Saya ingin menceritakan suatu pengalaman seks yang pertama kali saya alami pada masa remaja. Saat itu saya berumur 14 tahun. Saya sering sakit-sakitan kala itu. Sampai-sampai suatu hari saya harus dirawat di rumah sakit A, di kota Surabaya. Sakit yang saya derita adalah karena terjadinya pembengkakan di saluran jantung saya. Telapak kaki saya bengkak-bengkak dan kalau saya lari lebih dari satu kilometer, saya langsung ngos-ngosan. Ibu saya kemudian memutuskan saya untuk meminta perawatan dokter S, ahli jantung terkenal saat itu. Si dokter malam itu juga meminta saya dirawat inap di rumah sakit. Nah, dari rumah sakit itulah, saya mengalami pengalaman seks terhebat yang akan saya kenang seumur hidup saya.
Karena minum obat yang diberikan dokter, malam pertama saya menginap di rumah sakit, saya tidak bisa tidur. Saya maunya kencing terus. Sebuah botol besar telah disiapkan untuk menampung air urine saya. Otomatis, penis saya harus dimasukkan ke botol itu. Oleh dokter, saya tidak diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur. Jadi sambil tiduran, saya tinggal memasukkan penis ke dalam botol yang sudah ada di samping ranjang. Ada satu perawat yang rupanya begitu telaten menjaga dan merawat saya malam itu. Seharusnya ia tidak boleh memperhatikan saya membuang urine di botol. Tetapi tatkala saya membuka piyama dan celana dalam saya, dan mengarahkan penis ke mulut botol, eh si perawat yang belakangan kuketahui bernama Wiwin Damayanti malah membantu memegang penis saya. Dengan pelan dan lembut tangan kirinya memegang penis kecil saya yang masih kecil, sedangkan tangan kanannya ikut memegang botol itu. Setelah urine saya keluar, ia membersihkan penis saya dengan tissue. Sambil terus membersihkannya, ia memperhatikanku dengan senyuman aneh.
“Dik… kamu tahu bendamu ini bisa membuat kamu melayang-layang?” tanyanya tiba-tiba. “Maksud Mbak?” tanyaku pura-pura tidak mengerti. Aku sudah tahu apa maksudnya. Wong, aku sudah pernah nonton video BF seminggu yang lalu. “Iya… kalo si kecil ini dipegang, dikocok-kocok oleh tangan halus seorang wanita kemudian dihisap dan dikulum olehnya, pasti deh kamu akan merasakan keenakan yang luar biasa.. lebih dari yang lain yang ada di dunia ini…” jawab Mbak Wiwin lagi. “Masa sih, Mbak? Pengen coba nih.. bisa nggak Mbak melakukannya buat saya?” tanyaku hati-hati dengan perasaan campur baur. Berani juga nih cewek. “Kamu benar-benar mau?” tanyanya penuh semangat. Tanpa menunggu jawabanku lagi, ia menaruh tissue itu lalu memegang kejantananku dan pelan-pelan mulai mengocok-ngocoknya. Wah… memang benar enak kocokannya. Pelan tapi pasti. Beberapa menit kemudian ia jongkok di samping tempat tidur. Mulutnya dibuka lalu batang kejantananku dimasukkan ke dalamnya. Mula-mula dihisapnya, dikulum lalu dijilat-jilatnya kepala kejantananku.
Untuk pertama kalinya dalam masa remajaku, aku merasakan sesuatu yang amat sangat nikmat! Entah apa namanya.. surga dunia kali ya? Tanpa disangka-sangka Mbak Wiwin memegang tangan kananku lalu menuntunnya masuk ke balik seragamnya. Ya.. itu dia!! Gunung kembarnya begitu kenyal dan besar kurasakan. Tanpa disuruh lagi aku pun meremas-remas, meraba-raba ’susu’ ajaibnya itu. Sementara itu ia terus saja mengulum dan mengisap kejantananku dengan penuh nafsu.
Beberapa menit kemudian aku mulai merasa akan ada sesuatu yang akan keluar dari tubuhku yang masih lemah karena sakit. “Crot..! crot…! crot…!” Sesuatu berwarna putih kekuning-kuningan dan agak kental keluar dari batang kejantananku dan tanpa ampun lagi langsung menyemprot masuk ke mulut Mbak Wiwin. Setelah sembilan kali semprot, ia menjilati kejantananku dengan mimik muka penuh kepuasan.
“Gimana Dik…? Puas nggak?…” tanyanya sambil tersenyum. Terlihat bekas cairan kental itu di mulut dan bibirnya. “Wah nikmat ya Mbak… Boleh dong aku minta lagi…?” jawabku penuh harap. “Boleh dong… tapi jangan sekarang ya… kamu harus istirahat dulu… besok pagi kamu pasti akan merasa lebih puas lagi… Mbak janji deh…” ujarnya dengan mimik seperti menyembunyikan sesuatu.
Aku pun mengangguk. Mungkin karena kelelahan setelah di ‘karaoke’ oleh gadis perawat yang cantik dan sexy, aku pun tertidur malam itu. Tapi tengah malam, sekitar pukul dua dini hari, aku merasa ’senjata’ andalanku kembali diobok-obok dan kini yang mengoboknya bukan hanya Mbak Wiwin tetapi seorang perawat lain juga. Namanya belakangan kuketahui adalah Viviana. Gadis ini juga tak kalah cantik bahkan buah dadanya itu benar-benar menggelembung di balik seragam putihnya. Lebih besar dari punya Mbak Wiwin dan juga pasti lebih kenyal!
Mereka terus saja menjilati, mengulum dan menghisap-hisap batanganku. Yang seorang di sebelah kananku dan yang seorang lagi di sebelah kiriku. Tanganku yang kiri meremas-remas susu Viviana sedang tangan yang kanan meremas susunya Wiwin. Setelah sepuluh menit, batang kejantananku mulai mengeras dan siap untuk ditusukkan. Viviana kemudian naik ke atas ranjang dan menyingkapkan roknya. Duh.. rupanya ia sudah tidak mengenakan celana dalam. Ia kemudian duduk di atas kepalaku. Dengan sengaja ia mengarahkan liang kewanitaannya ke wajahku. Aku tiba-tiba teringat dengan film porno yang pernah kutonton seminggu yang lalu. Ya… aku harus menjilatnya terutama di bagian kecil dan merah itu… ya apa ya namanya? Klitoris ya? nah itu dia! Tanpa disuruh dua kali aku langsung mengarahkan lidahku ke bagiannya itu.
“Slep… slep… slep…” terdengar bunyi lidahku saat bersentuhan dengan klitoris Viviana. Dan Wiwin? Rupanya ia sudah membuka seluruh pakaian seragamnya lalu menduduki batanganku yang sudah sangat mengeras dan berdiri dengan gagahnya. Dengan tangan kirinya ia meraih batang kejantananku itu lalu dengan pelan ia mengarahkan senjataku itu ke liang senggamanya. “Bles… jleb… bles…” batang kejantananku sudah masuk separuh, ia terus saja bergoyang ke bawah ke atas. Buah dadanya yang montok bergoyang-goyang dengan indahnya, kedua tangannya memegang sisi ranjang.
Wah… dikeroyok begini sih siapa yang nggak mau, bisa main dua ronde nih. Setelah beberapa menit, kami berganti posisi. Viviana kusuruh tidur dengan posisi tertelungkup. Sementara Wiwin juga tidak ketinggalan. Lalu dengan penuh nafsu aku membawa batanganku dan mengarahkannya ke liang senggama Viviana dari arah belakang. “Bles… bles… bles…jeb!!” Liang senggamanya berhasil ditembus oleh senjataku. Terdengar suara lenguhan Viviana karena merasa nikmat. “Uh.. uh.. uh.. uh.. Terus Dik.. Enak…ikmat..!” Tanganku pun tidak kalah hebatnya. Kuraih buah dadanya sambil kuremas-remas. Puting payudaranya kupegang-pegang.
“Gantian dong…” tiba-tiba Wiwin minta jatah. Duh, hampir kulupakan si doi. Aku cabut batang kejantananku dari liang senggama Viviana lalu kubawa ke ranjang sebelah di mana telah menanti Wiwin yang sedang mengelus-elus kemaluannya yang indah. Tanpa menunggu lagi, aku naik ke ranjang itu lalu kumasukkan dengan dorongan yang amat keras ke liang senggamanya.“Jangan keras-keras dong Dik…” erangnya nikmat. “Habis mau keluar nih, Mbak… Di dalam atau di luar…” aku tiba-tiba merasakan bahwa ada sesuatu yang nikmat akan lepas dari tubuhku. “Di mukaku aja Dik..” jawabnya di tengah erangan nafsunya. Lalu kutarik batang kejantananku dari liang senggamanya yang sedang merekah dan membawanya ke kepalanya. Lalu aku menumpahkan cairan putih kental itu ke wajahnya. “Crot.. crot…crott.. crot.. crot!” Kasihan juga Mbak Wiwin, wajahnya berlepotan spermaku. Ia tersenyum dan berkata, “Terima kasih Dik… aku amat puas… demikian juga Mbak Vivi…”
Belakangan setelah aku keluar dari rumah sakit, aku mendengar bahwa Wiwin dan Viviana memang bukan perawat tetap di rumah sakit itu. Mereka hanya bekerja sambilan saja. Mereka sebenarnya dua orang mahasiswi kedokteran di sebuah universitas swasta di Surabaya. Tiap kali mereka bekerja di sana, selalu ada saja pasien pria entah remaja atau orang dewasa yang berhasil mereka ajak berhubungan seks minimal satu kali. Nah lho..!
Karena minum obat yang diberikan dokter, malam pertama saya menginap di rumah sakit, saya tidak bisa tidur. Saya maunya kencing terus. Sebuah botol besar telah disiapkan untuk menampung air urine saya. Otomatis, penis saya harus dimasukkan ke botol itu. Oleh dokter, saya tidak diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur. Jadi sambil tiduran, saya tinggal memasukkan penis ke dalam botol yang sudah ada di samping ranjang. Ada satu perawat yang rupanya begitu telaten menjaga dan merawat saya malam itu. Seharusnya ia tidak boleh memperhatikan saya membuang urine di botol. Tetapi tatkala saya membuka piyama dan celana dalam saya, dan mengarahkan penis ke mulut botol, eh si perawat yang belakangan kuketahui bernama Wiwin Damayanti malah membantu memegang penis saya. Dengan pelan dan lembut tangan kirinya memegang penis kecil saya yang masih kecil, sedangkan tangan kanannya ikut memegang botol itu. Setelah urine saya keluar, ia membersihkan penis saya dengan tissue. Sambil terus membersihkannya, ia memperhatikanku dengan senyuman aneh.
“Dik… kamu tahu bendamu ini bisa membuat kamu melayang-layang?” tanyanya tiba-tiba. “Maksud Mbak?” tanyaku pura-pura tidak mengerti. Aku sudah tahu apa maksudnya. Wong, aku sudah pernah nonton video BF seminggu yang lalu. “Iya… kalo si kecil ini dipegang, dikocok-kocok oleh tangan halus seorang wanita kemudian dihisap dan dikulum olehnya, pasti deh kamu akan merasakan keenakan yang luar biasa.. lebih dari yang lain yang ada di dunia ini…” jawab Mbak Wiwin lagi. “Masa sih, Mbak? Pengen coba nih.. bisa nggak Mbak melakukannya buat saya?” tanyaku hati-hati dengan perasaan campur baur. Berani juga nih cewek. “Kamu benar-benar mau?” tanyanya penuh semangat. Tanpa menunggu jawabanku lagi, ia menaruh tissue itu lalu memegang kejantananku dan pelan-pelan mulai mengocok-ngocoknya. Wah… memang benar enak kocokannya. Pelan tapi pasti. Beberapa menit kemudian ia jongkok di samping tempat tidur. Mulutnya dibuka lalu batang kejantananku dimasukkan ke dalamnya. Mula-mula dihisapnya, dikulum lalu dijilat-jilatnya kepala kejantananku.
Untuk pertama kalinya dalam masa remajaku, aku merasakan sesuatu yang amat sangat nikmat! Entah apa namanya.. surga dunia kali ya? Tanpa disangka-sangka Mbak Wiwin memegang tangan kananku lalu menuntunnya masuk ke balik seragamnya. Ya.. itu dia!! Gunung kembarnya begitu kenyal dan besar kurasakan. Tanpa disuruh lagi aku pun meremas-remas, meraba-raba ’susu’ ajaibnya itu. Sementara itu ia terus saja mengulum dan mengisap kejantananku dengan penuh nafsu.
Beberapa menit kemudian aku mulai merasa akan ada sesuatu yang akan keluar dari tubuhku yang masih lemah karena sakit. “Crot..! crot…! crot…!” Sesuatu berwarna putih kekuning-kuningan dan agak kental keluar dari batang kejantananku dan tanpa ampun lagi langsung menyemprot masuk ke mulut Mbak Wiwin. Setelah sembilan kali semprot, ia menjilati kejantananku dengan mimik muka penuh kepuasan.
“Gimana Dik…? Puas nggak?…” tanyanya sambil tersenyum. Terlihat bekas cairan kental itu di mulut dan bibirnya. “Wah nikmat ya Mbak… Boleh dong aku minta lagi…?” jawabku penuh harap. “Boleh dong… tapi jangan sekarang ya… kamu harus istirahat dulu… besok pagi kamu pasti akan merasa lebih puas lagi… Mbak janji deh…” ujarnya dengan mimik seperti menyembunyikan sesuatu.
Aku pun mengangguk. Mungkin karena kelelahan setelah di ‘karaoke’ oleh gadis perawat yang cantik dan sexy, aku pun tertidur malam itu. Tapi tengah malam, sekitar pukul dua dini hari, aku merasa ’senjata’ andalanku kembali diobok-obok dan kini yang mengoboknya bukan hanya Mbak Wiwin tetapi seorang perawat lain juga. Namanya belakangan kuketahui adalah Viviana. Gadis ini juga tak kalah cantik bahkan buah dadanya itu benar-benar menggelembung di balik seragam putihnya. Lebih besar dari punya Mbak Wiwin dan juga pasti lebih kenyal!
Mereka terus saja menjilati, mengulum dan menghisap-hisap batanganku. Yang seorang di sebelah kananku dan yang seorang lagi di sebelah kiriku. Tanganku yang kiri meremas-remas susu Viviana sedang tangan yang kanan meremas susunya Wiwin. Setelah sepuluh menit, batang kejantananku mulai mengeras dan siap untuk ditusukkan. Viviana kemudian naik ke atas ranjang dan menyingkapkan roknya. Duh.. rupanya ia sudah tidak mengenakan celana dalam. Ia kemudian duduk di atas kepalaku. Dengan sengaja ia mengarahkan liang kewanitaannya ke wajahku. Aku tiba-tiba teringat dengan film porno yang pernah kutonton seminggu yang lalu. Ya… aku harus menjilatnya terutama di bagian kecil dan merah itu… ya apa ya namanya? Klitoris ya? nah itu dia! Tanpa disuruh dua kali aku langsung mengarahkan lidahku ke bagiannya itu.
“Slep… slep… slep…” terdengar bunyi lidahku saat bersentuhan dengan klitoris Viviana. Dan Wiwin? Rupanya ia sudah membuka seluruh pakaian seragamnya lalu menduduki batanganku yang sudah sangat mengeras dan berdiri dengan gagahnya. Dengan tangan kirinya ia meraih batang kejantananku itu lalu dengan pelan ia mengarahkan senjataku itu ke liang senggamanya. “Bles… jleb… bles…” batang kejantananku sudah masuk separuh, ia terus saja bergoyang ke bawah ke atas. Buah dadanya yang montok bergoyang-goyang dengan indahnya, kedua tangannya memegang sisi ranjang.
Wah… dikeroyok begini sih siapa yang nggak mau, bisa main dua ronde nih. Setelah beberapa menit, kami berganti posisi. Viviana kusuruh tidur dengan posisi tertelungkup. Sementara Wiwin juga tidak ketinggalan. Lalu dengan penuh nafsu aku membawa batanganku dan mengarahkannya ke liang senggama Viviana dari arah belakang. “Bles… bles… bles…jeb!!” Liang senggamanya berhasil ditembus oleh senjataku. Terdengar suara lenguhan Viviana karena merasa nikmat. “Uh.. uh.. uh.. uh.. Terus Dik.. Enak…ikmat..!” Tanganku pun tidak kalah hebatnya. Kuraih buah dadanya sambil kuremas-remas. Puting payudaranya kupegang-pegang.
“Gantian dong…” tiba-tiba Wiwin minta jatah. Duh, hampir kulupakan si doi. Aku cabut batang kejantananku dari liang senggama Viviana lalu kubawa ke ranjang sebelah di mana telah menanti Wiwin yang sedang mengelus-elus kemaluannya yang indah. Tanpa menunggu lagi, aku naik ke ranjang itu lalu kumasukkan dengan dorongan yang amat keras ke liang senggamanya.“Jangan keras-keras dong Dik…” erangnya nikmat. “Habis mau keluar nih, Mbak… Di dalam atau di luar…” aku tiba-tiba merasakan bahwa ada sesuatu yang nikmat akan lepas dari tubuhku. “Di mukaku aja Dik..” jawabnya di tengah erangan nafsunya. Lalu kutarik batang kejantananku dari liang senggamanya yang sedang merekah dan membawanya ke kepalanya. Lalu aku menumpahkan cairan putih kental itu ke wajahnya. “Crot.. crot…crott.. crot.. crot!” Kasihan juga Mbak Wiwin, wajahnya berlepotan spermaku. Ia tersenyum dan berkata, “Terima kasih Dik… aku amat puas… demikian juga Mbak Vivi…”
Belakangan setelah aku keluar dari rumah sakit, aku mendengar bahwa Wiwin dan Viviana memang bukan perawat tetap di rumah sakit itu. Mereka hanya bekerja sambilan saja. Mereka sebenarnya dua orang mahasiswi kedokteran di sebuah universitas swasta di Surabaya. Tiap kali mereka bekerja di sana, selalu ada saja pasien pria entah remaja atau orang dewasa yang berhasil mereka ajak berhubungan seks minimal satu kali. Nah lho..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar