Ibu Ambar berusia 47 tahun, pekerjaannya sebagai karyawan perusahaan asuransi di kota Jakarta. Penampilannya sangat menarik. Wajah ayu karena ia adalah seorang peranakan Arab-Sunda-Jawa. Postur tubuhnya tinggi, montok dan berisi. Payudaranya besar, mengkal, meski agak turun menyerupai buah kelapa. Pinggangnya ramping dan makin ke bawah pinggulnya membesar seperti gentong besar. Bokongnya bulat, besar, dan kencang mendongak seperti bebek yang megal-megol bila ia berjalan. Kakinya panjang indah menyerupai kaki belalang. Betis halus mulus berbentuk bulir padi yang berisi ditumbuhi bulu-bulu halus yang kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Pahanya makin ke atas makin membesar dan bulu halus itupun makin ke atas makin jelas menghiasinya. Gerak-geriknya lembut keibuan dan tenang penuh kematangan. Suaranya merdu agak mendesah dan menggairahkan.
Suaminya bernama Pak Widyo, berumur 53 tahun dan bekerja di perusahaan minyak asing. Dari perkawinan mereka, dikaruniai 3 orang anak. Dua orang anaknya meninggal karena kecelakaan mobil sewaktu mereka kecil, sedangkan yang masih hidup cuma Rudi yang sudah berusia 18 tahun dan duduk di bangku SMU. Keinginan untuk memiliki anak sudah tidak memungkinkan lagi karena rahim Bu Ambar sudah diangkat karena adanya gejala kanker rahim. Karenanya perhatian mereka terhadap Rudi sangatlah berlebihan. Sejak kecil mereka selalu memanjakan Rudi dan memenuhi semua permintaannya apapun itu. Bila Rudi masuk angin sedikit saja mereka akan dibuatnya kalang kabut.
Kejadian diawali ketika Pak Widyo tugas meninjau ladang minyak baru di lepas pantai. Di rumah cuma ditunggui oleh Bu Ambar, Rudi dan seorang pembantu setengah baya Mbok Inah namanya. Seperti biasa, pada malam hari Rudi sedang belajar untuk menghadapi Ebtanas minggu depan. Ia tengah sibuk berkutat dengan soal-soal latihan ketika ibunya datang membawa makanan kecil untuknya sambil menenteng majalah. "Rud, ini ada oleh-oleh dari Bogor tadi siang untuk menemani kamu belajar," kata ibunya sambil meletakkannya di atas meja belajar Rudi. "Kapan Ibu datang, kok suara mobilnya tidak kedengaran," tanya Rudi sambil tetap memelototi soal-soal sulit di depannya. "Baru saja Rud, ini ibu sudah pakai baju mandi mau mandi," jawab ibunya. "Sambil menunggu air panasnya Ibu mau membaca majalah dulu di kamarmu," sambung ibunya sambil merebahkan diri di ranjang yang membelakangi meja belajar Rudi. "Ya, boleh saja tapi jangan sampai ketiduran nanti malah nggak jadi mandi," timpal Rudi.
Singkat cerita Rudi kemudian berkonsentrasi lagi dengan belajarnya. Akhirnya setelah hampir 1 jam ia merasakan matanya mulai lelah, ia memutuskan untuk tidur saja. Sewaktu Rudi beranjak dari kursinya dan membalikkan badannya, tatapannya terpaku pada sosok tubuh montok yang teronggok di atas ranjangnya. Rupanya karena terlalu kelelahan, ibunya ketiduran. Posisi tidurnya tidak karuan. Tangannya telentang sementara kakinya mengangkang lebar seperti orang yang sedang melahirkan. Baju mandi ibunya yang panjangnya selutut nampak tersingkap sehingga paha putih mulus ibunya bisa terlihat jelas. Rudi bingung, apakah harus membangunkan ibunya atau menikmati pemandangan indah dan langka ini dulu. Sebelumnya ia tidak pernah berpikiran kotor terhadap ibunya sendiri tapi entah kenapa dan setan mana yang merasuki dirinya sehingga ia merasakan rangsangan ketika melihat paha ibunya yang tersingkap.
Perlahan didekatinya tepian ranjang dengan hati berdebar-debar. Diperhatikan dengan seksama tubuh ibunya yang montok dan wajahnya yang ayu keibuan dari ujung kaki sampai ujung kepala. Rudi menyadari ternyata ibunya sangat cantik dan menggairahkan. Kemudian dengan tangan gemetaran diberanikannya dirinya mengelus-elus kaki ibunya sampai ke paha. Begitu halus, lembut dan hangat kulit ibunya ia rasakan. Ketika menyentuh paha yang ditumbuhi bulu-bulu halus, Rudi merasakan kehangatan yang makin terasa mengalir ke telapak tangannya. Kemaluannya menjadi menegang keras dan membuat celananya terasa sesak dan ketat. Jantungnya makin berdegup kencang ketika ia meneruskan belaian tangannya makin jauh ke arah pangkal kaki yang masih tertutupi baju mandi ibunya. Kulit tangannya merasakan hawa yang makin hangat dan lembab ketika tangannya makin jauh menggerayangi pangkal kaki ibunya yang bak belalang itu. Gerakannya terhenti ketika ia merasa telah meraba bulu-bulu halus yang lebat sekali dan menyentuh gundukan daging yang begitu lunak dan hangat. Beberapa saat ia meraba-raba gundukan daging lunak hangat itu.
Akhirnya dengan rasa penasaran ia singkapkan baju mandi ibunya ke atas. Sehingga kini di depan matanya teronggok bagian selangkangan dan pinggul ibunya yang besar dan montok. Bulu-bulu halus yang sangat lebat nampak tumbuh di sekitar anus, kemaluan sampai perut bagian bawah. Begitu panjang-panjang dan lebatnya bulu kemaluan ibunya sampai kemaluan ibunya agak tertutupi. Kemudian dengan tangannya ia sibakkan bulu-bulu kemaluan di sekitar kemaluan ibunya. Sehingga kini kemaluan ibunya nampak jelas terlihat. Gundukan daging yang memanjang membujur di selangkangan kelihatan empuk dan menggunung berwarna agak kegelapan. Bila diperhatikan bentuknya mirip mulut monster berkerut-kerut. Ini pasti yang namanya labium mayora (bibir besar) seperti dalam atlas anatomi, batin Rudi. Dari celah atas bibir monster yang besarnya setempurung kelapa itu tampak menonjol keluara bulatan daging sebesar kacang tanah yang berwarna kemerah-merahan. Kalau yang ini pasti yang namanya kelentit, pikir Rudi lagi sambil mengusap-usap tonjolan liat itu.
Kemudian jarinya ia gerakkan ke bawah menyentuh lipat-lipat daging yang memanjang yang mirip daging pada kantong buah pelir laki-laki. Wah, ternyata labium minora Ibu sudah memble begini, pasti karena terlalu sering dipakai Bapak dan untuk melahirkan, batin Rudi. Hidungnya lalu disorongkan ke muka kemaluan sebesar mangkok bakso itu. Sambil membelai-belai bebuluan yang mengitari kemaluan ibunya itu, Rudi menghirup-hirup aroma harum khas kemaluan yang menyengat dari kemaluan ibunya itu. Tak puas dengan itu, ia meneruskan dengan jilatan keseluruh sudut selangkangan ibunya. Sehingga kini kemaluan di hadapannya basah kuyup oleh air liurnya. Dijulurkannya panjang-panjang lidahnya ke arah klitoris dan menggelitik bagian itu dengan ujung lidahnya. Sementara tangan satunya berusaha melepaskan ikatan tali baju mandi, dan setelah lepas menyingkapkan baju itu sehingga kini tubuh montok ibunya lebih terbuka lagi. Muka Rudi sampai terbenam seluruhnya dalam kemaluan ibunya yang sangat besar itu, ketika dengan gemas ia menempelkan mukanya ke permukaan kemaluan ibunya agar lidahnya bisa memasuki celah bibir monster itu. Usahanya tidak berhasil karena bibir itu terlalu tebal menggunung sehingga ujung lidahnya hanya bisa menyapu sedikit ke dalam saja dari celah bibir monster itu. Ia merasakan gundukan daging itu sangat empuk, hangat dan agak lembab.
Sementara itu Bu Ambar masih tetap lelap dalam mimpinya dan tidak menyadari sedikitpun apa yang dilakukan anak yang sangat disayanginya terhadap dirinya. Tampaknya ia benar-benar kelelahan setelah seharian tadi pergi keluar kota menghadiri resepsi pernikahan kerabat jauhnya. Dengkurannya malah makin keras terdengar. Sambil tetap membenamkan mukanya ke kemaluan besar itu, Rudi meraih payudara ibunya yang sebesar buah kelapa dengan tangannya. Diremas-remasnya perlahan payudara mengkal yang putih mulus itu. Rasanya hangat dan kenyal. Lalu tangannya berpindah di sekitar puting susu gelap kemerahan yang dilingkari bagian berwarna samar yang berdiameter lebar. Ketika tangannya memijit-mijit puting susu itu dengan lembut, ia merasakan payudara ibunya bertambah kencang terutama di bagian puting tersebut. Denyutan-denyutan di celah kemaluan ibunya juga terasa oleh bibirnya. Sementara itu dalam tidurnya ibunya terlihat bernapas dengan berat dan mengerang perlahan seperti orang yang sedang sesak napas.
Melihat ekspresi muka ibunya yang seperti orang sedang orgasme dalam film-film porno yang pernah ditontonnya, Rudi makin gemas. Sehingga sambil lidahnya menggelitik klitoris ibunya, ia menusuk-nusukkan jari tangannya ke dalam celah kemaluan itu. Makin ke dalam rasanya makin hangat, lembab dan lunak. Ada pijitan-pijitan lembut dari lubang vagina ibunya yang membuat jari tangannya seperti dijepit-jepit. Makin lama lubang itu makin basah oleh cairan bening yang agak lengket, sehingga ketika jari tangannya ditarik terlihat basah kuyup. Ibunya kini makin keras mengerang dan terengah-engah dalam tidurnya. Rupanya ia merasakan kenikmatan dalam mimpi, ketika kemaluan dan payudaranya dijadikan barang mainan oleh anaknya. Pinggulnya mulai menggeliat-geliat dan kakinya ikut menendang-nendang kasur.
Melihat tingkah ibunya yang sangat menggoda itu, Rudi tanpa banyak berpikir lagi segera melepaskan kaos dan celananya. Sehingga kini ia berdiri di depan tubuh bugil ibunya dengan keadaan bugil pula. Badannya terlihat besar dan kekar serta penisnya mencuat kokoh dan besar ke atas. Urat-urat penis itu tampak beronjolan seperti ukiran yang mengelilingi penisnya yang berukuran panjang 20 cm dan diamerer batang 5 cm. Kepala penisnya yang sebesar bola tenis terlihat kemerah-merahan dan mengangguk-angguk seperti terlalu besar untuk dapat disangga oleh batang kemaluannya. Ia ingin menusukkan batang penisnya ke dalam kemaluan ibunya, tapi ia ragu-ragu apakah lubangnya tadi cukup. Ia kini membandingkan ujung penisnya dengan kemaluan ibunya yang sebesar mangkuk bakso. Sepertinya bisa jika dipaksakan, pikirnya kemudian. Lalu ia naik ke atas ranjang dan menekuk kakinya di antara kangkangan lebar kaki ibunya. Ditempelkannya ujung penisnya ke celah mulut "monster" yang hangat dan lunak itu. Dengan diarahkan satu tangannya ia berusaha menusukkankan penisnya ke mulut vagina yang berwarna kemerahan setelah sebelumnya celah bibir itu dikuakkan lebar-lebar dengan tangan satunya lagi.
Mulut liang peranakan ibunya terasa sempit sekali, tapi karena adanya lendir yang sudah keluar tadi membuatnya agak licin. Dengan mendorong pantatnya kuat-kuat, sebagian kepala penisnya berhasil masuk dijepit mulut vagina yang kelihatan rapat tersebut. Rudi merasakan agak sedikit pegal di kepala penisnya karena jepitan kuat mulut vagina. Sementara ibunya mulai memperlihatkan kesadaran dari tidurnya. Sebelum ibunya benar-benar terjaga, Rudi menekankan kuat-kuat pinggulnya ke arah selangkangan ibunya sambil merebahkan diri diatas tubuh bugil ibunya. Kemaluannya dengan cepat menerobos masuk dengan cepat ke dalam lubang yang relatif sempit itu. Bunyi "Prrtt.." nampak keras terdengar ketika penis besar Rudi menggesek permukaan liang senggama ibunya. Bu Ambar segera terjaga ketika menyadari tubuhnya terasa berat ditindih tubuh besar dan kekar anaknya. Sementara itu kemaluannya juga agak nyeri dan seperi mau robek karena dorongan paksa benda bulat panjang yang yang sangat besar. Ia merasa selangkangannya seperti terbelah oleh benda hangat dan berdenyut-denyut itu. Perutnya agak mulas karena sodokan keras benda itu. Liang peranakannya terasa mau jebol karena memuat secara paksa benda besar yang terasa sampai masuk rahimnya itu.
Ketika didapatinya anaknya yang melakukan ini semua terperanjatlah Bu Ambar. Secara spontan dia berusaha mendorong tubuh kekar anaknya yang mendekap erat di atas tubuhnya yang tanpa busana lagi. Kakinya menjejak-jejak kasur dan pinggulnya ia goyang-goyangkan dan hentak-hentakkan untuk melepaskan kemaluannya dari benda sebesar knalpot motor. Tapi Rudi makin merasa keenakan dengan gerakan meronta-ronta ibunya itu karena penisnya menjadi ikut terguncang-guncang di dalam liang peranakan. Ia merasakan liang itu terasa sangat hangat dan berdenyut-denyut memijit kemaluannya. Tubuh montok ibunya yang didekap erat terasa hangat dan empuk.
"Rud apa yang kamu lakukan pada Ibu, lepaskan, lepaskan..!" teriak ibunya pelan karena takut membangunkan Mbok Inah sambil tetap menggeliat-geliatkan tubuh montoknya berusaha melepaskan diri. "Bu, Rudi ingin dikelonin kayak dulu lagi," Rudi merengek sambil makin menekan tubuh polos ibunya. "Rud. Ini nggak boleh Rud. Aku kan ibumu, nak," kata ibunya yang kini sudah mulai mengendurkan perlawanannya yang sia-sia. Posisinya memang sudah kalah. Tubuhnya sudah ditelanjangi, didekap kuat serta kakinya mengangkang lebar sehingga selangkangannya terkunci oleh benda besar itu. "Bu, Rudi pokoknya ingin dikelonin Ibu. Kalau nggak mau berarti Ibu nggak sayang lagi sama Rudi. Rudi mau cari pelacur saja di pinggir jalan," sahut Rudi dengan nada keras. "Jangan, Rudi nggak boleh beginian dengan wanita nakal. Nanti kalau kena penyakit kotor, Ibu yang sedih," kata ibunya pelan sambil mengusap rambut Rudi perlahan. "Ya, sudah karena sudah terlanjur malam ini, Rudi Ibu kelonin. Tapi jangan beritahu Bapakmu, nanti ia bisa marah-marah," sambung ibunya pelan sambil tersenyum penuh kasih sayang. "Jadi Rudi boleh, Bu. Terima kasih Ya, Bu. Rudi sayang sekali sama Ibu," kata Rudi sambil mengecup pipi ibunya. "Iya, Ibu juga sayang sekali sama Rudi. Makanya Rudi boleh sesukanya melakukan apapun pada Ibu. Yang penting Rudi nggak mengumbar nafsu ke mana-mana. Janji, ya Rud," kata ibunya. "Iya Bu, Rudi juga nggak mau sama yang lain karena nggak ada yang secantik dan sesayang Ibu," kata Rudi dengan mengendorkan dekapan kuatnya sehingga kini ibunya tidak merasa terlalu berat lagi menahan beban tubuhnya yang sudah berat itu. "Tapi Rudi harus melakukannya dengan pelan. Sebab punya Rudi terlalu besar, tidak seperti biasanya yang sering Bapakmu masukkan ke dalam punya ibu," kata Bu Ambar meminta pengertian Rudi. Memang postur tubuh Rudi mengikuti garis keturunan Bu Ambar, tidak seperti bapaknya yang pendek dan kecil. "Sudah, sekarang punya Rudi digerakkan pelan-pelan naik-turun. Tapi pelan ya Rud!" perintah ibunya lembut pada Rudi sambil membelai-belai rambut anaknya penuh kasih sayang. Kini Rudi mulai menggerak-gerakkan penisnya naik-turun perlahan di dalam liang sempit yang hangat itu. Liang itu berdenyut-denyut, seperti mau melumat kemaluannya. Rasanya nikmat sekali. Kini mulutnya ia dekatkan ke mulut ibunya. Mereka pun berciuman mesra sekali, saling menggigit bibir, bertukar ludah dan mempermainkan lidah di dalam mulut yang lain. Tangan Rudi mulai menggerayangi payudara putih mulus yang sudah mengeras bertambah liat itu. Diremas-remasnya perlahan, sambil sesekali dipiojit-pijitnya bagian puting susu tang sudah mencuat ke atas. Tangan Bu Ambar membelai-belai kepala anaknya dengan lembut. Pinggulnya yang besar ia goyang-goyangkan agar anaknya merasakan kenikmatan di dalam selangkangannya. Sementara vaginanya mulai berlendir lagi dan gesekan alat kelamin ibu dan anak itu menimbulkan bunyi yang seret-seret basah. "Prrtt.. prrtt.. prrtt.. ssrrtt.. srrtt.. srrtt.. pprtt.. prrtt.."
Penis besar anaknya memang terasa sekali, membuat kemaluannya seperti mau robek. Vaginanya menjadi membengkak besar kemerah-merahan seperti baru melahirkan. Membuat syaraf-syaraf di dalam liang senggamanya menjadi sangat sensirif terhadap sodokan kepala penis anaknya. Sodokan kepala penis itu terasa mau membelah bagian selangkangannya. Belum lagi urat-urat besar seperti cacing yang menonjol di sekeliling batang kemaluan anaknya membuat Bu Ambar merasakan nikmat. Meski agak pegal dan nyeri tapi rasa enak di kemaluannya lebih besar. Ia merasakan seperti saat malam pertama. Agak sakit tapi enak. Lendirnya kini makin banyak keluar membanjiri kemaluannya, karena rangsangan hebat pada Bu Ambar. Ketika Rudi membenamkan seluruh batang kemaluannya, Bu Ambar merasakan seperti benda besar dan hangat berdenyut-denyut itu masuk ke rahimnya. Perutnya kini sudah bisa menyesuaikan diri tidak mulas lagi ketika saat pertama tadi anaknya menyodok-nyodokkan penisnya dengan keras.
Bu Ambar kini mulai menuju puncak orgasme. Vaginanya mulai menjepit-jepit dengan kuat penis anaknya. Kakinya diangkatnya menjepit kuat pinggang anaknya dan tangannya menjambak-jambak rambur Aanaknya. Dengan beberapa hentakan keras pinggulnya, muncratlah air maninya dalam lubang kemaluannya menyiram dan mengguyur kemaluan anaknya. Setelah itu Bu Ambar terkulai lemas di bawah tubuh berat anaknya. Kakinya mengangkang lebar lagi pasrah menerima tusukan-tusukan kemaluan Rudi yang semakin cepat. Tangannya menelentang, memperlihatkan bulu ketiaknya yang tumbuh subur lebat dan panjang. Mengetahui hal itu Rudi melepaskan kulumannya pada mulut ibunya agar ia bisa bernafas lega. Bu Ambar tampak terengah-engah seperti baru lari maraton. "Ibu sudah tua, Rud. Nggak kayak dulu lagi bisa tahan sampai lama. Tenaga dan kondisi fisik Ibu tidak sekuat dulu lagi. Jadi, Ibu tidak bisa mengimbangi kamu," bisik ibunya sambil mengatur napas. Keringat Bu Ambar nampak bercucuran dari sekujur tubuhnya membuat hawa semakin hangat.
Tanpa merasa lelah Rudi terus memacu penisnya dan sesekali menggoyang-goyangkan pinggulnya. Sepertinya ia ingin mengorek-ngorek setiap sudut jalan bayi yang dulu dilaluinya. Suara bunyi becek makin keras terdengar karena liang itu kini sudah dibanjiri lendir kental yang membuatnya agak lebih licin. Bu Ambar mulai merasakan pegal lagi di kemaluannya karena gerakan anaknya yang bertambah liar dan kasar. Tubuhnya ikut terguncang-guncang ketika Rudi menghentak-hentakkan pinggulnya dengan keras dan cepat. "Plok.. plokk.. ploll.. plookk.. crrpp.. crrpp.. crrpp.. srrpp.. srrpp.." Bunyi keras terdengar dari persenggamaan ibu anak itu. "Rud pelan, Rud..!" desis ibunya sambil meringis kesakitan. Kemaluannya terasa nyeri dan pinggulnya pegal karena agresivitas anaknya yang seperti kuda liar. Rudi yang merasakan dalam selangkangannya mulai terkumpul "bom" yang mau meledak tidak menyadari ibunya sudah kewalahan, malahan terus mempercepat gerakannya.
Bu Ambar hanya bisa pasrah membiarkan dirinya diperlakukan seperti itu. Ia tidak ingin mengganggu kesenangan anaknya. Baginya yang lebih penting hanyalah bisa memberikan tempat penyaluran kebutuhan biologis yang aman dan nyaman untuk anak yang disayanginya. Kakinya menjejak-jejak kasur dan pinggulnya yang besar disentak-sentakkannya perlahan untuk mengimbangi rasa nyeri dan pegal. Napasnya mendesah-desah seperti orang kepanasan habis makan cabai dan tangannya menjambak rambut anaknya. Kini Rudi sudah mencapai orgasme. Dipagutnya leher jenjang ibunya dan ditekankannya badannya kuat-kuat sambil menghentakkan pinggulnya keras berkali-kali membuat tubuh ibunya ikut terdorong. Muncratlah air mani dari penisnya mengguyur rahim dan kemaluan ibunya. Karena banyaknya sampai-sampai ada yang keluar membasahi permukaan sprei.
Sementara Bu Ambar merasakan tulang-tulang di daerah pinggulnya seperti rontok, karena sodokan bertenaga dari anaknya. Tapi ia bahagia karena anaknya bisa mendapatkan kepuasan dari tubuhnya yang sebenarnya sudah tua. Rudi akhirnya terbujur lemas di atas tubuh ibunya dengan keringat bercucuran membasahi tubuh keduanya. Dikecupnya lembut bibir ibunya. "Bu, terima kasih, yaa. Rudi sayang sekali dengan Ibu," bisik Rudi terengah-engah mengatur napasnya kembali. "Ibu juga, sayang," desah Bu Ambar pelan sambil membelai rambut anak semata wayangnya.
Suaminya bernama Pak Widyo, berumur 53 tahun dan bekerja di perusahaan minyak asing. Dari perkawinan mereka, dikaruniai 3 orang anak. Dua orang anaknya meninggal karena kecelakaan mobil sewaktu mereka kecil, sedangkan yang masih hidup cuma Rudi yang sudah berusia 18 tahun dan duduk di bangku SMU. Keinginan untuk memiliki anak sudah tidak memungkinkan lagi karena rahim Bu Ambar sudah diangkat karena adanya gejala kanker rahim. Karenanya perhatian mereka terhadap Rudi sangatlah berlebihan. Sejak kecil mereka selalu memanjakan Rudi dan memenuhi semua permintaannya apapun itu. Bila Rudi masuk angin sedikit saja mereka akan dibuatnya kalang kabut.
Kejadian diawali ketika Pak Widyo tugas meninjau ladang minyak baru di lepas pantai. Di rumah cuma ditunggui oleh Bu Ambar, Rudi dan seorang pembantu setengah baya Mbok Inah namanya. Seperti biasa, pada malam hari Rudi sedang belajar untuk menghadapi Ebtanas minggu depan. Ia tengah sibuk berkutat dengan soal-soal latihan ketika ibunya datang membawa makanan kecil untuknya sambil menenteng majalah. "Rud, ini ada oleh-oleh dari Bogor tadi siang untuk menemani kamu belajar," kata ibunya sambil meletakkannya di atas meja belajar Rudi. "Kapan Ibu datang, kok suara mobilnya tidak kedengaran," tanya Rudi sambil tetap memelototi soal-soal sulit di depannya. "Baru saja Rud, ini ibu sudah pakai baju mandi mau mandi," jawab ibunya. "Sambil menunggu air panasnya Ibu mau membaca majalah dulu di kamarmu," sambung ibunya sambil merebahkan diri di ranjang yang membelakangi meja belajar Rudi. "Ya, boleh saja tapi jangan sampai ketiduran nanti malah nggak jadi mandi," timpal Rudi.
Singkat cerita Rudi kemudian berkonsentrasi lagi dengan belajarnya. Akhirnya setelah hampir 1 jam ia merasakan matanya mulai lelah, ia memutuskan untuk tidur saja. Sewaktu Rudi beranjak dari kursinya dan membalikkan badannya, tatapannya terpaku pada sosok tubuh montok yang teronggok di atas ranjangnya. Rupanya karena terlalu kelelahan, ibunya ketiduran. Posisi tidurnya tidak karuan. Tangannya telentang sementara kakinya mengangkang lebar seperti orang yang sedang melahirkan. Baju mandi ibunya yang panjangnya selutut nampak tersingkap sehingga paha putih mulus ibunya bisa terlihat jelas. Rudi bingung, apakah harus membangunkan ibunya atau menikmati pemandangan indah dan langka ini dulu. Sebelumnya ia tidak pernah berpikiran kotor terhadap ibunya sendiri tapi entah kenapa dan setan mana yang merasuki dirinya sehingga ia merasakan rangsangan ketika melihat paha ibunya yang tersingkap.
Perlahan didekatinya tepian ranjang dengan hati berdebar-debar. Diperhatikan dengan seksama tubuh ibunya yang montok dan wajahnya yang ayu keibuan dari ujung kaki sampai ujung kepala. Rudi menyadari ternyata ibunya sangat cantik dan menggairahkan. Kemudian dengan tangan gemetaran diberanikannya dirinya mengelus-elus kaki ibunya sampai ke paha. Begitu halus, lembut dan hangat kulit ibunya ia rasakan. Ketika menyentuh paha yang ditumbuhi bulu-bulu halus, Rudi merasakan kehangatan yang makin terasa mengalir ke telapak tangannya. Kemaluannya menjadi menegang keras dan membuat celananya terasa sesak dan ketat. Jantungnya makin berdegup kencang ketika ia meneruskan belaian tangannya makin jauh ke arah pangkal kaki yang masih tertutupi baju mandi ibunya. Kulit tangannya merasakan hawa yang makin hangat dan lembab ketika tangannya makin jauh menggerayangi pangkal kaki ibunya yang bak belalang itu. Gerakannya terhenti ketika ia merasa telah meraba bulu-bulu halus yang lebat sekali dan menyentuh gundukan daging yang begitu lunak dan hangat. Beberapa saat ia meraba-raba gundukan daging lunak hangat itu.
Akhirnya dengan rasa penasaran ia singkapkan baju mandi ibunya ke atas. Sehingga kini di depan matanya teronggok bagian selangkangan dan pinggul ibunya yang besar dan montok. Bulu-bulu halus yang sangat lebat nampak tumbuh di sekitar anus, kemaluan sampai perut bagian bawah. Begitu panjang-panjang dan lebatnya bulu kemaluan ibunya sampai kemaluan ibunya agak tertutupi. Kemudian dengan tangannya ia sibakkan bulu-bulu kemaluan di sekitar kemaluan ibunya. Sehingga kini kemaluan ibunya nampak jelas terlihat. Gundukan daging yang memanjang membujur di selangkangan kelihatan empuk dan menggunung berwarna agak kegelapan. Bila diperhatikan bentuknya mirip mulut monster berkerut-kerut. Ini pasti yang namanya labium mayora (bibir besar) seperti dalam atlas anatomi, batin Rudi. Dari celah atas bibir monster yang besarnya setempurung kelapa itu tampak menonjol keluara bulatan daging sebesar kacang tanah yang berwarna kemerah-merahan. Kalau yang ini pasti yang namanya kelentit, pikir Rudi lagi sambil mengusap-usap tonjolan liat itu.
Kemudian jarinya ia gerakkan ke bawah menyentuh lipat-lipat daging yang memanjang yang mirip daging pada kantong buah pelir laki-laki. Wah, ternyata labium minora Ibu sudah memble begini, pasti karena terlalu sering dipakai Bapak dan untuk melahirkan, batin Rudi. Hidungnya lalu disorongkan ke muka kemaluan sebesar mangkok bakso itu. Sambil membelai-belai bebuluan yang mengitari kemaluan ibunya itu, Rudi menghirup-hirup aroma harum khas kemaluan yang menyengat dari kemaluan ibunya itu. Tak puas dengan itu, ia meneruskan dengan jilatan keseluruh sudut selangkangan ibunya. Sehingga kini kemaluan di hadapannya basah kuyup oleh air liurnya. Dijulurkannya panjang-panjang lidahnya ke arah klitoris dan menggelitik bagian itu dengan ujung lidahnya. Sementara tangan satunya berusaha melepaskan ikatan tali baju mandi, dan setelah lepas menyingkapkan baju itu sehingga kini tubuh montok ibunya lebih terbuka lagi. Muka Rudi sampai terbenam seluruhnya dalam kemaluan ibunya yang sangat besar itu, ketika dengan gemas ia menempelkan mukanya ke permukaan kemaluan ibunya agar lidahnya bisa memasuki celah bibir monster itu. Usahanya tidak berhasil karena bibir itu terlalu tebal menggunung sehingga ujung lidahnya hanya bisa menyapu sedikit ke dalam saja dari celah bibir monster itu. Ia merasakan gundukan daging itu sangat empuk, hangat dan agak lembab.
Sementara itu Bu Ambar masih tetap lelap dalam mimpinya dan tidak menyadari sedikitpun apa yang dilakukan anak yang sangat disayanginya terhadap dirinya. Tampaknya ia benar-benar kelelahan setelah seharian tadi pergi keluar kota menghadiri resepsi pernikahan kerabat jauhnya. Dengkurannya malah makin keras terdengar. Sambil tetap membenamkan mukanya ke kemaluan besar itu, Rudi meraih payudara ibunya yang sebesar buah kelapa dengan tangannya. Diremas-remasnya perlahan payudara mengkal yang putih mulus itu. Rasanya hangat dan kenyal. Lalu tangannya berpindah di sekitar puting susu gelap kemerahan yang dilingkari bagian berwarna samar yang berdiameter lebar. Ketika tangannya memijit-mijit puting susu itu dengan lembut, ia merasakan payudara ibunya bertambah kencang terutama di bagian puting tersebut. Denyutan-denyutan di celah kemaluan ibunya juga terasa oleh bibirnya. Sementara itu dalam tidurnya ibunya terlihat bernapas dengan berat dan mengerang perlahan seperti orang yang sedang sesak napas.
Melihat ekspresi muka ibunya yang seperti orang sedang orgasme dalam film-film porno yang pernah ditontonnya, Rudi makin gemas. Sehingga sambil lidahnya menggelitik klitoris ibunya, ia menusuk-nusukkan jari tangannya ke dalam celah kemaluan itu. Makin ke dalam rasanya makin hangat, lembab dan lunak. Ada pijitan-pijitan lembut dari lubang vagina ibunya yang membuat jari tangannya seperti dijepit-jepit. Makin lama lubang itu makin basah oleh cairan bening yang agak lengket, sehingga ketika jari tangannya ditarik terlihat basah kuyup. Ibunya kini makin keras mengerang dan terengah-engah dalam tidurnya. Rupanya ia merasakan kenikmatan dalam mimpi, ketika kemaluan dan payudaranya dijadikan barang mainan oleh anaknya. Pinggulnya mulai menggeliat-geliat dan kakinya ikut menendang-nendang kasur.
Melihat tingkah ibunya yang sangat menggoda itu, Rudi tanpa banyak berpikir lagi segera melepaskan kaos dan celananya. Sehingga kini ia berdiri di depan tubuh bugil ibunya dengan keadaan bugil pula. Badannya terlihat besar dan kekar serta penisnya mencuat kokoh dan besar ke atas. Urat-urat penis itu tampak beronjolan seperti ukiran yang mengelilingi penisnya yang berukuran panjang 20 cm dan diamerer batang 5 cm. Kepala penisnya yang sebesar bola tenis terlihat kemerah-merahan dan mengangguk-angguk seperti terlalu besar untuk dapat disangga oleh batang kemaluannya. Ia ingin menusukkan batang penisnya ke dalam kemaluan ibunya, tapi ia ragu-ragu apakah lubangnya tadi cukup. Ia kini membandingkan ujung penisnya dengan kemaluan ibunya yang sebesar mangkuk bakso. Sepertinya bisa jika dipaksakan, pikirnya kemudian. Lalu ia naik ke atas ranjang dan menekuk kakinya di antara kangkangan lebar kaki ibunya. Ditempelkannya ujung penisnya ke celah mulut "monster" yang hangat dan lunak itu. Dengan diarahkan satu tangannya ia berusaha menusukkankan penisnya ke mulut vagina yang berwarna kemerahan setelah sebelumnya celah bibir itu dikuakkan lebar-lebar dengan tangan satunya lagi.
Mulut liang peranakan ibunya terasa sempit sekali, tapi karena adanya lendir yang sudah keluar tadi membuatnya agak licin. Dengan mendorong pantatnya kuat-kuat, sebagian kepala penisnya berhasil masuk dijepit mulut vagina yang kelihatan rapat tersebut. Rudi merasakan agak sedikit pegal di kepala penisnya karena jepitan kuat mulut vagina. Sementara ibunya mulai memperlihatkan kesadaran dari tidurnya. Sebelum ibunya benar-benar terjaga, Rudi menekankan kuat-kuat pinggulnya ke arah selangkangan ibunya sambil merebahkan diri diatas tubuh bugil ibunya. Kemaluannya dengan cepat menerobos masuk dengan cepat ke dalam lubang yang relatif sempit itu. Bunyi "Prrtt.." nampak keras terdengar ketika penis besar Rudi menggesek permukaan liang senggama ibunya. Bu Ambar segera terjaga ketika menyadari tubuhnya terasa berat ditindih tubuh besar dan kekar anaknya. Sementara itu kemaluannya juga agak nyeri dan seperi mau robek karena dorongan paksa benda bulat panjang yang yang sangat besar. Ia merasa selangkangannya seperti terbelah oleh benda hangat dan berdenyut-denyut itu. Perutnya agak mulas karena sodokan keras benda itu. Liang peranakannya terasa mau jebol karena memuat secara paksa benda besar yang terasa sampai masuk rahimnya itu.
Ketika didapatinya anaknya yang melakukan ini semua terperanjatlah Bu Ambar. Secara spontan dia berusaha mendorong tubuh kekar anaknya yang mendekap erat di atas tubuhnya yang tanpa busana lagi. Kakinya menjejak-jejak kasur dan pinggulnya ia goyang-goyangkan dan hentak-hentakkan untuk melepaskan kemaluannya dari benda sebesar knalpot motor. Tapi Rudi makin merasa keenakan dengan gerakan meronta-ronta ibunya itu karena penisnya menjadi ikut terguncang-guncang di dalam liang peranakan. Ia merasakan liang itu terasa sangat hangat dan berdenyut-denyut memijit kemaluannya. Tubuh montok ibunya yang didekap erat terasa hangat dan empuk.
"Rud apa yang kamu lakukan pada Ibu, lepaskan, lepaskan..!" teriak ibunya pelan karena takut membangunkan Mbok Inah sambil tetap menggeliat-geliatkan tubuh montoknya berusaha melepaskan diri. "Bu, Rudi ingin dikelonin kayak dulu lagi," Rudi merengek sambil makin menekan tubuh polos ibunya. "Rud. Ini nggak boleh Rud. Aku kan ibumu, nak," kata ibunya yang kini sudah mulai mengendurkan perlawanannya yang sia-sia. Posisinya memang sudah kalah. Tubuhnya sudah ditelanjangi, didekap kuat serta kakinya mengangkang lebar sehingga selangkangannya terkunci oleh benda besar itu. "Bu, Rudi pokoknya ingin dikelonin Ibu. Kalau nggak mau berarti Ibu nggak sayang lagi sama Rudi. Rudi mau cari pelacur saja di pinggir jalan," sahut Rudi dengan nada keras. "Jangan, Rudi nggak boleh beginian dengan wanita nakal. Nanti kalau kena penyakit kotor, Ibu yang sedih," kata ibunya pelan sambil mengusap rambut Rudi perlahan. "Ya, sudah karena sudah terlanjur malam ini, Rudi Ibu kelonin. Tapi jangan beritahu Bapakmu, nanti ia bisa marah-marah," sambung ibunya pelan sambil tersenyum penuh kasih sayang. "Jadi Rudi boleh, Bu. Terima kasih Ya, Bu. Rudi sayang sekali sama Ibu," kata Rudi sambil mengecup pipi ibunya. "Iya, Ibu juga sayang sekali sama Rudi. Makanya Rudi boleh sesukanya melakukan apapun pada Ibu. Yang penting Rudi nggak mengumbar nafsu ke mana-mana. Janji, ya Rud," kata ibunya. "Iya Bu, Rudi juga nggak mau sama yang lain karena nggak ada yang secantik dan sesayang Ibu," kata Rudi dengan mengendorkan dekapan kuatnya sehingga kini ibunya tidak merasa terlalu berat lagi menahan beban tubuhnya yang sudah berat itu. "Tapi Rudi harus melakukannya dengan pelan. Sebab punya Rudi terlalu besar, tidak seperti biasanya yang sering Bapakmu masukkan ke dalam punya ibu," kata Bu Ambar meminta pengertian Rudi. Memang postur tubuh Rudi mengikuti garis keturunan Bu Ambar, tidak seperti bapaknya yang pendek dan kecil. "Sudah, sekarang punya Rudi digerakkan pelan-pelan naik-turun. Tapi pelan ya Rud!" perintah ibunya lembut pada Rudi sambil membelai-belai rambut anaknya penuh kasih sayang. Kini Rudi mulai menggerak-gerakkan penisnya naik-turun perlahan di dalam liang sempit yang hangat itu. Liang itu berdenyut-denyut, seperti mau melumat kemaluannya. Rasanya nikmat sekali. Kini mulutnya ia dekatkan ke mulut ibunya. Mereka pun berciuman mesra sekali, saling menggigit bibir, bertukar ludah dan mempermainkan lidah di dalam mulut yang lain. Tangan Rudi mulai menggerayangi payudara putih mulus yang sudah mengeras bertambah liat itu. Diremas-remasnya perlahan, sambil sesekali dipiojit-pijitnya bagian puting susu tang sudah mencuat ke atas. Tangan Bu Ambar membelai-belai kepala anaknya dengan lembut. Pinggulnya yang besar ia goyang-goyangkan agar anaknya merasakan kenikmatan di dalam selangkangannya. Sementara vaginanya mulai berlendir lagi dan gesekan alat kelamin ibu dan anak itu menimbulkan bunyi yang seret-seret basah. "Prrtt.. prrtt.. prrtt.. ssrrtt.. srrtt.. srrtt.. pprtt.. prrtt.."
Penis besar anaknya memang terasa sekali, membuat kemaluannya seperti mau robek. Vaginanya menjadi membengkak besar kemerah-merahan seperti baru melahirkan. Membuat syaraf-syaraf di dalam liang senggamanya menjadi sangat sensirif terhadap sodokan kepala penis anaknya. Sodokan kepala penis itu terasa mau membelah bagian selangkangannya. Belum lagi urat-urat besar seperti cacing yang menonjol di sekeliling batang kemaluan anaknya membuat Bu Ambar merasakan nikmat. Meski agak pegal dan nyeri tapi rasa enak di kemaluannya lebih besar. Ia merasakan seperti saat malam pertama. Agak sakit tapi enak. Lendirnya kini makin banyak keluar membanjiri kemaluannya, karena rangsangan hebat pada Bu Ambar. Ketika Rudi membenamkan seluruh batang kemaluannya, Bu Ambar merasakan seperti benda besar dan hangat berdenyut-denyut itu masuk ke rahimnya. Perutnya kini sudah bisa menyesuaikan diri tidak mulas lagi ketika saat pertama tadi anaknya menyodok-nyodokkan penisnya dengan keras.
Bu Ambar kini mulai menuju puncak orgasme. Vaginanya mulai menjepit-jepit dengan kuat penis anaknya. Kakinya diangkatnya menjepit kuat pinggang anaknya dan tangannya menjambak-jambak rambur Aanaknya. Dengan beberapa hentakan keras pinggulnya, muncratlah air maninya dalam lubang kemaluannya menyiram dan mengguyur kemaluan anaknya. Setelah itu Bu Ambar terkulai lemas di bawah tubuh berat anaknya. Kakinya mengangkang lebar lagi pasrah menerima tusukan-tusukan kemaluan Rudi yang semakin cepat. Tangannya menelentang, memperlihatkan bulu ketiaknya yang tumbuh subur lebat dan panjang. Mengetahui hal itu Rudi melepaskan kulumannya pada mulut ibunya agar ia bisa bernafas lega. Bu Ambar tampak terengah-engah seperti baru lari maraton. "Ibu sudah tua, Rud. Nggak kayak dulu lagi bisa tahan sampai lama. Tenaga dan kondisi fisik Ibu tidak sekuat dulu lagi. Jadi, Ibu tidak bisa mengimbangi kamu," bisik ibunya sambil mengatur napas. Keringat Bu Ambar nampak bercucuran dari sekujur tubuhnya membuat hawa semakin hangat.
Tanpa merasa lelah Rudi terus memacu penisnya dan sesekali menggoyang-goyangkan pinggulnya. Sepertinya ia ingin mengorek-ngorek setiap sudut jalan bayi yang dulu dilaluinya. Suara bunyi becek makin keras terdengar karena liang itu kini sudah dibanjiri lendir kental yang membuatnya agak lebih licin. Bu Ambar mulai merasakan pegal lagi di kemaluannya karena gerakan anaknya yang bertambah liar dan kasar. Tubuhnya ikut terguncang-guncang ketika Rudi menghentak-hentakkan pinggulnya dengan keras dan cepat. "Plok.. plokk.. ploll.. plookk.. crrpp.. crrpp.. crrpp.. srrpp.. srrpp.." Bunyi keras terdengar dari persenggamaan ibu anak itu. "Rud pelan, Rud..!" desis ibunya sambil meringis kesakitan. Kemaluannya terasa nyeri dan pinggulnya pegal karena agresivitas anaknya yang seperti kuda liar. Rudi yang merasakan dalam selangkangannya mulai terkumpul "bom" yang mau meledak tidak menyadari ibunya sudah kewalahan, malahan terus mempercepat gerakannya.
Bu Ambar hanya bisa pasrah membiarkan dirinya diperlakukan seperti itu. Ia tidak ingin mengganggu kesenangan anaknya. Baginya yang lebih penting hanyalah bisa memberikan tempat penyaluran kebutuhan biologis yang aman dan nyaman untuk anak yang disayanginya. Kakinya menjejak-jejak kasur dan pinggulnya yang besar disentak-sentakkannya perlahan untuk mengimbangi rasa nyeri dan pegal. Napasnya mendesah-desah seperti orang kepanasan habis makan cabai dan tangannya menjambak rambut anaknya. Kini Rudi sudah mencapai orgasme. Dipagutnya leher jenjang ibunya dan ditekankannya badannya kuat-kuat sambil menghentakkan pinggulnya keras berkali-kali membuat tubuh ibunya ikut terdorong. Muncratlah air mani dari penisnya mengguyur rahim dan kemaluan ibunya. Karena banyaknya sampai-sampai ada yang keluar membasahi permukaan sprei.
Sementara Bu Ambar merasakan tulang-tulang di daerah pinggulnya seperti rontok, karena sodokan bertenaga dari anaknya. Tapi ia bahagia karena anaknya bisa mendapatkan kepuasan dari tubuhnya yang sebenarnya sudah tua. Rudi akhirnya terbujur lemas di atas tubuh ibunya dengan keringat bercucuran membasahi tubuh keduanya. Dikecupnya lembut bibir ibunya. "Bu, terima kasih, yaa. Rudi sayang sekali dengan Ibu," bisik Rudi terengah-engah mengatur napasnya kembali. "Ibu juga, sayang," desah Bu Ambar pelan sambil membelai rambut anak semata wayangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar