Profesiku yang sebenarnya adalah pengacara, tetapi belakangan ini aku lebih dikenal sebagai seorang paranormal yang sanggup untuk memecahkan masalah masalah yang sulit termasuk menyembuhkan beberapa penyakit yang disebabkan oleh gangguan psikis. Sebenarnya ini semua hanya bermula dari keisenganku menggoda isteri temanku yang kukira sedang kesepian. Aku mencoba membohonginya dengan membaca beberapa ciri khas ditubuhnya demi untuk dapat menidurinya, tetapi diluar dugaanku ramalanku ternyata cocok, dan tanpa menceritakan affairku dengannya ternyata Evie sudah menceritakan kemampuanku ini pada semua kenalannya, sehingga aku menjadi seperti saat ini, paranormal! Aku sangat menikmati kemampuan baruku ini, meskipun tidak pada setiap orang aku berani mengganggunya, tetapi anehnya hampir semua klienku bersedia menuruti permintaanku tanpa rewel, cuma seperti yang kukatakan, tak semuanya aku tiduri!
Seperti siang ini, dikantorku sudah ada beberapa wanita menungguku, ketika aku datang, aku sempat tersenyum kepada mereka dan memandang mereka satu persatu. Semuanya rata rata perempuan kaya dan cantik, tetapi ada seorang ibu yang kelihatan anggun dengan tubuh yang tinggi besar sangat sesuai dengan seleraku. Dimeja kerjaku kulihat berjajar empat lembar kartu kecil bertuliskan nama nama pasienku, kartu ini dibuat oleh sekretarisku Lenny. Kubaca satu persatu tetapi aku tak dapat menduga mana kartu ibu yang kuinginkan itu, sehingga kupanggil Lenny untuk memanggil mereka satu demi satu. Lenny sudah menjadi sekretarisku selama 3 tahun, jarang ada sekretarisku yang tahan begitu lama, karena rata rata mereka cantik sehingga mereka laku keras untuk kimpoi. Lenny seringkali juga memuaskan nafsuku, terutama bila aku sedang iseng dikantor ini, kami sering main dimeja kerja, dikursi bahkan dikamar mandi, semuanya kami lakukan dengan diam diam tanpa ada seorangpun yang curiga. Lennypun tahu dengan jelas hobbyku main cewek, bahkan seringkali dia kusuruh mengintai manakala aku berhubungan seks dengan klienku dan biasanya setelah itu, Lenny juga minta jatah karena dia tak dapat menahan nafsunya sendiri.
Lenny dengan gayanya yang anggun dan alim segera memanggil salah satu dari tamuku, ketika si ibu masuk ternyata bukan ibu yang kuinginkan melainkan seorang ibu muda yang kelihatan genit tetapi wajahnya kelihatan kalau dalam keadaan sumpeg. Kuperhatikan tubuhnya dari jauh, ia memakai blus tanpa lengan sehingga memamerkan lengannya yang mulus sementara tubuhnya langsing dengan pantat yang besar. Bibirnya agak tebal dan wajahnya cantik sekali. Ia langsung menyalami aku dan memperkenalkan namanya Ria, rupanya ia lebih senang dipanggil dengan nama kecilnya daripada dengan nama suaminya, aku yakin dia sudah bersuami karena sempat kulihat cincin kimpoi berlian yang melingkar dijarinya. Setelah berbasa basi sejenak Ria segera menceritakan masalahnya kepadaku, rupanya dia sedang dalam kesulitan karena hobbynya bermain judi. Meskipun judi dilarang di Jakarta ini, tetapi ia berjudi melalui jaringan parabola, katanya dia dulu menang cukup banyak tetapi sudah dua bulan ini dia terus menerus sial sehingga hampir semua hartanya sudah habis. Saat ini dia takut kalau suaminya tahu dan dia akan diceraikan.
Aku tersenyum mendengar ceritanya ini, bagiku ini kasus biasa dan mudah, pasti beres. Tanpa membuang waktu aku menanyai Ria apakah menjelang dia kalah terus itu dia pernah melakukan sesuatu yang kurang baik, dia menyatakan rasanya kok tidak pernah, karena katanya kalau dia menang maka dia selalu baik kepada orang lain. Aku berkata kepadanya bila memang begitu maka kemungkinan sialnya ada dibadannya dan aku harus mencarinya dan kemudian menangkalnya. Tanpa ragu kusuruh ia membuka pakaiannya dan telanjang bulat didepanku. Ria memandangku dengan tajam dan kemudian dia bangkit dan mulai melepas pakaiannya. Diluar kebiasaan yang aku ketahui, yang pertama dibuka Ria adalah roknya dan kemudian celana dalamnya sehingga aku langsung dapat melihat nonoknya yang dihiasi jembut hitam, baru kemudian dia membuka blus dan behanya. Seperti dugaanku susu Ria tidak terlalu montok tetapi mengkal dan bulat dengan pentil merah muda.
Dalam keadaan telanjang bulat Ria berdiri mematung didepanku kakinya rapat dan tangannya terlipat diperutnya. Kusuruh ia berputar sehingga aku juga dapat melihat pantatnya yang montok itu, benar-benar seksi. Dari apa yang kulihat aku langsung menyuruhnya duduk didepanku. Kukatakan bahwa aku sudah tahu dimana letak sialnya yaitu dari paha kanannya. Aku katakan bahwa semuanya sudah beres. Ria rasanya tidak percaya kalau aku mengatakan seperti itu, dia minta agar aku membuktikan kata kataku itu. Dengan ngawur aku minta dia mencabut jembutnya sendiri secara sembarangan, Ria menuruti permintaanku itu dan meletakkan jembutnya dimejaku. Kusuruh ia menghitungnya ternyata jumlahnya 3 lembar, kusuruh ia mencabut sekali lagi dan kali ini jumlahnya 4 lembar. Kuminta dia untuk memasang taruhan diangka 34 atau 43 dan buktikan sendiri. Baru saat itu Ria bisa tersenyum, ia mengucapkan terimakasih dan segera kuminta ia berpakaian kembali. Selesai merapikan pakaiannya, Ria menjabat tanganku erat erat dan mengatakan terimakasih. Aku mengangguk ramah, dan aku yakin bilamana saat itu aku minta dia untuk menghisap kont*lku pasti dia dengan senang hati mau melakukannya, tetapi aku punya target lain.
Ketika Ria keluar seorang ibu menyusul masuk, lagi lagi bukan ibu yang kuinginkan kali ini seorang ibu berumur sekitar 40 tahunan, wajahnya cantik tanpa polesan make up yang menyolok, ia memperkenalkan dirinya sebagai ibu Sugito, seorang pejabat penting yang pernah kudengar namanya. Ia langsung bercerita kalau suaminya punya simpanan wanita yang hebat sehingga dia merasa sedih sekali. Meskipun sejak dulu dia tahu kalau suaminya sering main perempuan, tetapi baru kali ini dia kecantol dengan pacarnya. Aku langsung mengatakan bahwa aku harus melihat tubuhnya agar bisa melihat dimana letak masalahnya. Mulanya ibu ini agak keberatan dia bertanya apakah tidak bisa kalau hanya dengan melihat wajah atau bagian lain yang terbuka. Aku hanya berkata enteng, kalau ibu percaya pada saya silahkan, kalau tidak silahkan juga kembali karena hanya itu caraku memeriksa pasien.
Dengan hati berat dia mulai membuka pakaiannya, pertama yang dibukanya adalah jacket ungunya, ketika ia melepaskan jacket itu aku sempat melihat ketiaknya yang lebat dengan bulu, aku sempat tertegun melihatnya karena bila ketiaknya saja seperti itu alangkah lebat jembutnya. Susu bu Sugito montok tetapi sudah agak kendur dengan pentil coklat kehitam hitaman, ketika ia membuka roknya, kembali ia ragu. Gerakannya terhenti sementara ia berdiri dengan hanya memakai celana dalam tipis berwarna putih yang jelas sekali menampakkan bayangan jembutnya yang hitam dan lebat itu. Aku sengaja mendiamkannya karena aku mau melihat apa yang dimaui ibu ini, tetapi aku sudah merencanakan bahwa ibu yang satu ini akan aku periksa habis habisan biar dia kapok.
Akhirnya bu Sugito jadi juga membuka celananya sehingga terpampanglah dihadapanku tubuhnya yang mulus dengan bulu yang sangat lebat dipangkal pahanya serta diketiaknya. Dari yang aku lihat ini aku langsung tahu bahwa ibu ini hyperseks. Jadi aku heran juga kenapa dia begitu ragu ragu untuk telanjang dihadapanku, hal ini membuat aku jadi ingin mengetahui sebabnya. Ibu Sugito hanya berdiri mematung didepanku tangannya berusaha menutupi pangkal pahanya. Aku langsung berdiri dari kursiku dan berjalan mendekatinya, aku memutari tubuhnya yang bersih dan harum itu, tetapi tak ada sesuatu yang janggal. Tanpa ragu kusuruh dia duduk disofa yang ada diruangku dan kubaringkan. Dengan pelahan aku merentangkan kakinya sehingga aku dapat melihat nonoknya yang penuh bulu itu, karena bulunya sangat lebat, terpaksa aku menyibakkannya sehingga dapat kulihat bibir kemaluannya.
Aku agak kaget ketika kulihat liang nonok ibu Sugito ini begitu lebar dan bibirnya menjuntai keluar. Rupanya ibu Sugito senang masturbasi dengan alat alat sehingga liangnya jadi molor seperti ini. Aku langsung menanyakan hal ini kepadanya dan dengan malu malu dia mengiakan dugaanku. Untuk menangkal masalahnya, aku minta ibu Sugito untuk saat itu juga melakukan masturbasi didepanku, dengan ragu ragu ia berdiri dan mengambil handbagnya, dari situ ia mengeluarkan sebuah alat mirip kont*l yang berwarna coklat, setelah itu dia duduk lagi dan mengambil posisi seperti jongkok untuk kemudian kont*l karet itu dimasukkannya kedalam liang nonoknya sampai amblas tinggal pangkalnya saja.
Setelah itu dia memutar mutar pantatnya diatas kont*l karet itu sambil memejamkan matanya. Aku sendiri jadi tak tahan melihat pemandangan ini, akupun duduk didepannya dan kukeluarkan kont*lku yang langsung juga kukocok kocok mengimbangi bu Sugito yang sedang asyik, bu Sugito jadi kaget ketika melihat aku mengeluarkan kont*lku yang begitu panjangnya, gerakannya terhenti memandang kont*lku yang 18 cm itu. Ternyata dia berani juga menanyakan mengapa kok tidak kont*lku saja yang dimasukkan nonoknya agar benar benar nikmat, aku mengatakan bahwa aku tidak boleh melakukan itu. Kuminta dia agar segera berusaha mencapai puncak kenikmatannya. Rupanya ibu Sugito tidak tahan melihat tanganku mengelus elus kont*lku sendiri yang tegak lurus seperti tiang bendera itu. Ia mulai merintih makin lama makin keras dan akhirnya ia mengejang mencapai kepuasannya.
Dasar hyperseks, ketika ia melepas kont*l karetnya, tangannya ikut ikutan meremas kont*lku dengan lembut. Aku berkata kepadanya bahwa aku mau memasukkan kont*lku kenonoknya asal aku tidak melakukan gerakan apapun. Ibu Sugito mengangguk dan akupun segera mengarahkan kont*lku ke antara selangkangan bu Sugito yang sudah merentangkan kakinya lebar lebar itu. Sekali tekan kont*lku masuk separuh dan ternyata aku tidak bisa menghabiskan seluruh kont*lku kedalam liangnya. Aku benar benar heran, karena dengan kont*l karet yang begitu besar dia sanggup menelannya sampai habis, tetapi kenapa kont*lku kok hanya masuk tiga perempatnya. Aku tidak perduli, sementara ibu Sugito sibuk memutar mutar pantatnya agar dia dapat mencapai orgasme lagi. Memang benar sekitar 5 menit dia merintih keras dan kurasakan cairan hangat membasahi ujung kont*lku. Tanganku segera meraih interkom dan kupanggil Lenny agar masuk.
Ketika Lenny memasuki ruanganku, ibu Sugito jadi kaget dan berusaha menutupi tubuhnya, tetapi Lenny tak perduli, dia langsung mendatangi aku yang duduk dikursi. Aku minta Lenny untuk mengambil tisue basah dan membersihkan kont*lku yang masih gagah itu dengan tisue. Lenny dengan sigap mengeringkan cairan nonok ibu Sudrajad yang ada dikont*lku sementara aku diam saja diatas kursi, ketika semuanya sudah kering dan bersih, Lenny tanpa sungkan sempat mengulum ujung kont*lku serta meremasnya sebelum dia masuk lagi keruangannya. Aku langsung kembali ketempat dudukku dan segera kuberikan penangkal tambahan untuk masalah ibu Sugito ini, aku yakin bahwa dalam waktu 1 minggu suaminya akan kembali kepadanya, karena sebenarnya ibu Sugito sangat pandai memuaskan suaminya hanya saja mungkin belakangan ini dia terlalu sering main sendiri sehingga dia jadi lengah.
Baru pasien yang ketiga, ibu yang aku inginkan memasuki ruangan kantorku, benar benar cantik dan anggun tinggi besar dengan rambut sebahu, bibir sensual dan hidung mancung, kakinya mulus dan ramping benar benar aduhai. Ketika memperkenalkan diri, tangannya terasa hangat dan empuk sekali, suaranya yang agak serak membuat aku makin terangsang sehingga hampir aku tidak mendengar ketika ia menyebutkan namanya Pratiwi. Aku berusaha bersikap tenang dan wajar mendengarkan keluhannya. Pratiwi adalah seorang pengusaha yang menjadi rekanan pemerintah, omzetnya miliaran, tetapi belakangan ini bisnisnya mengendur karena banyak tender yang meleset dan jatuh ketangan pengusaha lain. Dia sudah berusaha macam macam tetapi semuanya gagal total bahkan belakangan ini perusahaannnya hampir kena penalti karena kekeliruan karyawannya.
Pratiwi benar benar gelisah dan ngeri oleh semuanya ini. Wajahnya yang cantik kelihatan tegang dan dicuping hidungnya kulihat bintik bintik keringat menambah keseksiannya. Melihat aku memandangnya, Pratiwi juga balas memandang tanpa berkedip. Tiba tiba aku bertanya kepadanya, apakah dia percaya bahwa kehidupan seks nya sangat mempengaruhi pekerjaannya, Pratiwi mengangguk dengan pelan, kulihat matanya sedikit berkedip seperti kaget. Aku langsung menyambung pertanyaanku dengan pertanyaan yang aku sendiri tidak menyangka kalau itu keluar dari mulutku, karena aku menanyakan apakah dia seorang lesbian.
Diluar dugaanku dia mengangguk, tetapi dia menambahkan bahwa dia juga suka berhubungan dengan pria. Aku menanyakan kepada Pratiwi, coba ibu tebak, berapa kira kira panjang kemaluan saya, karena jika ibu bisa tepat menduganya, maka berarti saya dapat menangkal masalah ibu. Pratiwi agak menyeringai mendengar perkataanku itu. Dengan ragu ia bertanya maksudnya panjang waktu tidur atau waktu berdiri. Aku menjelaskan yang mana saja pokoknya tepat. Pratiwi terdiam sambil berpikir keras, aku tahu dia bingung karena saat itu aku duduk dikursi dibelakang meja kantorku, dan akupun memakai pakaian lengkap sehingga dia tidak mempunyai bayangan apapun tentang kont*lku.
Tiba tiba saja dia meraih penggaris yang ada dimejaku dan merentangkan jari jarinya diatas penggaris itu untuk kemudian ditunjukkannya kepadaku. Aku melihat angka yang tertera diujung jari Pratiwi, aku kaget karena disitu tercantum angka 18.5 cm, hampir sesuai dengan kenyataannya. Pratiwi bertanya apakah itu benar, aku hanya berkata coba ukur saja sendiri. Aku langsung berdiri memutari mejaku dan mendekati Pratiwi yang sedang duduk, kubuka celanaku dan kukeluarkan kont*lku yang masih lemas itu. Pratiwi melirik kont*lku dan mengambil penggaris untuk mencoba mengukurnya, dengan ragu ragu satu tangannya memegang kont*lku sementara yang satunya memegang penggaris. Tentu saja ukurannya tidak tepat karena masih lemas, seperti yang sudah kuduga, tangan Pratiwi meremas remas kont*lku agar ngaceng dan mengurut urut. Kubiarkan saja semua gerakannya itu, tetapi percuma saja karena kont*lku tetap tidur nyenyak.
Tiba tiba saja ia menundukkan kepalanya dan ……slep …..kont*lku sudah terjepit diantara bibirnya yang tebal itu, terasa hangat dan lembut sekali, kurasakan bibirnya menjepit kont*lku dengan gerakan yang lancar meskipun tak sedikitpun Pratiwi membasahi kont*lku dengan ludahnya. kont*lku mulai bangun dan makin lama makin mengembang, sementara Pratiwi makin lancar mengulumnya, tanganku mulai bergerak meraba buah dada Pratiwi yang montok dan kenyal itu, tanpa ragu ragu tanganku menerobos blousenya dan meremas buah dadanya, tak kukira bahwa Pratiwi tidak memakai beha, aku dapat merasakan puting susunya yang kecil tetapi keras seperti batu itu, kuremas remas susunya, dan kupelintir puting susunya. Rasa geli disekeliling kont*lku membuat aku jadi tak tahan lagi, bayangkan sejak tadi aku sudah terangsang oleh ulah beberapa ibu yang aku temui, maka saat ini rasanya sudah maksimal dan syer ……. syer ……croot , air maniku memancar keras sekali dua, tiga dan empat kali memancar memenuhi mulut Pratiwi, tak sedikitpun Pratiwi melepaskan kont*lku semuanya masuk didalam mulutnya dan saking banyaknya sampai sebagian mengalir keluar dari samping bibirnya. Aku meremas buah dadanya sekeras kerasnya Pratiwi diam saja, dia asyik menelan air maniku.
Setelah dilihatnya aku sudah puas, Pratiwi mengeluarkan kont*lku dari mulutnya dan langsung diukurnya kont*lku yang masih ngaceng itu dengan penggaris. Dia tersenyum ketika melihat bahwa dugaannya benar. Aku juga tersenyum karena hisapan Pratiwi yang nikmat itu. Tiba tiba Pratiwi berdiri, tanpa kuduga ia mulai membuka pakaiannya sehingga telanjang bulat. Ia berkata bahwa sekarang saatnya aku memuaskan dia agar jadi seri. Aku jadi bernafsu lagi melihat tubuh Pratiwi yang luar biasa itu, susunya montok dan kenyal dengan puting yang berwarna merah muda sangat serasi sekali dengan kulitnya yang putih kekuning kuningan itu, sementara ketiaknya juga berbulu lebat, sesuatu yang sangat aku senangi, sedangkan pangkal paha Pratiwi benar benar menakjubkan, karena meskipun jembutnya sangat lebat, tetapi Pratiwi telah mencukur sebagian jembutnya sehingga hanya tinggal bagian tengahnya tegak lurus dari pusar sampai kebukit nonoknya. Meskipun saat itu kami masih sama sama berdiri, Pratiwi tak segan segan merapatkan tubuhnya dan menciumku dengan mengeluarkan lidahnya yang hangat menelusuri rongga mulutku, tanganku dengan lincah mengarahkan kont*lku keliang nonoknya yang tepat menempel didepan kont*lku itu. Begitu ujungnya menempel, aku segera menggendong Pratiwi dan menekankan kont*lku sampai amblas kedalam liang nonoknya.
Dengan posisi menggendong Pratiwi dan mulut masih berkutat dengan ciuman aku berjalan menuju sofa. Pratiwi benar benar pemuas nafsu pria rupanya, karena meskipun dalam posisi yang sulit yaitu aku menggendongnya dan kakinya menjepit pantatku, dia masih sempat juga menggerak gerakan pantatnya untuk memilin kont*lku yang sepertinya melengkung karena posisi tubuh kami yang berdiri ini. Begitu kami roboh diatas sofa, ciuman kami terlepas dan Pratiwi melenguh sejenak, mungkin dia merasakan enaknya sodokan kont*lku yang notok sampai keliang rahimnya itu. Tanpa malu malu Pratiwi mengangkat kakinya tinggi tinggi dan meletakannya diatas bahuku. Posisiku jadi bebas sekali, dengan ringan aku mendayung liang nonok Pratiwi yang sudah mulai becek itu, dan diapun dengan lincah memutar mutar pantatnya mengimbangi tusukan kont*lku. Kurasakan liang nonok Pratiwi yang peret dan berpasir itu membuat kont*lku terasa geli sekali, entah berapa lama aku memaju mundurkan pantatku, tetapi Pratiwi masih juga belum mencapai puncaknya begitu juga diriku sendiri.
Kuhentikan gerakanku dan kuminta Pratiwi untuk menungging agar aku bisa menyetubuhinya dari belakang, aku benar benar mata gelap dengan nafsu. Aku tak perduli lagi kalau mungkin diluar masih ada pasien yang menungguku, yang penting sekali ini aku harus membuat Pratiwi terpuaskan dan selanjutnya membantu kesulitannya agar tertanggulangi. Ketika Pratiwi sudah menungging, tampaklah nonoknya yang sudah basah kuyup itu dipantatnya juga banyak bulu jembut sebagai tanda kalau memang jembut Pratiwi luar biasa tebalnya. Aku langsung menempelkan ujung kont*lku yang sudah merah padam itu kecelah nonok Pratiwi dan slep…….. bloos…….. kont*lku amblas sampai hanya tinggal pelirku saja yang menggantung diluar. Tanganku meraih buah dada Pratiwi dan meremas remasnya, saat itu mulai kudengar rintihan Pratiwi mula mula pelan tetapi makin lama makin keras dan tiba tiba kurasakan liang nonok Pratiwi mengejang ejang dan hangat sekali. Kurasakan rasa geli dan nikmat yang luar biasa saat itu, karena jepitan nonok Pratiwi sementara aku merojoknya membuat kont*lku seperti diurut. Dan tanpa bisa kutahan lagi akupun ambrol merasakan nikmatnya nonok Pratiwi, air maniku menyembur menabrak dinding dinding kemaluannya dan bercampur dengan lendir yang keluar dari nonoknya. Aku terkulai lemas sementara Pratiwi menggigit pundakku karena menahan rasa nikmat dan agar tidak sampai berteriak karena rasa nikmat tadi.
Dalam keadaan masih gemetar, aku segera memakai pakaianku kembali begitu juga dengan Pratiwi, wajahnya semeringah dan tersenyum terus. Aku berpura pura seperti tak ada apa apa dan setelah kami berdua duduk berhadapan, aku memanggil Lenny masuk. Lenny tersenyum melihat wajahku yang mungkin kentara kalau habis main seks itu. Aku minta dibuatkan minum dan Lenny dengan patuh membuatkan minuman buat kami berdua. Bagiku masalah Pratiwi bukan hal yang sulit dengan bermeditasi sejenak aku sudah berhasil menyelesaikan masalahnya, karena ada Bapak pejabat yang pernah ditolak olehnya untuk berhubungan intim rupanya sakit hati dan selalu mempersulit Pratiwi. Aku katakan pada Pratiwi bahwa bapak itu sekarang sudah berubah tetapi sebaiknya Pratiwi jangan sekali kali memberi dia kenikmatan karena berbahaya. Pratiwi mengangguk manja dan ketika mau pulang dia sempat mencium bibirku lama sekali. Aku berjanji pada Pratiwi untuk sekali kali makan siang dengannya tentu setelah itu kita juga perlu kenikmatan seks.
Seperti siang ini, dikantorku sudah ada beberapa wanita menungguku, ketika aku datang, aku sempat tersenyum kepada mereka dan memandang mereka satu persatu. Semuanya rata rata perempuan kaya dan cantik, tetapi ada seorang ibu yang kelihatan anggun dengan tubuh yang tinggi besar sangat sesuai dengan seleraku. Dimeja kerjaku kulihat berjajar empat lembar kartu kecil bertuliskan nama nama pasienku, kartu ini dibuat oleh sekretarisku Lenny. Kubaca satu persatu tetapi aku tak dapat menduga mana kartu ibu yang kuinginkan itu, sehingga kupanggil Lenny untuk memanggil mereka satu demi satu. Lenny sudah menjadi sekretarisku selama 3 tahun, jarang ada sekretarisku yang tahan begitu lama, karena rata rata mereka cantik sehingga mereka laku keras untuk kimpoi. Lenny seringkali juga memuaskan nafsuku, terutama bila aku sedang iseng dikantor ini, kami sering main dimeja kerja, dikursi bahkan dikamar mandi, semuanya kami lakukan dengan diam diam tanpa ada seorangpun yang curiga. Lennypun tahu dengan jelas hobbyku main cewek, bahkan seringkali dia kusuruh mengintai manakala aku berhubungan seks dengan klienku dan biasanya setelah itu, Lenny juga minta jatah karena dia tak dapat menahan nafsunya sendiri.
Lenny dengan gayanya yang anggun dan alim segera memanggil salah satu dari tamuku, ketika si ibu masuk ternyata bukan ibu yang kuinginkan melainkan seorang ibu muda yang kelihatan genit tetapi wajahnya kelihatan kalau dalam keadaan sumpeg. Kuperhatikan tubuhnya dari jauh, ia memakai blus tanpa lengan sehingga memamerkan lengannya yang mulus sementara tubuhnya langsing dengan pantat yang besar. Bibirnya agak tebal dan wajahnya cantik sekali. Ia langsung menyalami aku dan memperkenalkan namanya Ria, rupanya ia lebih senang dipanggil dengan nama kecilnya daripada dengan nama suaminya, aku yakin dia sudah bersuami karena sempat kulihat cincin kimpoi berlian yang melingkar dijarinya. Setelah berbasa basi sejenak Ria segera menceritakan masalahnya kepadaku, rupanya dia sedang dalam kesulitan karena hobbynya bermain judi. Meskipun judi dilarang di Jakarta ini, tetapi ia berjudi melalui jaringan parabola, katanya dia dulu menang cukup banyak tetapi sudah dua bulan ini dia terus menerus sial sehingga hampir semua hartanya sudah habis. Saat ini dia takut kalau suaminya tahu dan dia akan diceraikan.
Aku tersenyum mendengar ceritanya ini, bagiku ini kasus biasa dan mudah, pasti beres. Tanpa membuang waktu aku menanyai Ria apakah menjelang dia kalah terus itu dia pernah melakukan sesuatu yang kurang baik, dia menyatakan rasanya kok tidak pernah, karena katanya kalau dia menang maka dia selalu baik kepada orang lain. Aku berkata kepadanya bila memang begitu maka kemungkinan sialnya ada dibadannya dan aku harus mencarinya dan kemudian menangkalnya. Tanpa ragu kusuruh ia membuka pakaiannya dan telanjang bulat didepanku. Ria memandangku dengan tajam dan kemudian dia bangkit dan mulai melepas pakaiannya. Diluar kebiasaan yang aku ketahui, yang pertama dibuka Ria adalah roknya dan kemudian celana dalamnya sehingga aku langsung dapat melihat nonoknya yang dihiasi jembut hitam, baru kemudian dia membuka blus dan behanya. Seperti dugaanku susu Ria tidak terlalu montok tetapi mengkal dan bulat dengan pentil merah muda.
Dalam keadaan telanjang bulat Ria berdiri mematung didepanku kakinya rapat dan tangannya terlipat diperutnya. Kusuruh ia berputar sehingga aku juga dapat melihat pantatnya yang montok itu, benar-benar seksi. Dari apa yang kulihat aku langsung menyuruhnya duduk didepanku. Kukatakan bahwa aku sudah tahu dimana letak sialnya yaitu dari paha kanannya. Aku katakan bahwa semuanya sudah beres. Ria rasanya tidak percaya kalau aku mengatakan seperti itu, dia minta agar aku membuktikan kata kataku itu. Dengan ngawur aku minta dia mencabut jembutnya sendiri secara sembarangan, Ria menuruti permintaanku itu dan meletakkan jembutnya dimejaku. Kusuruh ia menghitungnya ternyata jumlahnya 3 lembar, kusuruh ia mencabut sekali lagi dan kali ini jumlahnya 4 lembar. Kuminta dia untuk memasang taruhan diangka 34 atau 43 dan buktikan sendiri. Baru saat itu Ria bisa tersenyum, ia mengucapkan terimakasih dan segera kuminta ia berpakaian kembali. Selesai merapikan pakaiannya, Ria menjabat tanganku erat erat dan mengatakan terimakasih. Aku mengangguk ramah, dan aku yakin bilamana saat itu aku minta dia untuk menghisap kont*lku pasti dia dengan senang hati mau melakukannya, tetapi aku punya target lain.
Ketika Ria keluar seorang ibu menyusul masuk, lagi lagi bukan ibu yang kuinginkan kali ini seorang ibu berumur sekitar 40 tahunan, wajahnya cantik tanpa polesan make up yang menyolok, ia memperkenalkan dirinya sebagai ibu Sugito, seorang pejabat penting yang pernah kudengar namanya. Ia langsung bercerita kalau suaminya punya simpanan wanita yang hebat sehingga dia merasa sedih sekali. Meskipun sejak dulu dia tahu kalau suaminya sering main perempuan, tetapi baru kali ini dia kecantol dengan pacarnya. Aku langsung mengatakan bahwa aku harus melihat tubuhnya agar bisa melihat dimana letak masalahnya. Mulanya ibu ini agak keberatan dia bertanya apakah tidak bisa kalau hanya dengan melihat wajah atau bagian lain yang terbuka. Aku hanya berkata enteng, kalau ibu percaya pada saya silahkan, kalau tidak silahkan juga kembali karena hanya itu caraku memeriksa pasien.
Dengan hati berat dia mulai membuka pakaiannya, pertama yang dibukanya adalah jacket ungunya, ketika ia melepaskan jacket itu aku sempat melihat ketiaknya yang lebat dengan bulu, aku sempat tertegun melihatnya karena bila ketiaknya saja seperti itu alangkah lebat jembutnya. Susu bu Sugito montok tetapi sudah agak kendur dengan pentil coklat kehitam hitaman, ketika ia membuka roknya, kembali ia ragu. Gerakannya terhenti sementara ia berdiri dengan hanya memakai celana dalam tipis berwarna putih yang jelas sekali menampakkan bayangan jembutnya yang hitam dan lebat itu. Aku sengaja mendiamkannya karena aku mau melihat apa yang dimaui ibu ini, tetapi aku sudah merencanakan bahwa ibu yang satu ini akan aku periksa habis habisan biar dia kapok.
Akhirnya bu Sugito jadi juga membuka celananya sehingga terpampanglah dihadapanku tubuhnya yang mulus dengan bulu yang sangat lebat dipangkal pahanya serta diketiaknya. Dari yang aku lihat ini aku langsung tahu bahwa ibu ini hyperseks. Jadi aku heran juga kenapa dia begitu ragu ragu untuk telanjang dihadapanku, hal ini membuat aku jadi ingin mengetahui sebabnya. Ibu Sugito hanya berdiri mematung didepanku tangannya berusaha menutupi pangkal pahanya. Aku langsung berdiri dari kursiku dan berjalan mendekatinya, aku memutari tubuhnya yang bersih dan harum itu, tetapi tak ada sesuatu yang janggal. Tanpa ragu kusuruh dia duduk disofa yang ada diruangku dan kubaringkan. Dengan pelahan aku merentangkan kakinya sehingga aku dapat melihat nonoknya yang penuh bulu itu, karena bulunya sangat lebat, terpaksa aku menyibakkannya sehingga dapat kulihat bibir kemaluannya.
Aku agak kaget ketika kulihat liang nonok ibu Sugito ini begitu lebar dan bibirnya menjuntai keluar. Rupanya ibu Sugito senang masturbasi dengan alat alat sehingga liangnya jadi molor seperti ini. Aku langsung menanyakan hal ini kepadanya dan dengan malu malu dia mengiakan dugaanku. Untuk menangkal masalahnya, aku minta ibu Sugito untuk saat itu juga melakukan masturbasi didepanku, dengan ragu ragu ia berdiri dan mengambil handbagnya, dari situ ia mengeluarkan sebuah alat mirip kont*l yang berwarna coklat, setelah itu dia duduk lagi dan mengambil posisi seperti jongkok untuk kemudian kont*l karet itu dimasukkannya kedalam liang nonoknya sampai amblas tinggal pangkalnya saja.
Setelah itu dia memutar mutar pantatnya diatas kont*l karet itu sambil memejamkan matanya. Aku sendiri jadi tak tahan melihat pemandangan ini, akupun duduk didepannya dan kukeluarkan kont*lku yang langsung juga kukocok kocok mengimbangi bu Sugito yang sedang asyik, bu Sugito jadi kaget ketika melihat aku mengeluarkan kont*lku yang begitu panjangnya, gerakannya terhenti memandang kont*lku yang 18 cm itu. Ternyata dia berani juga menanyakan mengapa kok tidak kont*lku saja yang dimasukkan nonoknya agar benar benar nikmat, aku mengatakan bahwa aku tidak boleh melakukan itu. Kuminta dia agar segera berusaha mencapai puncak kenikmatannya. Rupanya ibu Sugito tidak tahan melihat tanganku mengelus elus kont*lku sendiri yang tegak lurus seperti tiang bendera itu. Ia mulai merintih makin lama makin keras dan akhirnya ia mengejang mencapai kepuasannya.
Dasar hyperseks, ketika ia melepas kont*l karetnya, tangannya ikut ikutan meremas kont*lku dengan lembut. Aku berkata kepadanya bahwa aku mau memasukkan kont*lku kenonoknya asal aku tidak melakukan gerakan apapun. Ibu Sugito mengangguk dan akupun segera mengarahkan kont*lku ke antara selangkangan bu Sugito yang sudah merentangkan kakinya lebar lebar itu. Sekali tekan kont*lku masuk separuh dan ternyata aku tidak bisa menghabiskan seluruh kont*lku kedalam liangnya. Aku benar benar heran, karena dengan kont*l karet yang begitu besar dia sanggup menelannya sampai habis, tetapi kenapa kont*lku kok hanya masuk tiga perempatnya. Aku tidak perduli, sementara ibu Sugito sibuk memutar mutar pantatnya agar dia dapat mencapai orgasme lagi. Memang benar sekitar 5 menit dia merintih keras dan kurasakan cairan hangat membasahi ujung kont*lku. Tanganku segera meraih interkom dan kupanggil Lenny agar masuk.
Ketika Lenny memasuki ruanganku, ibu Sugito jadi kaget dan berusaha menutupi tubuhnya, tetapi Lenny tak perduli, dia langsung mendatangi aku yang duduk dikursi. Aku minta Lenny untuk mengambil tisue basah dan membersihkan kont*lku yang masih gagah itu dengan tisue. Lenny dengan sigap mengeringkan cairan nonok ibu Sudrajad yang ada dikont*lku sementara aku diam saja diatas kursi, ketika semuanya sudah kering dan bersih, Lenny tanpa sungkan sempat mengulum ujung kont*lku serta meremasnya sebelum dia masuk lagi keruangannya. Aku langsung kembali ketempat dudukku dan segera kuberikan penangkal tambahan untuk masalah ibu Sugito ini, aku yakin bahwa dalam waktu 1 minggu suaminya akan kembali kepadanya, karena sebenarnya ibu Sugito sangat pandai memuaskan suaminya hanya saja mungkin belakangan ini dia terlalu sering main sendiri sehingga dia jadi lengah.
Baru pasien yang ketiga, ibu yang aku inginkan memasuki ruangan kantorku, benar benar cantik dan anggun tinggi besar dengan rambut sebahu, bibir sensual dan hidung mancung, kakinya mulus dan ramping benar benar aduhai. Ketika memperkenalkan diri, tangannya terasa hangat dan empuk sekali, suaranya yang agak serak membuat aku makin terangsang sehingga hampir aku tidak mendengar ketika ia menyebutkan namanya Pratiwi. Aku berusaha bersikap tenang dan wajar mendengarkan keluhannya. Pratiwi adalah seorang pengusaha yang menjadi rekanan pemerintah, omzetnya miliaran, tetapi belakangan ini bisnisnya mengendur karena banyak tender yang meleset dan jatuh ketangan pengusaha lain. Dia sudah berusaha macam macam tetapi semuanya gagal total bahkan belakangan ini perusahaannnya hampir kena penalti karena kekeliruan karyawannya.
Pratiwi benar benar gelisah dan ngeri oleh semuanya ini. Wajahnya yang cantik kelihatan tegang dan dicuping hidungnya kulihat bintik bintik keringat menambah keseksiannya. Melihat aku memandangnya, Pratiwi juga balas memandang tanpa berkedip. Tiba tiba aku bertanya kepadanya, apakah dia percaya bahwa kehidupan seks nya sangat mempengaruhi pekerjaannya, Pratiwi mengangguk dengan pelan, kulihat matanya sedikit berkedip seperti kaget. Aku langsung menyambung pertanyaanku dengan pertanyaan yang aku sendiri tidak menyangka kalau itu keluar dari mulutku, karena aku menanyakan apakah dia seorang lesbian.
Diluar dugaanku dia mengangguk, tetapi dia menambahkan bahwa dia juga suka berhubungan dengan pria. Aku menanyakan kepada Pratiwi, coba ibu tebak, berapa kira kira panjang kemaluan saya, karena jika ibu bisa tepat menduganya, maka berarti saya dapat menangkal masalah ibu. Pratiwi agak menyeringai mendengar perkataanku itu. Dengan ragu ia bertanya maksudnya panjang waktu tidur atau waktu berdiri. Aku menjelaskan yang mana saja pokoknya tepat. Pratiwi terdiam sambil berpikir keras, aku tahu dia bingung karena saat itu aku duduk dikursi dibelakang meja kantorku, dan akupun memakai pakaian lengkap sehingga dia tidak mempunyai bayangan apapun tentang kont*lku.
Tiba tiba saja dia meraih penggaris yang ada dimejaku dan merentangkan jari jarinya diatas penggaris itu untuk kemudian ditunjukkannya kepadaku. Aku melihat angka yang tertera diujung jari Pratiwi, aku kaget karena disitu tercantum angka 18.5 cm, hampir sesuai dengan kenyataannya. Pratiwi bertanya apakah itu benar, aku hanya berkata coba ukur saja sendiri. Aku langsung berdiri memutari mejaku dan mendekati Pratiwi yang sedang duduk, kubuka celanaku dan kukeluarkan kont*lku yang masih lemas itu. Pratiwi melirik kont*lku dan mengambil penggaris untuk mencoba mengukurnya, dengan ragu ragu satu tangannya memegang kont*lku sementara yang satunya memegang penggaris. Tentu saja ukurannya tidak tepat karena masih lemas, seperti yang sudah kuduga, tangan Pratiwi meremas remas kont*lku agar ngaceng dan mengurut urut. Kubiarkan saja semua gerakannya itu, tetapi percuma saja karena kont*lku tetap tidur nyenyak.
Tiba tiba saja ia menundukkan kepalanya dan ……slep …..kont*lku sudah terjepit diantara bibirnya yang tebal itu, terasa hangat dan lembut sekali, kurasakan bibirnya menjepit kont*lku dengan gerakan yang lancar meskipun tak sedikitpun Pratiwi membasahi kont*lku dengan ludahnya. kont*lku mulai bangun dan makin lama makin mengembang, sementara Pratiwi makin lancar mengulumnya, tanganku mulai bergerak meraba buah dada Pratiwi yang montok dan kenyal itu, tanpa ragu ragu tanganku menerobos blousenya dan meremas buah dadanya, tak kukira bahwa Pratiwi tidak memakai beha, aku dapat merasakan puting susunya yang kecil tetapi keras seperti batu itu, kuremas remas susunya, dan kupelintir puting susunya. Rasa geli disekeliling kont*lku membuat aku jadi tak tahan lagi, bayangkan sejak tadi aku sudah terangsang oleh ulah beberapa ibu yang aku temui, maka saat ini rasanya sudah maksimal dan syer ……. syer ……croot , air maniku memancar keras sekali dua, tiga dan empat kali memancar memenuhi mulut Pratiwi, tak sedikitpun Pratiwi melepaskan kont*lku semuanya masuk didalam mulutnya dan saking banyaknya sampai sebagian mengalir keluar dari samping bibirnya. Aku meremas buah dadanya sekeras kerasnya Pratiwi diam saja, dia asyik menelan air maniku.
Setelah dilihatnya aku sudah puas, Pratiwi mengeluarkan kont*lku dari mulutnya dan langsung diukurnya kont*lku yang masih ngaceng itu dengan penggaris. Dia tersenyum ketika melihat bahwa dugaannya benar. Aku juga tersenyum karena hisapan Pratiwi yang nikmat itu. Tiba tiba Pratiwi berdiri, tanpa kuduga ia mulai membuka pakaiannya sehingga telanjang bulat. Ia berkata bahwa sekarang saatnya aku memuaskan dia agar jadi seri. Aku jadi bernafsu lagi melihat tubuh Pratiwi yang luar biasa itu, susunya montok dan kenyal dengan puting yang berwarna merah muda sangat serasi sekali dengan kulitnya yang putih kekuning kuningan itu, sementara ketiaknya juga berbulu lebat, sesuatu yang sangat aku senangi, sedangkan pangkal paha Pratiwi benar benar menakjubkan, karena meskipun jembutnya sangat lebat, tetapi Pratiwi telah mencukur sebagian jembutnya sehingga hanya tinggal bagian tengahnya tegak lurus dari pusar sampai kebukit nonoknya. Meskipun saat itu kami masih sama sama berdiri, Pratiwi tak segan segan merapatkan tubuhnya dan menciumku dengan mengeluarkan lidahnya yang hangat menelusuri rongga mulutku, tanganku dengan lincah mengarahkan kont*lku keliang nonoknya yang tepat menempel didepan kont*lku itu. Begitu ujungnya menempel, aku segera menggendong Pratiwi dan menekankan kont*lku sampai amblas kedalam liang nonoknya.
Dengan posisi menggendong Pratiwi dan mulut masih berkutat dengan ciuman aku berjalan menuju sofa. Pratiwi benar benar pemuas nafsu pria rupanya, karena meskipun dalam posisi yang sulit yaitu aku menggendongnya dan kakinya menjepit pantatku, dia masih sempat juga menggerak gerakan pantatnya untuk memilin kont*lku yang sepertinya melengkung karena posisi tubuh kami yang berdiri ini. Begitu kami roboh diatas sofa, ciuman kami terlepas dan Pratiwi melenguh sejenak, mungkin dia merasakan enaknya sodokan kont*lku yang notok sampai keliang rahimnya itu. Tanpa malu malu Pratiwi mengangkat kakinya tinggi tinggi dan meletakannya diatas bahuku. Posisiku jadi bebas sekali, dengan ringan aku mendayung liang nonok Pratiwi yang sudah mulai becek itu, dan diapun dengan lincah memutar mutar pantatnya mengimbangi tusukan kont*lku. Kurasakan liang nonok Pratiwi yang peret dan berpasir itu membuat kont*lku terasa geli sekali, entah berapa lama aku memaju mundurkan pantatku, tetapi Pratiwi masih juga belum mencapai puncaknya begitu juga diriku sendiri.
Kuhentikan gerakanku dan kuminta Pratiwi untuk menungging agar aku bisa menyetubuhinya dari belakang, aku benar benar mata gelap dengan nafsu. Aku tak perduli lagi kalau mungkin diluar masih ada pasien yang menungguku, yang penting sekali ini aku harus membuat Pratiwi terpuaskan dan selanjutnya membantu kesulitannya agar tertanggulangi. Ketika Pratiwi sudah menungging, tampaklah nonoknya yang sudah basah kuyup itu dipantatnya juga banyak bulu jembut sebagai tanda kalau memang jembut Pratiwi luar biasa tebalnya. Aku langsung menempelkan ujung kont*lku yang sudah merah padam itu kecelah nonok Pratiwi dan slep…….. bloos…….. kont*lku amblas sampai hanya tinggal pelirku saja yang menggantung diluar. Tanganku meraih buah dada Pratiwi dan meremas remasnya, saat itu mulai kudengar rintihan Pratiwi mula mula pelan tetapi makin lama makin keras dan tiba tiba kurasakan liang nonok Pratiwi mengejang ejang dan hangat sekali. Kurasakan rasa geli dan nikmat yang luar biasa saat itu, karena jepitan nonok Pratiwi sementara aku merojoknya membuat kont*lku seperti diurut. Dan tanpa bisa kutahan lagi akupun ambrol merasakan nikmatnya nonok Pratiwi, air maniku menyembur menabrak dinding dinding kemaluannya dan bercampur dengan lendir yang keluar dari nonoknya. Aku terkulai lemas sementara Pratiwi menggigit pundakku karena menahan rasa nikmat dan agar tidak sampai berteriak karena rasa nikmat tadi.
Dalam keadaan masih gemetar, aku segera memakai pakaianku kembali begitu juga dengan Pratiwi, wajahnya semeringah dan tersenyum terus. Aku berpura pura seperti tak ada apa apa dan setelah kami berdua duduk berhadapan, aku memanggil Lenny masuk. Lenny tersenyum melihat wajahku yang mungkin kentara kalau habis main seks itu. Aku minta dibuatkan minum dan Lenny dengan patuh membuatkan minuman buat kami berdua. Bagiku masalah Pratiwi bukan hal yang sulit dengan bermeditasi sejenak aku sudah berhasil menyelesaikan masalahnya, karena ada Bapak pejabat yang pernah ditolak olehnya untuk berhubungan intim rupanya sakit hati dan selalu mempersulit Pratiwi. Aku katakan pada Pratiwi bahwa bapak itu sekarang sudah berubah tetapi sebaiknya Pratiwi jangan sekali kali memberi dia kenikmatan karena berbahaya. Pratiwi mengangguk manja dan ketika mau pulang dia sempat mencium bibirku lama sekali. Aku berjanji pada Pratiwi untuk sekali kali makan siang dengannya tentu setelah itu kita juga perlu kenikmatan seks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar