemudian merebahkan badannya di tempat tidur sementara kakinya menggantung ke lantai. Apa yang terlihat adalah onggokan kewanitaannya yang menyembul di balik celananya yang relatif tipis. Bahkan belahan diantara dua bibir kemaluannya pun tampak dengan jelas terlihat. Suasana dalam kamar yang hening dan nyaman itu ikut membantu meningkatkan nafsuku. Detak jantungku semakin terasa memburu. Aku merasakan ada aliran panas antara jantung sampai ke tenggorokan. Nafasku menjadi tersengal-sengal. Beberapa kali aku menarik nafas panjang mencoba menenangkan diri. Kejantanan dan sekitarnya terasa panas dan kaku atau entah apa rasanya.
Kini kepalaku terasa pusing, mungkin peredaran darahku menjadi tidak teratur. Dalam keadaan tersebut pikiran warasku telah terbang entah ke mana. Aku mencoba lagi sekuat tenaga untuk mengendalikan diri, terlintas di pikiranku untuk segera lari secepat kilat menerjang pintu menjauhi situasi yang sangat menyiksa itu. Akan tetapi semakin lama aku semakin tidak dapat mengendalikan diri. Dalam pikiranku, aku ingin berbuat sesuatu. Kalaulah nanti terjadi apa-apa dan Mbak Irma marah, aku akan segera balik menyalahkan Mbak Irma, kenapa bersikap begitu, mengundang nafsuku sebagai laki-laki yang normal. Tekadku sekarang telah terfokus. Aku ingin meraba onggokan indah di selangkang Mbak Irma itu. Akan tetapi tanganku kini menjadi kaku. Seakan erat menempel pada sandaran kursi. Akan tetapi kepalaku yang sudah semakin pusing dan darahku yang semakin mendidih telah mendorongku untuk berbuat nekat.
Setelah aku berdiri, tampaklah wajah sensual Mbak Irma beserta dua payudaranya yang montok. Matanya menatapku, mestinya dia tahu gelagatnya bahwa aku sedang mendekatinya. Kalaulah dia akan menolak, semestinya dia segera merubah posisi tubuhnya pikirku. Akan tetapi ia hanya menatapku. Berarti dia tidak menghindar terhadap semua kemungkinan yang akan terjadi pikirku. Tanpa basa-basi aku mengelus onggokan yang kuimpikan itu, kemudian aku berjongkok mencium onggokan itu dalam-dalam. Aku menciumnya dengan nafas yang panjang sampai paru-paruku penuh. Betul juga dugaanku, dia tidak marah. Dia menggelinjang sebentar, tanpa merubah posisi tubuhnya. Setelah menciumnya dengan penuh kelembutan, aku bangkit kembali, kemudian merayap di tempat tidur menghampiri wajahnya. “Mbak aku nggak tahan..” ucapku mesra. “Ah Ronny..” sahutnya. “Mbak, aku ingin menyetubuhimu,” godaku.Sengaja aku mengucapkan kata-kata jorok untuk membangkitkan birahinya. Dia tertawa kecil.“Ron, seharusnya jadwalku ke Yogya baru minggu depan, tetapi sengaja kupercepat menjadi hari ini setelah tahu bahwa kamu ada di sini,” ucapnya. Nah lo. Pengakuannya bagaikan guntur yang menggema ke seluruh ruangan. Berarti dia ingin ketemu aku.
“Mbak..” gumanku. Aku segera merangkulnya kemudian menyeret tubuhnya ke atas sehingga seluruh tubuhnya kini berada di atas kasur. Aku memeluknya, menindihnya, kemudian menciumi pipi kiri dan kanannya penuh kemesraan. Sedangkan kedua tangan Mbak Irma merangkul pundakku, erat sekali. Nafas kami sama-sama memburu. Terasa kenyal buah dadanya. Lama aku menggumulinya, menciumi lehernya kemudian bawah telinganya baik kiri maupun kanan. Kami sama-sama menarik nafas panjang. Mbak Irma ternyata sangat bernafsu. Bibir sensualnya menyambar bibirku, kemudian kami saling mengulum. Tampaknya ia mencari lidahku, kemudian kujulurkan dan langsung dia hisap dalam-dalam. Tangan Mbak Irma terus merayap-rayap di sekitar punggungku. Kini selangkangan Mbak Irma terasa bergerak mengangkat ke atas dan ke bawah.
Kemudian aku duduk, kupelorotkan celana panjangnya berbarengan dengan CD-nya sampai benar-benar terlepas. Tidak begitu susah karena karet di sekitar pinggang celananya yang lentur, demikian juga Mbak Irma ikut membantu. Gila benar. Di hadapanku terhampar pemandangan surga dunia nan indah. Kulitnya sangat mulus, putih bersih bagaikan pualam. Sementara di sekitar lubang surganya ditumbuhi bulu-bulu tipis nan halus. Sementara bibir surganya sangat indah, mungil berwarna merah kecoklatan. Aku segera mengulum bibir surganya itu. Aku remas-remas menggunakan bibirku. Kembali aku melumat bibir-bibir surganya itu dengan buasnya. Kedua kakinya kemudian ditekuk sehingga telapaknya menapak di tempat tidur. Mbak Irma menggelinjang-gelinjang naik turun. “Oh.. oh.. oh, Ron..” Aku segera menjulurkan lidah menyapu lubang surganya dari bawah sampai ke atas. Sedangkan kedua tanganku memegangi kedua paha mungilnya. Lidahku kemudian berputar-putar di sekitar klitorisnya. Gerakan pinggulnya semakin lincah lagi demikian juga nafasnya semakin memburu. Tidak lama kemudian kedua kakinya rapat menjepit kepalaku diiringi erangan panjang yang memilukan. “Oh…” Terasa ada cairan hangat mengalir dari lubang kenikmatannya. Ternyata Mbak Irma telah mencapai orgasmenya. Aku menghentikan semua aktivitasku sampai tubuh Mbak Irma lunglai. Kakinya kemudian dijulurkan lagi.
Sejenak kemudian Mbak Irma duduk, ia membuka dasi yang masih mengikat di leherku, kemudian kancing bajuku satu-satu ia lepaskan. Akupun kemudian membuka baju dan BH-nya. Wow.. Tampaklah payudara yang montok menggantung kencang di dadanya. Aku tak habis pikir, mengapa tubuh Mbak Irma begitu bagusnya. Kemudian Mbak Irma meraih ikat pinggangku, melepaskannya kemudian celanaku pun ia pelorotkan. Akirnya kami sama-sama telanjang. Sementara itu senjataku sudah tegak berdiri. Aku langsung menyambar dan melumat payudara yang ranum itu dengan rakusnya. Kemudian mendorong Mbak Irma sehingga rebah kembali. Namun Mbak Irma meronta berusaha merubah posisinya, setelah kuberi kesempatan ternyata ia berputar membentuk posisi 69, kemudian ia mengulum kejantananku. Aku menggelinjang merasakan nikmatnya permainan bibir mungilnya. Sementara itu, aku menikmati indahnya pantat Mbak Irma kemudian meremas-remasnya. Mbak Irma pandai sekali memainkan lidah dan bibirnya mengocok kejantananku. Aku menggelinjang-gelinjang lagi merasakan nikmatnya yang tiada tara. Untuk mengimbangi permainan Mbak Irma yang luar biasa, kemudian aku memainkan lubang kenikmatannya yang sudah basah tidak karuan. Kemudian aku kocok menggunakan jari tengahku. Rupanya Mbak Irma sudah tidak tahan.
Mbak Irma bergerak merubah posisinya kemudian duduk di sampingku yang kini terlentang. “Ronn.. masukin yah,” pintanya memelas. Aku hanya mampu tersenyum. Mbak Irma kemudian mengangkang di selangkanganku. Ia membimbing dan mengarahkan kejantananku ke lubang kenikmatannya. Kemudian perlahan-lahan menurunkan pantatnya. Setelah kepala kejantananku masuk, kemudian ia mengeluarkannya lagi dan kemudian mengocoknya kembali. Kejantananku semakin dalam menerobos lubang kenikmatannya yang mungil. Semakin dalam semakin terasa nikmat sekali pijitan-pijitan lubang kenikmatannya. Aku tak dapat lagi menceritakan bagaimana nikmatnya saat itu, apalagi Mbak Irma adalah fantasiku selama ini. Kedua payudaranya kuremas-remas. Gerakan Mbak Irma semakin liar. Desahannya semakin kencang. “Oh.. oh.. oh..” Ia terus mengocok kejantananku. Semakin kencang. Semakin kencang lagi. Akhirnya Mbak Irma menjatuhkan badannya ke dadaku. Wajahnya lekat diselusupkan di leherku. Nafasnya tersengal-sengal. Sementara pantatku terus kudorong ke atas. “Ron aku mau keluar..” desahnya tertahan. “Aku juga Ir..” jawabku. Tak lama kemudian kami sama-sama mencapai klimaksnya. Terasa lubang kenikmatannya berdenyut-denyut meremas kejantananku. Kami sama-sama lunglai. Mbak Irma tertidur dalam pelukan di dadaku.
Sekitar sejam kemudian kami sama-sama kaget terbangun oleh dering suara telepon. Ternyata HP Mbak Irma yang berbunyi. Mbak Irma kemudian menjawabnya, “Hallo Pap..” Ternyata telepon dari kakak iparku, suaminya. Ia duduk dengan kaki kirinya bersila sementara kaki kanannya ditekuk tegak. Ia merunduk menempelkan HP di telinganya. Rambutnya terurai menutupi wajahnya. Kemudian ia menyibakkan rambutnya. Tampak sekali lagi wajah sensualnya seperti yang selama ini kulihat. Tapi kali ini aku melihatnya dalam keadaan telanjang bulat. Tiba-tiba nafsuku bangkit kembali. Kejantananku terasa memanas dan kemudian tegak berdiri. Aku kemudian menghampirinya dan memeluknya. Tangan kiri Mbak Irma berusaha mencegahku. Tetapi aku terus meremas payudaranya dari belakang dan menciumi pundaknya.
Akhirnya Mbak Irma mengikuti kegilaanku selagi dia telepon suaminya. Ia berusaha mengurangi pembicaraannya dan memancing suaminya untuk terus berbicara. Nafsuku semakin memburu. Demikian juga Mbak Irma. Ia menggeliat-geliat sambil memejamkan matanya. Kemudian aku membimbingnya untuk menungging. Ia mengikutinya. Nafsuku semakin memuncak lagi. Kali ini aku semakin terburu-buru. Kejantananku langsung kumasukkan ke lubang kenikmatannya dari belakang. Pelan-pelan akhirnya seluruh kejantananku masuk. Kedua pantat indahnya kupegang. Aku lanjutkan dengan mengocok kejantananku. Aku semakin bergairah kala itu. Tampaknya Mbak Irma semakin tidak tahan. Pipi kirinya jadi tumpuan di atas bantal sementara HP-nya terus menempel di pipi kanannya. Aku terus mengocoknya sampai terdengar bunyi, “Blep.. blep.. blep..” Tampaknya Mbak Irma menutup HP-nya dan dilanjutkan dengan erangan yang tadi tertahan. “Oh.. ohh.. oh..” tak lama kemudian kami sama-sama mencapai puncak kenikmatan lagi. Kemudian kami berpelukan lagi. “Gila kamu,” katanya sambil ketawa. Kemudian kami tertawa bersama-sama.
Ketika aku kembali ke Jakarta, aku beberapa kali menyakinkan diri bahwa tidak ada yang janggal dari sikapku. Aku takut sekali kalau perbuatanku sampai tercium. Demikian juga tatkala suatu saat Mbak Irma sekeluarga datang ke tempatku yaitu tempat mertuaku, aku berusaha menghindar darinya. Setelah basa-basi sebentar aku kemudian pergi ke halaman belakang menyiram bunga-bunga. Namun Mbak Irma memang nakal, ia malah sengaja mencari kesempatan menghampiriku pura-pura mau menjemur baju anaknya. “Ronn.. kapan tugas ke luar kota lagi?” bisiknya sambil melirik dan senyum menggoda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar